Beberapa saat setelah Timnas Indonesia ditekuk Malaysia 0-3 di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, seorang teman memutar lagu balada Berita Kepada Kawan milik Ebiet G Ade keras-keras.
Semua yang mendengar tertawa pahit. Maklum, baru saja harapan yang makantar-kantar terhadap Timnas padam seperti obor tertiup angin. Ya, seperti obor blarak, nyala itu memang benderang, tetapi hanya sekejap.
Setelah seluruh negeri menikmati euforia kemenangan demi kemenangan yang diraih Laskar Garuda, kekalahan 0-3 di final Piala AFF 2010, lebih mirip sebagai tragedi alias bencana. Jadi, lagu Ebiet yang melankolis mewakili derita kami, juga derita rakyat Indonesia.
Pelatih kepala Timnas Indonesia, Alfred Riedl, yang berwajah dingin dan nyaris tanpa ekspresi itu, barangkali semakin dingin karena harus memeras otak meracik skema membalas kekalahan. Entah strategi apa yang akan disiapkan untuk memetik kemenangan mutlak minimal selisih 4 gol, pada final leg kedua di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Orang lantas ingat, sebelum berangkat ke Malaysia, pelatih asal Austria itu juga setengah mati menjaga agar anak asuhnya tidak diganggu orang atau pihak yang tidak berhubungan langsung dengan persiapan timnya. Di saat Timnas selalu memetik kemenangan dan panen pujian di mana-mana, banyak pihak berusaha menarik-narik untuk sekadar numpang pencitraan, agar nama ikut terkerek.
Riedl sudah membatasi para pemain agar tidak berhubungan dengan media jika tidak diperlukan. Ini cara standar yang dilakukan banyak pelatih agar para pemain lebih fokus ke pertandingan. Tetapi akhirnya dia kecolongan juga, karena sampai menjelang final leg pertama antara Malaysia vs Indonesia tadi malam, santer beredar kabar bahwa sejumlah televisi nekat mewawancarai anggota Timnas yang sedang terbang dari Jakarta ke Kuala Lumpur. Konon, ada satu televisi swasta yanag mendapat porsi wawancara lebih banyak dari televisi lain. Ada pula televisi swasta yang menampilkan sosok striker naturalisasi Cristian Gonzales, padahal sang pemain diwawancarai pada saat istirahat di dalam kamar.
Orang bisa saja menghubung-hubungkan, bisa saja sanjungan dan ekspose besar-besaran itu menjadi bumerang, menjadi biang keladi keterpurukan.
Sebelumnya, orang ramai memperdebatkan kunjungan Timnas ke rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal “Ical” Bakrie, yang disebut-sebut sebagai aksi profit taking. Bukan dilakukan perusahaan Bakrie di lantai bursa, tapi di lakukan Ical di kancah politik.
Memang sudah lama keluarga Bakrie dekat dengan sepakbola. Melalui sang adik Nirwan Dermawan Bakrie, keluarga ini sudah lama bergelut dengan pembinaan sepakbola. Tetapi nuansa kunjungan ini mudah menjadi rasanan mengingat PSSI dipimpin oleh Nurdin Halid, orang penting Partaia Golkar untuk wilayah Timur Indonesia.
Belum selesai pro kontra kunjungan ke rumah Ical, Nurdin Halid membawa Timnas sekaligus menggotong spanduk tentang dirinya ke pesantren. Jeng Kenes yang tiba-tiba juga ikut gandrung dengan pesona Timnas ikut sebal juga.
“Nurdin Halid ini seperti ingin menunjukkan sesuatu. Berkali-kali spanduk dukungan kepada dirinya diturunkan penonton di Gelora Bung Karno, eh dia nekat pasang spanduk lagi. Kini dia bawa-bawa spanduk pribadi ke pesantren bersama Timnas,” kata Kenes. “Mudah-mudahan sekarang dia membawa spanduk bahwa dia yang paling bertanggung jawab atas kekalahan ini.”
Bisa jadi, Nurdin Halid tengah kebingungan karena di luar catatan kemenangan Timnas bentukan PSSI, di luar sana bertiup deras berita bahwa kompetisi kasta tertinggi yang diusung PSSI, Liga Super Indonesia (LSI), sedang digerogoti oleh rencana berputarnya kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI). Sejauh ini, sudah ada beberapa tim yang mundur dari LSI dan berpindah ke LPI, yakni PSM makassar, Persema Malang dan Persibo Bojonegoro.
Bisa-bisa setelah ajang AFF 2010 selesai digelar, ontran-ontran LPI vs LSI (PSSI) ini akan makin ramai. Tak heran, Nurdin yang panik memanfaatkan momentum Timnas ini untuk mengangkat pamor, termasuk dua kali mencium tangan Presiden SBY saat menonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Ngomong-ngomong, acara cium tangan SBY oleh Nurdin itu sepertinya bulan lobi yang berhasil, karena saat ini santer tersiar kabar SBY akan me-launching kompetisi LPI di Solo, 8 Januari mendatang.
Kini, setelah Indonesia terancam gagal menjadi juara Piala AFF, sungguh menarik menantikan apa yang akan dilakukan para tokoh itu. Nurdin Halid dijamin akan semakin pusing, apalagi dia baru saja membuat blunder dalam melayani pembelian tiket di Senayan untuk final leg kedua.
Di luar segala konflik kepentingan yang melingkupi PSSI, setelah kekalahan ini, menyalahkan para pemain yang berjuang di lapangan, jelas bukan pilihan bijak. Kebiasaan kita adalah, mencari kambing hitam atas kegagalan yang kita alami, tetapi gagal mengambil pelajaran dari kegagalan.
Semangat optimisme mesti dikobarkan, sampai harapan benar-benar padam. Meski kini meredup, semoga sinar prestasi Tim Garuda segera kembali ke orbit kemenangan lagi. Jangan menyerah Garudaku.... - Oleh : Suwarmin Wartawan SOLOPOS
Opini Solo Pos 27 Desember 2010
27 Desember 2010
Bencana setelah euforia...
Thank You!