REMUNERASI di Kementerian Keuangan gagal mengeliminasi konspirasi pencuri pajak negara. Kalau dimunculkan pertanyaan mengapa Sri Mulyani Indrawati harus keluar dari kabinet? Jawabnya: konspirasi pencuri pajak. Pada era kepemimpinannya, sebagian kekuasaan dan kewenangan di Ditjen Pajak dikuasai sekumpulan orang yang membentuk konspirasi untuk mencuri pajak.
Gayus Tambunan adalah pion pemeran pembantu yang menjadi korban kemarahan masyarakat. Masalah yang harus dipertanggungjawabkan Sri Mulyani tidak hanya skandal Bank Century, tetapi juga kejahatan bekas anak buahnya di Ditjen Pajak. Dalam tulisan terdahulu, saya menggambarkan kasus Gayus itu sebagai buah kejahatan dari sebuah konspirasi.
Saat menggelapkan pajak, Gayus berpangkat PNS golongan III A. Dia sudah menikmati kenaikan gaji besar dari program remuneras. Hanya orang yang berpura-pura bodoh yang percaya Gayus beraksi sendiri. Banyak faktor teknis yang mengharuskan dia berkoordinasi dan berkonsultasi dengan rekan dan atasannya.
Kalau mekanisme itu menghasilkan penggelapan pajak negara, bukankah itu konspirasi dari para oknum yang penghasilannya sudah didongkrak lewat program remunerasi?
Sebagian klien pegawai Ditjen Pajak sudah diidentifikasi oleh penyidik Polri. Diperoleh data bahwa 149 perusahaan pernah ditangani Gayus secara kolektif. ”Dia (Gayus) menolak disalahkan sendiri.
Ada rekan-rekan dan atasannya,” kata seorang anggota Tim Penyidik Independen Mabes Polri.
Dari awal hingga pertengahan 2007, Gayus bertugas di Subdirektorat Bidang Keberatan Pajak, lalu dimutasi ke Subdirektorat Banding hingga kasusnya terungkap.
Direktorat Kepatuhan Internal Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Ditjen Pajak mencatat bahwa saat berperkara dengan wajib pajak (WP) di pengadilan, Gayus memenangi penolakan Ditjen Pajak atas keberatan WP. Dari 17 proses keberatan pajak yang ditangani Gayus, 15 kasus ditolak pengadilan, yang artinya negara menang.
Sebaliknya, ketika Gayus menangani kasus banding pertengahan 2007-awal 2010, Ditjen Pajak (negara) lebih sering kalah. Sebanyak 40 dari 51 kasus banding dikabulkan oleh pengadilan. Artinya, 40 kali Ditjen Pajak (negara) kalah. Selain itu, ada 104 perusahaan atau WP yang tidak ditangani proses bandingnya, tetapi namanya tercantum dalam surat tugas.
Ada Konspirasi Kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH), Gayus pun mengaku ada 10 pejabat di kantornya terlibat. Dia juga mengakui perannya sebagai makelar kasus pajak dan tidak sendirian. Ada aktor WP dan pengadilan pajak. Artinya, kepada Satgas PMH, Gayus menginformasikan bahwa di Ditjen Pajak itu ada konspirasi atau mafia penggelapan pajak.
Jangan lupa juga menghitung berapa kerugian negara dari semua kasus rekayasa restitusi pajak. Rakyat belum pernah mendapatkan kalkulasi yang transparan tentang kerugian negara sebenarnya dari cukai akibat oknum aparat Bea dan Cukai meloloskan barang impor selundupan? Padahal Sri Mulyani sudah menghabiskan triliunan rupiah per tahun untuk program remunerasi, dan hanya itulah imbalan yang diberikan lewat kinerja Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai?
Pertanyaan sentimentil ‘’Mengapa Sri Mulyani?’’ dari kelompok sok liberalis pencari proyek adalah upaya pendukungnya untuk menggambarkan mantan menkeu itu sebagai superhero seputih kapas yang dizalimi. Kini Fraksi Partai Golkar di DPR mendesak KPK segera menindaklanjuti temuan BPK tentang pelanggaran prosedur pemanfaatan anggaran yang digunakan untuk merenovasi rumah kediaman resmi Menkeu pada 2009.
Anggaran Rp 1,32 miliar untuk membiayai renovasi rumah Menkeu, yang saat itu dijabat Si Mulyani, diambil dari pos Dana Taktis Operasional Kemenkeu. Proyek renovasi itupun tidak mengikuti persyaratan tentang tender. Penggunaan dana dari pos itu untuk renovasi rumah tidak dapat dibenarkan karena melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.06/2006.
Dalam auditnya, BPK juga menemukan sejumlah ketidakpatutan menyangkut Sri Mulyani. Misalnya pengunaan dana Depkeu untuk biaya les piano anaknya, biaya perjalanan suaminya ke luar negeri.
BPK juga menilai, klaim Sri untuk pakaian dinasnya sangat besar. Tak luput dari sorotan adalah pembayaran konsultan public relations Wimar Witoelar, yang Rp 4 miliar. Temuan BPK lainnya dalam pemeriksaan tahun 2009 adalah penyalahgunaan anggaran Rp 6,691 miliar untuk biaya pemberesan kasus Bank Century. (10)
— Bambang Soesatyo, anggota Badan Anggaran DPR/ Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Gayus Tambunan adalah pion pemeran pembantu yang menjadi korban kemarahan masyarakat. Masalah yang harus dipertanggungjawabkan Sri Mulyani tidak hanya skandal Bank Century, tetapi juga kejahatan bekas anak buahnya di Ditjen Pajak. Dalam tulisan terdahulu, saya menggambarkan kasus Gayus itu sebagai buah kejahatan dari sebuah konspirasi.
Saat menggelapkan pajak, Gayus berpangkat PNS golongan III A. Dia sudah menikmati kenaikan gaji besar dari program remuneras. Hanya orang yang berpura-pura bodoh yang percaya Gayus beraksi sendiri. Banyak faktor teknis yang mengharuskan dia berkoordinasi dan berkonsultasi dengan rekan dan atasannya.
Kalau mekanisme itu menghasilkan penggelapan pajak negara, bukankah itu konspirasi dari para oknum yang penghasilannya sudah didongkrak lewat program remunerasi?
Sebagian klien pegawai Ditjen Pajak sudah diidentifikasi oleh penyidik Polri. Diperoleh data bahwa 149 perusahaan pernah ditangani Gayus secara kolektif. ”Dia (Gayus) menolak disalahkan sendiri.
Ada rekan-rekan dan atasannya,” kata seorang anggota Tim Penyidik Independen Mabes Polri.
Dari awal hingga pertengahan 2007, Gayus bertugas di Subdirektorat Bidang Keberatan Pajak, lalu dimutasi ke Subdirektorat Banding hingga kasusnya terungkap.
Direktorat Kepatuhan Internal Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Ditjen Pajak mencatat bahwa saat berperkara dengan wajib pajak (WP) di pengadilan, Gayus memenangi penolakan Ditjen Pajak atas keberatan WP. Dari 17 proses keberatan pajak yang ditangani Gayus, 15 kasus ditolak pengadilan, yang artinya negara menang.
Sebaliknya, ketika Gayus menangani kasus banding pertengahan 2007-awal 2010, Ditjen Pajak (negara) lebih sering kalah. Sebanyak 40 dari 51 kasus banding dikabulkan oleh pengadilan. Artinya, 40 kali Ditjen Pajak (negara) kalah. Selain itu, ada 104 perusahaan atau WP yang tidak ditangani proses bandingnya, tetapi namanya tercantum dalam surat tugas.
Ada Konspirasi Kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH), Gayus pun mengaku ada 10 pejabat di kantornya terlibat. Dia juga mengakui perannya sebagai makelar kasus pajak dan tidak sendirian. Ada aktor WP dan pengadilan pajak. Artinya, kepada Satgas PMH, Gayus menginformasikan bahwa di Ditjen Pajak itu ada konspirasi atau mafia penggelapan pajak.
Jangan lupa juga menghitung berapa kerugian negara dari semua kasus rekayasa restitusi pajak. Rakyat belum pernah mendapatkan kalkulasi yang transparan tentang kerugian negara sebenarnya dari cukai akibat oknum aparat Bea dan Cukai meloloskan barang impor selundupan? Padahal Sri Mulyani sudah menghabiskan triliunan rupiah per tahun untuk program remunerasi, dan hanya itulah imbalan yang diberikan lewat kinerja Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai?
Pertanyaan sentimentil ‘’Mengapa Sri Mulyani?’’ dari kelompok sok liberalis pencari proyek adalah upaya pendukungnya untuk menggambarkan mantan menkeu itu sebagai superhero seputih kapas yang dizalimi. Kini Fraksi Partai Golkar di DPR mendesak KPK segera menindaklanjuti temuan BPK tentang pelanggaran prosedur pemanfaatan anggaran yang digunakan untuk merenovasi rumah kediaman resmi Menkeu pada 2009.
Anggaran Rp 1,32 miliar untuk membiayai renovasi rumah Menkeu, yang saat itu dijabat Si Mulyani, diambil dari pos Dana Taktis Operasional Kemenkeu. Proyek renovasi itupun tidak mengikuti persyaratan tentang tender. Penggunaan dana dari pos itu untuk renovasi rumah tidak dapat dibenarkan karena melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.06/2006.
Dalam auditnya, BPK juga menemukan sejumlah ketidakpatutan menyangkut Sri Mulyani. Misalnya pengunaan dana Depkeu untuk biaya les piano anaknya, biaya perjalanan suaminya ke luar negeri.
BPK juga menilai, klaim Sri untuk pakaian dinasnya sangat besar. Tak luput dari sorotan adalah pembayaran konsultan public relations Wimar Witoelar, yang Rp 4 miliar. Temuan BPK lainnya dalam pemeriksaan tahun 2009 adalah penyalahgunaan anggaran Rp 6,691 miliar untuk biaya pemberesan kasus Bank Century. (10)
— Bambang Soesatyo, anggota Badan Anggaran DPR/ Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Wacana Suara Merdeka 14 Desember 2010