BANTUAN operasional sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan siswa SD/  SMP negeri dari biaya operasi sekolah kecuali bagi rintisan sekolah  bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).  Selain itu, untuk membebaskan siswa miskin dari seluruh pungutan dalam  bentuk apapun, termasuk meringankan beban biaya operasi sekolah swasta. 
Namun indeks besarnya bantuan tiap siswa itu dirasa kurang mencerminkan  rasa keadilan karena satuan terkecilnya tingkat kabupaten/ kota. Padahal  anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) antara sekolah yang satu  dan lainnya sangat berbeda, bergantung pada kondisi lingkungan status  tempat sekolah itu berada.  Idealnya untuk menghitung biaya satuan BOS,  satuan terkecilnya bukan kabupaten/ kota melainkan kecamatan.
BOS diberikan 12 bulan, Januari sampai Desember, penyalurannya 3 bulan  sekali, pada bukan pertama tiap periodenya. Untuk tahun 2010, penyaluran  dananya dilakukan tim manajemen BOS provinsi, langsung ke rekening  masing-masing sekolah.
Untuk tahun 2011, meski petunjuk teknisnya belum ada, sering disampaikan  dalam forum dinas bahwa pencairan BOS akan dilakukan melalui APBD  kabupaten/ kota. Ini menarik karena ada perbedaan signifikan antara pola  pencairan melalui tim manajemen BOS provinsi dan pencairan melalui APBD  kabupaten/ kota. 
Untuk pola pertama (tahun 2010), publik sudah tahu. Tetapi untuk pola  kedua, masih perlu analisis mendalam. Ketika pola kedua dipilih,  rujukannya adalah Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan  Keuangan Daerah. Penyusunan APBD 2011, diawali dengan pembuatan rencana  kerja pemerintah daerah (RKPD) yang dilaksanakan paling lambat akhir Mei  2010. RKPD berisi tentang rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas  pembanguanan dan kewajiban daerah, serta rencana kerja yang terukur dan  pendanaannya.
Setelah RKPD tuntas, bupati menyusun rancangan kebijakan umum anggaran  (KUA) yang isinya mengenai target pencapaian kinerja yang terukur dari  program-program yang akan dilaksanakan pemda, disertai proyeksi  pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan pembiayaan yang  disertai pula dengan asumsi yang mendasarinya. 
Setelah rancangan itu disepakati menjadi KUA oleh tim anggaran  pemerintah daerah (TAPD) dan panitia anggaran DPRD paling lambat minggu  pertama Juli 2010 maka pemda menyusun prioritas dan plafon anggaran  sementara (PPAS) yang harus disepakati oleh TAPD dan panggar DPRD  menjadi PPA maksimal akhir Juli 2010. 
Penetapan KUA-PPA diikuti dengan penyusunan rencana kegiatan dan  anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA-SKPD). RKA-SKPD yang sudah  final, menjadi bahan penyusunan raperda APBD dan raperbup tentang  penjabaran APBD. Raperda dan raperbup ini harus ditetapkan menjadi perda  dan perbup paling lambat 31 Desember 2010. 
Menunggu Cair
Dari gambaran itu kita tahu bahwa penyusunan APBD sudah dimulai sejak  Mei tahun sebelumnya, sedangkan penetapan APBD paling lambat 31  Desember. Dengan demikian, saat memasuki bulan Januari semua kegiatan  sudah dapat dibiayai APBD. 
Lalu bagaimana dengan rencana pemerintah mencairkan BOS melalui APBD?  Tampaknya untuk tahun anggaran 2011, hal itu sulit dilakukan. Apabila  dipaksakan, bisa timbul masalah serius. Sampai hari ini hampir semua  kabupaten/ kota sudah menyelesaikan penyusunan KUA-PPA dan RKA-SKPD.  Tetapi tidak satupun dari mereka mencantumkan program BOS dan  pendanaannya karena Kemendiknas belum menerbitkan juknis BOS tahun 2011.  
Padahal jika tidak tercantum dalam KUA-PPA atau RKA-SKPD maka program  tersebut tidak mungkin bisa dilaksanakan. Bisakah program BOS masuk  dalam perubahan APBD? Ini masalahnya karena perubahan APBD biasanya  dilaksanakan pada September, sedangkan aktivitas sekolah dimulai  Januari. 
Padahal pada sisi yang lain BOS juga menjadi satu-satunya harapan  sekolah dalam mendukung kegiatan belajar mengajar. Kita tidak bisa  membayangkan yang akan terjadi, jika aliran listrik, air, dan saluran  telepon diputus akibat keterlambatan pembayaran oleh pihak sekolah yang  menunggu cairnya BOS sampai bulan September. 
Kalau pemerintah tetap berniat menyalurkan lewat APBD maka Kemendiknas  harus melakukan sinkronisasi dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 agar  ada  harmonisasi program antarlembaga negara. (10)
— Drs Adi Prasetyo SH MPd, Ketua PGRI Kabupaten Semarang
Wacana Suara Merdeka 20 Desember 2010