01 Februari 2012

» Home » 2 Februari 2012 » Opini » Suara Merdeka » HKI dan Paten Esemka

HKI dan Paten Esemka

HKI dan Paten Esemka. DUBES Jerman untuk Indonesia Norbert Baas menyatakan akan ikut mempromosikan mobil Kiat Esemka kepada pihak terkait di negaranya, terutama pelaku industri otomotif (SM, 29/01/12). Selangkah lagi capaian mobil karya rakitan siswa SMK itu dalam kaitannya dengan apresiasi. Sebagai produk, mobil itu memiliki beberapa hak kekayaan intelektual (HKI), misalnya hak cipta desain atau merek/ logo yang biasanya menempel di bodi.


Termasuk komponennya, semisal alat penggerak berbasis teknologi (mesin, bak persneling, kaca jendela yang bisa dinaikturunkan, atau bagasi yang tinggal menekan kenop untuk membukanya dan sebagainya). Teknologi yang dipakai itu disebut (barang) paten. Hak kekayaan intelektual yang lain adalah desain industri yang merupakan kreasi menyangkut bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis untuk menghadirkan estetika.

Juga tata letak sirkuit terpadu, yang terdiri atas sejumlah elemen aktif, dan sebagian atau seluruhnya berhubungan dalam semikonduktor untuk menghasilkan fungsi elektronik. Beberapa mesin memiliki banyak elemen yang berkaitan, yang dibantu aki akan menghasilkan fungsi elektronik. Belum lagi rahasia pada mesin atau bagian/ perkakas lain yang bersifat informasi tertutup, dalam arti bila rusak maka tak ada yang bisa memperbaiki tapi harus menggantinya dengan yang baru.

Keberadaan HKI pada mobil Kiat Esemka menjadi perhatian banyak pihak. Pasalnya, 80% komponennya kandungan lokal. Artinya, kita sudah memproduksinya dengan alat, dan hasil produk itu secara logika berpeluang mengandung (hak) paten. Baik mesin, hak cipta, desain, maupun tata letak sirkuit terpadunya, semua mengandung paten. Artinya bisa dimintakan sepanjang produsen ingin menjaga hak ciptanya.

Membeli Lisensi
Pemerintah tentu harus mendalami aspek itu agar di kemudian hari tidak timbul masalah, dalam arti  jangan sampai dianggap melanggar kepemilikan HKI pihak lain. Kita bisa berkaca pada pernyataan beberapa pakar mesin yang menyarankan produsen menyempurnakan beberapa bagian yang mirip dengan mobil yang lebih dulu dipasarkan. Misalnya tampak luar Esemka tipe sport utility vehicle (SUV) bisa dianggap mirip Honda CRV, adapun tampak samping/ belakang sepintas dianggap menyerupai Ford Everest. 
Bila rakitan Esemka menggunakan komponen merek lain, misalnya untuk sisa 20% kandungannya, apakah kita yakin bahwa paten mesin/ komponen itu sudah lebih dari 20 tahun, yang berarti si pemilik komponen itu tidak lagi memiliki hak paten atas barang tersebut.
Di Indonesia, hak paten berlaku 20 tahun, dan setelah masanya berakhir, produk yang berpaten itu bisa digunakan masyarakat luas karena dianggap milik umum. Contohnya Proton Saga (kini ada berbagai tipe), mobnas Malaysia yang awalnya berbasis mesin Mitsubishi. Mitsubishi Corp di Jepang tidak mempermasalahkan teknologi mesin Proton yang kemudian diklaim milik Malaysia karena mereka menganggap itu sudah kuno (lewat 20 tahun), dan Mitsubishi sudah menanggalkan patennya.
Persoalan itu seyogianya menjadi pemikiran pemangku kebijakan terkait rencana memproduksi Esemka secara massal. Bila paten pada komponen kendaraan itu belum 20 tahun, artinya masih menjadi hak monopoli pemiliknya maka jalan terbaik adalah membeli lisensi untuk jangka waktu tertentu. Konsekuensinya kita membayar royalti, yang dituangkan dalam kontrak lisensi.
Untuk mendapatkan hak kepemilikan dan perlindungan hukum atas merek serta HKI lainnya berupa paten, sebaiknya desain industri dan desain tata letak sirkuit terpadu Esemka didaftarkan ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Tangerang Provinsi Banten. Hal itu untuk menjamin terjaganya sebuah karya cipta nasional, yang sudah sepatutnya kita lindungi. (10)

Opini, Suara Merdeka, 2 Februari 2012

— Prof Dr Etty Susilowati Suhardo SH MS, Ketua Pusat Promosi dan Publikasi Hasil Penelitian dan Layanan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Diponegoro