19 Desember 2010

» Home » AnalisaDaily » Opini » Semangat Yap Thiam Hien Tetap Bergelora

Semangat Yap Thiam Hien Tetap Bergelora

Lelaki bermata sipit itu sudah 21 tahun silam meninggalkan kita semua untuk selamanya, atau tepatnya tanggal 8 April 1989.
Tetapi hingga kini perjuangannya dalam menegakkan ,keadilan dan kebenaran di negeri tercinta ini tetap dikenang orang. Lelaki itu adalah Mr.Yap Thiam Hien berdarah China dan dilahirkan di Banda Aceh 25 Mei 1913 . Sepanjang hidupnya ia mengabdikan dirinya untuk tanah air, Indonesia.
Sebagai pengacara Yap selalu berpegang teguh pada keadilan dan kebenaran serta pembela Hak Azazi Manusia. Yap bekerja tanpa pamrih, bahkan mengaku penghasilannya sebagai pengacara di zaman orde baru sangat minim. Ketika ia diberi tugas untuk menjadi pengacara Subandrio, mantan Menteri Luar Negeri merangkap wakil Perdana Menteri di era orde lama, ia tidak menerima honor satu senpun. Subandrio dituduh sebagai tokoh utama G30S/PKI. Selama persidangan yang berlanggsung alot, tiada hari tanpa caci maki dan ancaman. Namun sebagai pengacara ia tetap membela kliennya dengan penuh konsekuensi. Ama nat yang diberikan negara untuk membela seorang tokoh utama PKI, sudah pasti mengundang banyak reaksi dan kebencian publik terhadap Yap.
Pendidikannya diawali di Hollandsch Chineese Kweekschool lalu mengikuti kuliah di Fakultas Hukum. Setelah Yap menyandang gelar Mr (sekarang SH). Ia bekerja di kantor pengacara John Karwin dan Muchtar Kusumaatmaja . Majalah Tempo edisi 16 Januari 2000 menjuluki Yap sebagai advokat kepala batu, keras tapi teguh membela kebenaran Yap sempat melanjutkan pelajarannya di bidang hukum di negeri kincir angin, Belanda.
Yap Thiam Hien Award 2010
Didasari perjuangannya di bidang hukum,kebenaran dan keadilan serta menegakkan Hak Azazi Manusia, sejak tahun 1992 diberikan anugerah Yap Thiam Award (YTHA) kepada pejuang dan penegak HAM.
Untuk tahun 2010 penghargaan YTHA diberikan kepada Alm.Asmara Nababan yang pernah menjabat Sekretaris Jenderal Komisi Nasional HAM dan dikenal lantang bersuara serta keberpihakannya kepada HAM. Asmara Nababan dinilai sebagai tokoh penegak HAM tanpa mengenal kompromi. Alm Asmara Nababan dinilai memiliki konsistensi yang tinggi terhadap penegakan HAM di Indonesia. Ia selalu perduli terhadap kelompok yang kurang mendapat perhatian, seperti kasus Tanjung Priok, nasib buruh migran hingga kasus Timor Leste.
Asmara Nababan muncul setelah dewan juri menyeleksi 40 nama calon penerima YTHA 2010. Dewan juri yang melakukan seleksi terhadap calon-calon penerima YTHA adalah Makarim Wibisono (wakil tetap RI untuk PBB di Jenewa), Siti Musdah Mulia (Dosen UIN Syarif Hidayatullah) , Saparinah Sadli (Guru Besar Psikologi UI), Maruarar Siahaan (Mantan anggota MK) dan Sri Indrastuti Hadiputranto (praktisi hukum).
Todung Mulya Lubis, pengacara kondang di Indonesia, selaku ketua penyelenggara mengemukakan, bahwa Asmara Nababan layak dan pantas menerima anugerah YTHA karena sejak masuk Komnas HAM tahun 1991, ia berhasil memperbaiki kinerja Komnas HAM serta banyak melakukan hal-hal positif untuk penegakan HAM di Indonesia.
Todung Mulya Lubis juga mengatakan, bahwa YTHA 2010 adalah untuk ke 18 kalinya sejak tahun 1992. YTHA diselenggarakan oleh Indonesian Legal Roundable. YTHA terinspirasi oleh keteladanan perjuangan Yap Thiam Hien, seorang ahli hukum yang mem perjuangkan kaum minoritas. Semangat Yap tetap bergelora di tanah air.
Asmara Nababan ketika hidupnya disamping sebagai sekjen Komnas HAM, juga pernah memimpin Demos, sebuah Pusat Riset Demokrasi yang didirikannya bersama penegak HAM dan Demokrasi alm. Munir, Arif Budiman dan almarhum Th Sumartana.
Pemberian YTHA dilaksanakan baru-baru ini di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail Jalan Rasuna Said Kuningan Jakarta. YTHA diserahkan oleh ketua Penyelenggara Todung Mulya Lubis kepada isteri alm Asmara Nababan, Magdalena Sitorus, disaksikan oleh cucu Yap Thiam Hien.
2000 Pelanggaran HAM
Hanya dalam jangka waktu 10 bulan, Januari hingga Oktober 2010, Komnas HAM menerima pengaduan sedikitnya 2000 kasus pelanggaran HAM. Kasus yang terbanyak dilakukan oleh pemerintah daerah, baik pelanggaran HAM berat maupun yang berdimensi sipil, politik, serta ekonomi, sosial dan budaya.
Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim menilai hal tersebut disebabkan para penyelenggara pemerintah daerah tidak sensitif terhadap prinsip-prinsip HAM. Hingga menjelang akhir 2010, ribuan Perda diprotes masyarakat dan warga karena telah menjerat dan memperberat beban sosial dan ekonomi serta memicu munculnya kekerasan, konflik vertikal maupun horizontal di tengah masyarakat. Bahkan daerah yang paling banyak terjadi pelanggaran HAM adalah Sumatera Utara,Sulawesi Utara, Jambi dan Kepulauan Riau. Penyebabnya adalah sengketa lahan.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah, La Ode Ida mengatakan sistem desentralisasi yang ditandai dengan proses pembangunan di daerah sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dan saling terkait dengan prinsip-prinsip HAM. Juga salah satu penyebabnya karena tidak adanya pengawasan pemerintah pusat ke daerah pasca otonomi daerah.
Isteri almarhum Munir yang terbunuh di pesawat dalam penerbangan menuju Belanda 7 September 2004, Suciati, menilai genderang keadilan tidak terdengar lagi. Meskipun sudah 6 tahun lebih berlalu kematian Munir, kasusnya masih gelap gulita.
Adalah suatu keanehan kematian Munir akibat pembunuhan pertama kali terungkap bukan di Indonesia, tapi oleh hasil otopsi Pemerintah Belanda.
Catatan Panjang Pelanggaran HAM
Sejak tahun 1965 hingga saat ini Indonesia memiliki catatan panjang tentang pelanggaran HAM. Di awali dengan terbunuhnya 7 Jenderal Angkatan darat di Jakarta. Di tahun 1966 yang menonjol adalah ditutupnya sekolah-sekolah China di Indonesia. Menyusul di tahun 1967 pelarangan terhadap surat kabar berbahasa Mandarin. Di tahun 1969 yang menonjol adalah dibukanya tempat pengiriman ribuan tahanan politik ke Pulau Buru. Operasi Trisula juga terjadi di tahun 1969 di Blitar Selatan .
Di tahun 1970, Indonesia berduka karena Presiden Pertama Indonesia, Ir.Soekarno meninggal dalam tahanan Rezim Orde Baru. Juga larangan terhadap ajaran Bung Karno.
Peleburan partai-partai terjadi di tahun 1971. Di tahun 1971 juga terjadi penggusuran tanah untuk lahan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Perkosaan terhadap Sum Kuning, seorang penjual jamu di Yogya oleh sekelompok pemuda juga terjadi di tahun 1971.
Kerusuhan anti etnis China terjadi di Bandung 1973. Peristiwa Malari terjadi di tahun 1974 dan sejumlah mahasiswa ditahan karena demo anti Jepang. Pembredelan terhadap sejumlah surat kabar dan majalah terjadi di tahun ini, diantaranya surat kabar Indonesia Raya pimpinan Mochtar Lubis.
Konflik Timor Timur meletus di tahun 1975 dan menurut sumber-sumber asing 5 wartawan asing tewas secara misterius. Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf China di setiap barang atau media cetak terjadi di tahun 1978. Sebanyak 7 surat kabar dilarang terbit, termasuk Kompas.
Kerusuhan anti China meletus di Solo tahun 1980. Petisi 50 ditanda tangani juga di tahun ini. Majalah Tempo dilarang terbit selama 2 bulan tahun 1982.
Terbunuhnya orang-orang bertatoo yang dilakukan oleh penembak misterius (petrus) terjadi di tahun 1983. Ratusan orang mati ditembak tanpa diadili dan terjadi dimana-mana
Pemusnahan serta pelarangan beca beroperasi di Jakarta terjadi ti tahun 1986. Di tahun ini juga dilaksanakan eksekusi terhadap beberapa tahanan G30S/PKI. Lebih 100 orang tewas dalam kasus tanah di Lampung terjadi di tahun 1989. Aktivis buruh perempuan Marsinah terbunuh 8 Mei 1993. Majalah Tempo, Editor, dan Detik dilarang terbit di tahun 1994.
27 Juli 1996 penyerangan kantor PDI pro Megawati yang meminta banyak korban jiwa. Kerusuhan Sambas-Sangualedo meletus dimulai 30 Desember 1996.
Pembantaian terhadap mereka yang diduga dukun santet di Jawa Timur terjadi tahun 1997. Masyarakat etnis China mengalami perbuatan biadab yakni pembantaian, perkosaan, perampokan diiringi penjarahan besar-besaran terjadi bulan Mei 1998. Beberapa mahasiswa Trisakti terbunuh juga terjadi di tahun 1998. Banyak mahasiswa tewas ketika demo menentang sidang istimewa MPR.
Hingga akhir 2010, masih banyak lagi pelanggaran HAM. Pemberian YTHA hendaknya jadi pemicu para penegak hukum maupun aparat pemda untuk menghindari terjadinya pelanggaran HAM. Tidak hanya tindakan hukum yang diberlakukan terhadap pelanggar HAM, tapi juga pelanggaran hukum lainnya. Sebab BPK RI menemukan data bahwa Sumatera Utara adalah masuk peringkat pertama dalam hal korupsi. Kasus-kasus korupsi harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Jangan sampai terjadi mafia hukum terus berkembang di negeri elok ini. ***

Opini Analisa Daily