27 Desember 2010

» Home » Suara Merdeka » PNS: Antara Tugas dan Risiko Hukum

PNS: Antara Tugas dan Risiko Hukum

SEMUA PNS pasti berharap pada saatnya bisa menduduki jabatan strategis, bergaji besar, mendapat fasilitas memadai, serta saat bertugas dan setelah purnatugas tidak tersandung masalah hukum. Namun fenomena akhir-akhir ini banyak PNS, baik pejabat maupun staf, terjerat masalah hukum, bahkan masuk penjara. Kondisi ini mengundang keprihatinan.

Apakah gejala itu akan menjadi ‘’tradisi’’ sehingga PNS yang menduduki jabatan tertentu dan otomatis dilibatkan dalam proyek atau kegiatan, tinggal menunggu waktu untuk dipanggil aparat penegak hukum, dengan menghadapi risiko terjelek yaitu masuk penjara. Sungguh ironis perjalanan karier mereka, dengan perjuangan, persaingan ketat, dan loyalitas tinggi, sebelum purnatugas dipaksa ‘’pensiun dini’’ melalui vonis pengadilan.

Jika memang ia terbukti menerima uang yang tidak semestinya (gratifikasi), tentu ini persoalan lain dan hukum memang harus ditegakkan bagi siapa saja yang terbukti bersalah. Tetapi yang jadi persoalan adalah pegawai negeri yang karena tugasnya harus bertanda tangan atau membubuhkan paraf, faktanya tetap menghadapi risiko hukum. Padahal mereka tidak menikmati satu sen pun atas tugasnya itu.

Kalau pegawai negeri sudah dihadapkan pada masalah hukum maka sangat panjang perjalanan yang harus dijalaninya mulai dimintai keterangan sebagai saksi, menjadi tersangka, menjalani proses persidangan berkali-kali sampai pada putusan pengadilan. Tentu ini membutuhkan tenaga, waktu, pikiran dan dana tidak sedikit. Belum dampak psikologis dan sosiologis yang diterimanya, termasuk oleh keluarganya.

Sikap loyal sangat diperlukan bagi seorang PNS, tetapi jika atasan dalam memberikan perintah tidak sesuai atau menyimpang dari ketentuan maka wajib hukumnya bagi bawahan untuk menolak perintah itu. Pada sisi lain, dalam budaya kerja di lingkungan birokrasi, kepatuhan terhadap perintah atasan masih dijunjung tinggi, sehingga dalam situasi tertentu seorang bawahan cenderung selalu mengiyakan apa yang diinginkan atasan. Budaya ewuh pekewuh belum dapat dihilangkan.

Dalam mewujudkan rasa tanggung jawabnya seorang pegawai negeri akan melakukan apa saja demi kebaikan lembaganya terkait dengan keberhasilan pencapaian kinerjanya. Dalam satu tahun anggaran, ia harus dapat menyelesaikan kegiatannya, termasuk bila pelaksanaannya melibatkan pihak eksternal. Tanggung jawab penyelesaian kegiatan ini tidak hanya dari aspek administrasi, tetapi juga penting aspek keuangan dan fisiknya.

Bila dalam satu aspek, misalnya pertanggungjawaban (SPJ) tidak dapat dipenuhi, berarti tanggung jawabnya di institusi belum optimal. Padahal PNS yang terlibat pekerjaan itu cukup banyak, serta karakteristik dan kadar tanggung jawab berbeda-beda pula.

Ada Intervensi

Faktor penting lain terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di pemda adalah (tim) kepanitiaan, yang terdiri atas pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen (Ppkom), panitia pengadaan, panitia pemeriksa/teknis, pengawas lapangan, dan penyedia barang/jasa.

Kalau dalam proses lelang oleh panitia pengadaan sudah dihasilkan penilaian urutan pemenang, tetapi ada intervensi dari luar sehingga keputusan pemenang lelang menjadi berbeda maka akan menimbulkan masalah hukum.
Bila dari intervensi ini nantinya terbukti ada penyimpangan/pelanggaran anggaran hingga merugikan negara, persoalan itu akan bersentuhan dengan hukum.

Yang menjadi persoalan adalah mengingat pengadaan di pemda melibatkan kepanitiaan atau tim, permasalahan hukum yang timbul harus ditanggung bersama dengan prinsip gandeng renteng.
Hal itu memang menimbulkan rasa ketidakadilan mengingat tim atau panitia tersebut melaksanakan sesuai dengan regulasi dan tidak menikmati ‘’sesuatu’’ tetapi di depan hukum mereka harus ikut bertanggung jawab.

Dalam persoalan ini, penulis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kepedulian terhadap nasib PNS yang saat ini menjalani proses hukum. Banyak faktor yang membuat mereka harus siap melaksanakan kegiatan walaupun penuh risiko hukum. Loyalitas dan tanggung jawabnya pada lingkungan birokrasi menuntut mereka memberikan kinerja terbaiknya buat insitusi, dan pemda pada umumnya. (10)

— Drs Prasetyo Ichtiarto MSi, Kabag Humas Setda Kota Salatiga

Wacana Suara Merdeka 27 Desember 2010