Secara umum kualitas perguruan tinggi di Indonesia dinilai masih kurang  memadai, kecuali UI, UGM, ITB yang sudah berhasil menembus peringkat  relatif bagus di dunia. Kualitas sebuah perguruan tinggi antara lain  ditandai oleh reputasi akademik, ketersediaan tenaga pengajar (dosen,  peneliti) yang bermutu, serta ditopang oleh tradisi penelitian yang kuat  dan tradisi penulisan ilmiah yang bagus (buku dan jurnal). Namun,  justru dalam aspek-aspek kunci itu kinerja perguruan tinggi di Indonesia  dinilai masih rendah. Karena itu, tantangan utama ke depan adalah  meningkatkan mutu dengan memperkuat sejumlah aspek yang amat fundamental  tersebut.  
Paling kurang lima faktor yang menentukan kualitas sebuah perguruan  tinggi, (1) sarana dan prasarana yang mendukung (gedung, ruang  perkantoran, ruang kuliah); (2) fasilitas yang memadai (perpustakaan,  laboratorium); (3) kualitas dosen dengan komitmen waktu yang cukup untuk  mengajar; (4) kemampuan meneliti; dan (5) komitmen para dosen dan  peneliti terhadap profesinya untuk terus berupaya meningkatkan  kompetensi dan keahlian.  
Untuk itu, ada hal penting yang harus diperhatikan dalam upaya  meningkatkan mutu pendidikan tinggi yakni dengan menegaskan visi dan  orientasi, bahwa perguruan tinggi adalah institusi publik yang  memberikan pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Perguruan tinggi adalah  lembaga pengembangan ilmu yang bertujuan melahirkan masyarakat  berpengetahuan, berkeahlian, kompeten, dan terampil.  
Ada beberapa dimensi yang patut diperhatikan, yaitu (1) perbaikan  mutu pelayanan; (2) penetapan langkah antisipasi dalam menjawab  kebutuhan nyata masyarakat; (3) perbaikan sistem kelembagaan yang lentur  agar lebih mudah beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan;  (4) peningkatan efektivitas kerja sama kelompok dan optimalisasi tim  kerja di antara unit-unit yang terkait; (5) penataan manajemen  berdasarkan kepemimpinan yang efektif; dan (6) pemberdayaan dan  pengembangan sumber daya manusia.  
Upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi menjadi kian penting dalam  rangka menjawab berbagai tantangan besar. Tantangan paling nyata di  abad baru ini adalah globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan  teknologi, serta pergerakan tenaga ahli antarnegara (expatriates) yang  begitu masif. Maka, persaingan antarbangsa pun berlangsung sengit dan  intensif sehingga menuntut lembaga pendidikan tinggi, untuk mampu  melahirkan sarjana-sarjana berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi  profesional yang siap menghadapi kompetisi global.  
Karena itu, pengelolaan perguruan tinggi harus didasarkan pada  prinsip manajemen modern, total quality management (TQM), yang  menegaskan bahwa seluruh elemen dalam sistem perguruan tinggi harus  berfungsi secara maksimal, yang diarahkan pada upaya peningkatan mutu  secara menyeluruh dan berlangsung terus-menerus. Upaya meningkatkan  kualitas merupakan suatu ikhtiar yang dilakukan secara sungguh-sungguh  dan sistematis, guna meraih prestasi lebih tinggi yang berlangsung tanpa  henti.  
Untuk mengukur pencapaian mutu digunakan indikator-indikator  kualitatif, yang bertumpu pada dua hal pokok, (i) akreditasi kelembagaan  dan (ii) penilaian hasil (outcome). Indikator kualitatif ini bersifat  integratif dan membentuk hubungan siklikal melalui tiga tahapan, yaitu  (i) input, (ii) proses transformasi, dan (iii) output. Konsep TQM dapat  digambarkan dalam lingkaran skematik berikut:   
Bagan 1: Peningkatan Mutu cecara Berkelanjutan: Keterpaduan Jaminan  Kualitas  
Pendidikan Tinggi 
Karakteristik Mahasiswa:  Desain:    Prestasi Mahasiswa: 
* Akademik    * Input    * Akademik 
* Lain-lain    * Program   * Lain-lain 
Karakteristik Tenaga Akademik  * Metode   Mahasiswa: 
Sumber Daya Finansial   Transfer Pengetahuan  * Lulus 
Fasilitas    Sistem Pendataan:  * Drop-out 
Program    * Umpan-balik   * Gagal 
Dukungan Pelayanan   * Analisis   Pascalulus 
* Pendidikan Lanjutan  
Keterserapan di Lapangan Kerja &  Prestasi dalam Pekerjaan 
Sumber: Ralph G Lewis & Douglas H Smith. Total Quality in Higher  Education. St Lucie Press, Delray Beach, Florida, 2004. 
Tahap pertama, akreditasi kelembagaan fokus pada masalah input yang  menjadi isu penting untuk menentukan tinggi-rendahnya mutu sebuah produk  (lulusan/sarjana). Input mencakup enrollment (mahasiswa), karakteristik  pendidikan tenaga akademik (S-2, S-3), sumber daya finansial,  fasilitas, program, dan dukungan pelayanan. Masalah input ini amat  krusial, sebab berpengaruh langsung terhadap kualitas outcome. Produk  yang akan dihasilkan sangat bergantung pada bahan mentah (raw material)  yang diserap. Untuk bisa memperoleh status akreditasi yang baik, sebuah  perguruan tinggi harus (1) menata sistem/pola rekrutmen dan seleksi  mahasiswa; (2) meningkatkan mutu tenaga akademik dengan memberi  kesempatan mengikuti pendidikan pascasarjana sampai tingkat doktor; (3)  menggali dan mengembangkan sumber pembiayaan alternatif melalui kerja  sama dengan badan-badan usaha swasta dalam bentuk pengembangan  riset-riset strategis; (4) menyediakan sarana dan prasarana fisik yang  memadai dan fasilitas yang mendukung, terutama perpustakaan dan  laboratorium; (5) menawarkan program-program akademik yang menarik minat  masyarakat; dan (6) memberikan pelayanan publik yang baik. 
Tahap kedua, proses transformasi adalah suatu tahapan pengolahan  input melalui suatu proses belajar-mengajar di kampus. Proses  belajar-mengajar merupakan wahana transfer pengetahuan, keahlian, dan  keterampilan. Untuk itu, perguruan tinggi harus mampu membuat suatu  desain program yang bagus, terutama menyangkut masalah input, substansi  program, dan metode implementasi program. Agar proses pembelajaran  berlangsung efektif, harus didukung pula dengan sistem pendataan yang  baik untuk memudahkan dalam melakukan analisis dan mengolah umpan-balik  di dalam proses pembelajaran.  
Perguruan tinggi juga harus mampu menciptakan iklim yang kondusif  bagi aktivitas akademik, kegiatan ilmiah, dan pelatihan-pelatihan  intelektual, yang berorientasi pada peningkatan mutu. Sebagai sebuah  lembaga ilmiah, perguruan tinggi harus menjadi wadah semacam kawah  candradimuka, tempat bagi seluruh civitas academica untuk mengembangkan  segenap potensi keilmuan, memupuk kreativitas, dan melakukan riset-riset  inovatif guna meraih prestasi akademik yang cemerlang. 
Tahap ketiga, output, merupakan produk dari serangkaian proses  akademik yang berlangsung dalam sistem pembelajaran di kampus. Kualitas  sebuah output dapat dilihat dari (i) prestasi akademik mahasiswa; (ii)  tingkat kelulusan, drop-out, dan kegagalan mahasiswa dalam menyelesaikan  studi; (iii) kesempatan memperoleh pendidikan lanjutan setelah lulus;  dan (iv) cepat-lambatnya lulusan (sarjana) mendapatkan pekerjaan  (duration of searching jobs) dan prestasi mereka selama bekerja.  
Keempat indikator kualitatif tersebut merupakan barometer standar  untuk mengukur dan menilai output proses pendidikan di sebuah perguruan  tinggi. Jika pencapaian prestasi akademik mahasiswa bagus, tingkat  keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan studi lebih tinggi  dibandingkan mahasiswa yang drop-out atau gagal, para sarjana (lulusan)  lebih cepat terserap di lapangan kerja, hal itu menandakan bahwa  kualitas output sebuah perguruan tinggi tersebut bagus. 
Ketiga tahapan di atas terjalin dalam satu lingkaran mata rantai  yang bersambung, bersifat mutualistik, saling bersinergi, dan dibingkai  dalam apa yang disebut benchmarking terutama dengan perguruan tinggi  dalam satu kawasan (PT Indonesia dengan PT Singapura, Malayisa,  Thailand, China, India). Bagi sebuah perguruan tinggi, benchmarking  merupakan hal yang amat penting untuk membangun keunggulan komparatif,  sehingga dapat bersaing di tengah kompetisi yang ketat dengan menawarkan  program yang bermutu kepada publik.  
Berdasarkan benchmarking itu, perguruan tinggi di Indonesia harus  bekerja secara optimal dengan mengembangkan seluruh potensi, energi, dan  sumber daya yang dimiliki, untuk mencapai standar mutu yang baik  sehingga memuaskan masyarakat. 
Kita semua menginsyafi bahwa pendidikan tinggi memainkan peranan  penting dan strategis dalam membangun bangsa yang maju. Pendidikan  tinggi yang bermutu merupakan modal utama untuk memasuki abad baru yang  ditandai oleh persaingan antarbangsa yang sangat ketat. Agar bisa ikut  dalam persaingan global, Indonesia harus memiliki keunggulan kompetitif  yang memadai. Keunggulan kompetitif itu hanya bisa diperoleh melalui  pendidikan tinggi yang berkualitas. Dengan demikian, membangun  pendidikan tinggi yang bermutu merupakan conditio sine qua non bagi  upaya memenangi kompetisi global.  
Oleh Amich Alhumami Penekun Kajian Pendidikan, Bekerja di Direktorat  Agama dan Bappenas
Opini Media Indonesia 05 april 2010
04 April 2010
» Home » 
Media Indonesia » Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi
Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi
Thank You!