16 Desember 2010

» Home » AnalisaDaily » Opini » Wikileaks Semakin Berkiprah?

Wikileaks Semakin Berkiprah?

Oleh : Andri E. Tarigan
Dunia beberapa saat terakhir dihebohkan oleh aktivitas Wikileaks yang dengan berani membocorkan sejumlah dokumen penting negara yang bersifat rahasia.
Aktivitas Wikileaks mulai populer setelah membocorkan beberapa dokumen diplomasi rahasia milik Amerika Serikat. Tiga dari dokumen rahasia Amerika Serikat yang dirilis menyangkut nama Indonesia. Dokumen tersebut antara lain berisi tentang pemilu 2004 dan insiden Timor-timur.
Insiden pembocoran dokumen rahasia ini menarik perhatian banyak orang karena dinilai mampu membuka mata masyarakat terhadap peta perpolitikan dunia internasional. Semakin subur pula anggapan-anggapan bahwa negara besar Amerika Serikat merupakan negara yang secara laten mengintervensi kebijakan-kebijakan di negara berkembang. Dan seiring dengan insiden tersebut, Wikileaks muncul menjadi situs yang populer dan memiliki banyak pendukung kendati berpotensi mengacaukan stabilitas internasional.
Dukungan tersebut dapat terlihat jelas perkembangannya di situs jejaring sosial facebook dimana tergabung lebih dari sejuta orang yang mendukung Wikileaks. Dukungan terhadap Wikileaks meningkat jumlahnya secara signifikan setelah Julian Assange, pendiri Wikileaks, ditahan oleh kepolisian London. Pendukung tersebut berasal hampir dari seluruh negara, dan dari semua pendukung itu, yang paling radikal berasal dari kelompok hacker dunia. Kelompok inilah yang saat ini tengah memicu perang dunia maya sebagai bentuk dukungan dan pembelaan mereka terhadap Wikileaks.
Dukungan ini bertolak belakang dengan Amerika Serikat yang mengecam keras Wikileaks. Wikileaks yang sebelumnya menggunakan amazon.com sebagai tempat untuk menyimpan data, kini diminta oleh pemerintah Amerika Serikat agar meninggalkan amazon.com. Permintaan tersebut disusul dengan pemutusan kerjasama dengan Wikileaks oleh beberapa perusahaan seperti perusahaan mastercard, visa, dan paypal. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan tersebut sepertinya tak mampu memadamkan kiprah Wikileaks. Fakta yang ada menunjukkan bahwa Wikileaks dan para pendukungnya semakin lebar mengepakkan sayapnya.
Hal itu terlihat jelas dari aksi para pendukung Wikileaks yang merupakan kelompok hacktivist. Mereka gencar melakukan berbagai serangan online terhadap perusahaan yang memutus kerjasama dengan Wikileaks. Serangan yang mereka namakan Operation Payback atau operasi balas dendam ini dilakukan dengan cara mengacaukan server dari situs perusahaan. Situs-situs perusahaan yang dikacaukan tersebut, diantaranya adalah mastercard, visa, dan juga sebuah bank di Swiss. Contoh kekacauannya adalah masalah-masalah teknis seperti verifikasi pembayaran online dan pengerusakan sistem kode pengamanan.
Wikileaks sendiri memperpanjang nyawanya dengan mencari tempat baru setelah terusir dari AS. Server Wikileaks kini dipindahkan ke pusat data bahnof yang berada di sebuah bunker di Stockholm, ibukota Swedia. Pusat data ini memiliki pengamanan fisik yang sangat ketat karena dibuat dengan perlindungan batu cadas dan beton. Dari benteng barunya ini, Wikileaks kembali melancarkan serangannya terhadap dunia informasi internasional.
Pada Jumat 10 Desember lalu, server ini mulai merilis serangkaian data diplomasi AS mengenai laporan duta besar AS di Kairo. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa kedubes AS memprediksikan kemenangan presiden Mesir saat ini, Hosni Mubarak, pada pemilu 2011 mendatang sehingga memperpanjang masa kekuasaannya. Publikasi inilah yang menjadi tanda awal masih membaranya kiprah Wikileaks paska pengusiran dari perusahaan-perusahaan seperti mastercard, visa, dan paypal.
Wikileaks juga saat ini semakin kuat dalam perang dunia maya yang dipicunya karena pihak penyedia jasa di Swedia menyatakan siap untuk melindungi Wikileaks dari serangan-serangan yang datang baik dari dunia maya maupun dari dunia nyata. Keberadaan Wikileaks kini menjadi oposisi kuat yang berpotensi mengancam eksistensi Amerika Serikat sebagai negara superpower di mata dunia. Tak tertutup pula kemungkinan pembocoran dokumen rahasia ditimpakan ke negara selain Amerika Serikat. Dan apabila tidak dibuat kebijakan internasional yang tepat dalam menanggulangi ini, besar kemungkinan kubu Wikileaks dan para hacktivist memunculkan kekacauan di sistem komputerisasi global secara menyeluruh.
Wikileaks dan Indonesia
Meskipun nama Indonesia disebut-sebut dalam dokumen yang dirilis oleh Wikileaks, pembocoran informasi rahasia tersebut tidak mengganggu kepentingan nasional Indonesia. Marty Natalegawa, mentri luar negeri, mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus mengikuti kasus itu untuk memastikan tidak ada dampak negatifnya terhadap kepentingan nasional Indonesia. Walaupun begitu, Marty mengakui bahwa insiden pembocoran tersebut berpotensi membawa dampak bagi profesi diplomasi. Bocoran dokumen Wikileaks sebenarnya sangat menarik untuk dikaji oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan analisa untuk mengetahui seperti apa sebenarnya wujud dari kerjasama Indonesia-AS terutama dalam kerjasama-kerjasama besar seperti PT. Freeport, yang selama ini cukup menarik kegelisahan banyak orang.
Wujud lain dari kiprah Wikileaks di Indonesia adalah beredarnya di internet sebuah situs baru yang terinspirasi dari keberadaan Wikileaks. Nama situs yang lebih tepat disebut Wikileaks versi Indonesia tersebut adalah www. indoleaks.org. Situs ini menyajikan berbagai dokumen rahasia negara seperti hasil investigasi kasus Munir dan lumpur Lapindo. Situs tersebut memiliki moto sebab informasi adalah hak asasi. Didaftarkan oleh PT Ardh Global Indonesia domain Moergestel Belanda dan hosting di Amerika Serikat. Tidak ada identitas yang jelas tentang pemiliknya, tetapi pakar teknologi informatika menyatakan bahwa situs tersebut bukan milik perusahaan tetapi milik perorangan.
Baik di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya, Wikileaks datang sebagai pemberi informasi yang baik tapi juga sebagai penghancur stabilitas dan keamanan. Data yang disajikanpun sebenarnya belum tentu benar dan akurat. Akan tetapi, dengan adanya pembagian informasi penting tersebut, masyarakat diharapkan mampu lebih kritis terhadap sistem yang ada karena hampir semua kebijakan politik memiliki kepentingan laten dan agenda rahasia yang biasanya menjadikan masyarakat kelas bawah sebagai korban. Alangkah baik jika informasi tersebut diterima lalu disaring dengan dialektika yang tajam tapi membangun sehingga masyarakat lebih bijak dalam menyikapinya. ***
Penulis adalah mahasiswa Ilmu Sejarah USU dan anggota KDAS (Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial)
Opini Analisa Daily 16 Desember 2010