Oleh Erni R. Ernawan
Paradigma pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dewasa ini mengalami pergeseran posisi yang sangat signifikan dengan harapan, tuntutan, dan keadaan. Hal itu dapat dilihat dari penempatan prioritas dan porsi lingkungan hidup dalam isu global di papan atas problematika dunia. Dimensi lingkungan akhir-akhir ini mengalami sorotan yang tajam dari berbagai media, akademisi, praktisi lingkungan mulai tingkat internasional, nasional, maupun lokal. Ini menjadi isu yang mutakhir dan banyak diperbincangkan oleh berbagai pihak, utamanya para pemerhati lingkungan.
Kebijakan yang sedang populer dan menjadi agenda kebijakan pemerintah, utamanya Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kementerian Agama serta didukung berbagai kementerian lainnya adalah mengajak warga pondok pesantren mengaplikasikan proses belajar-mengajar dan berpartisipasi melestarikan lingkungan hidup yang islami di pondok pesantren dan sekitarnya berdasarkan Alquran dan Assunnah.
Program eco-pesantren sebagai model pendidikan lingkungan hidup di lingkungan pondok pesantren ternyata menarik perhatian para ulama, ilmuan, pimpinan organisasi Muslim di berbagai negara. Di Indonesia, program eco-pesantren digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan dilaksanakan bersama-sama dengan Kementerian Agama diluncurkan pada tanggal 5 dan 6 Maret 2008 di Asrama Haji Pondok Gede. Perkembangannya memang sangat pesat sehingga pondok pesantren di sejumlah daerah telah menerapkan program ini. Eco-pesantren memang salah satu bentuk pendidikan lingkungan hidup khas Indonesia berbasis pondok pesantren sejak diperkenalkan pertama kali pada pertemuan "Muslim Seven Year Action Plan for Climate Change" di Istambul, Turki, awal Juni 2009
Secara etimologi bahasa kata eco-pesantren berasal dari kata eco yang diambil dari kata (ecology) yang erat kaitannya dengan lingkungan hidup sedangkan pesantren adalah institusi pendidikan khas di Indonesia yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman.
Sesuai dengan Direktori Departemen Agama bahwa 17.000 pondok pesantren sangat potensial untuk menjadi mitra dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pondok pesantren mengakar di masyarakat, ada kiai, wali santri/pengasuh, santri yang menjadi panutan masyarakat.
Guru Besar Agama dari Bucknel University, Mary Evlyn Tucker mengatakan, "Sains dan teknologi memang diperlukan, tetapi itu saja tidak cukup. Kita memerlukan agama untuk terlibat dalam mencari solusi keluar dari krisis lingkungan. Mengingat gejala yang dilakukan manusia terhadap alam, kita tiba pada fase kepunahan keenam, yaitu manusia berperan dalam ikut menghancurkan dan mengubur peradabannya di Planet Bumi dengan kekuasaan dan arogansi yang mereka lakukan. Umat manusia dan peradabannya, terancam punah pula". Menurut dia, agama mempunyai lima resep dasar untuk menyelamatkan lingkungan (5 R). Pertama, referensi atau keyakinan yang dapat diperoleh dari teks (kitab-kitab suci) dan kepercayaan yang mereka miliki masing-masing. Kedua, respek, penghargaan kepada semua makhluk hidup yang diajarkan oleh agama sebagai makhluk Tuhan. Ketiga, restrain, kemampuan untuk mengelola dan mengontrol sesuatu supaya penggunaannya tidak mubazir. Keempat, redistribution, kemampuan untuk menyebarkan kekayaan, kegembiraan, dan kebersamaan melalui langkah dermawan, misalnya zakat dan infak dalam Islam. Kelima, responsibility, sikap bertanggung jawab dalam merawat kondisi lingkungan dan alam.
Pendapat tersebut sangat sejalan dengan konsep eco-pesantren. Oleh karena itulah, melalui Program eco-pesantren ini diharapkan selain dapat menggugah kesadaran umat Muslim untuk lebih memahami dan peduli terhadap kondisi lingkungannya, juga dapat melakukan penggalian dan pengkajian secara komprehensif tentang konsep Islam yang berkaitan dengan lingkungan serta implementasi dan revitalisasinya. Dengan demikian, menjadikan pondok pesantren sebagai pusat pembelajaran lingkungan bagi masyarakat.
Prinsip-prinsip etika lingkungan, yaitu sikap hormat terhadap alam, tanggung jawab, solidaritas kosmis, kasih sayang dan kepedulian, no harm, hidup sederhana dan selaras dengan alam, keadilan, demokrasi, integritas moral. Sementara norma dasar program eco-pesantren meliputi kemaslahatan, kebersamaan, keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, kelestarian lingkungan. Tampak jelas ada hubungan antara prinsip-prinsip etika lingkungan dengan norma dasar program eco-pesantren.
Pesantren adalah gambaran riil simpul kekuatan umat Islam di Indonesia. Pendekatannya diharapkan dapat menjadi salah satu penjuru kegiatan ramah lingkungan. Eco-pesantren menjadikan pesantren sebagai simpul penyadaran hidup berwawasan lingkungan di tengah masyarakat.
Prinsip-prinsip etika lingkungan dan norma dasar program eco-pesantren perlu diupayakan dan diimplementasikan dalam kehidupan manusia. Prinsip-prinsip etika lingkungan mudah diaplikasikan di pesantren karena membudayakan etika lingkungan itu harus top down, sehingga kepemimpinan dari pimpinan pesantren dapat dijadikan panutan dalam memelihara lingkungan.
Begitu pentingnya kelestarian alam hingga banyak disebutkan dalam Alquran membuktikan bahwa sebenarnya ada ikatan spiritual yang sangat kuat umat Muslim dengan konsepsi alam yang diciptakan Allah SWT. Subhanallah!!!***
Penulis, pemerhati lingkungan.
Opini Pikiran Rakyat 7 Januari 2011