Oleh DJOKO SUBINARTO
"Hati-hati dengan pikiranmu, karena pikiran itu akan menjadi perkataanmu.
Hati-hati dengan perkataanmu, karena perkataan itu akan menjadi tindakanmu.
Hati-hati dengan tindakanmu, karena tindakan itu akan menjadi kebiasaanmu.
Hati-hati dengan kebiasaanmu, karena kebiasaan itu akan menjadi karaktermu.
Hati-hati dengan karaktermu, karena karakter itu akan menentukan nasibmu kemudian."
Heraclitus
Hati-hati dengan perkataanmu, karena perkataan itu akan menjadi tindakanmu.
Hati-hati dengan tindakanmu, karena tindakan itu akan menjadi kebiasaanmu.
Hati-hati dengan kebiasaanmu, karena kebiasaan itu akan menjadi karaktermu.
Hati-hati dengan karaktermu, karena karakter itu akan menentukan nasibmu kemudian."
Heraclitus
ITULAH yang dikatakan Heraclitus, filsuf Yunani, sekitar dua setengah abad silam. Yang perlu digarisbawahi adalah bagian yang mengaitkan aspek karakter dengan nasib di masa depan. Heraclitus dengan gamblang menempatkan karakter sebagai aspek penting yang akan menentukan nasib seseorang di masa depan. Dalam lingkup yang lebih luas, bisa jadi karakter akan ikut pula menentukan nasib suatu masyarakat, akan ikut menentukan nasib suatu bangsa. Artinya, baik buruknya kehidupan suatu masyarakat, baik buruknya kehidupan suatu bangsa, akan ditentukan karakternya.
Dalam konteks ini, Cicero, filsuf Romawi yang hidup dari tahun 106-43 SM, pernah mengatakan, kemakmuran dan kejayaan suatu bangsa terletak pada karakter masyarakatnya. Itu artinya, karakter memainkan peran sentral bagi maju mundurnya suatu masyarakat, maju mundurnya satu bangsa.
Dalam ceramahnya di Universitas Harvard, Ralp Waldo Emerson, penulis dan tokoh gerakan transendentalis di abad ke-19, dengan sangat tegas mengatakan, karakter jauh lebih tinggi nilainya daripada kepandaian. Ini agaknya sejalan dengan pepatah kuno Inggris, "sejumput karakter jauh lebih bernilai daripada setumpuk kepandaian".
Beberapa kalangan mendefinisikan karakter sebagai kualitas dalam diri seseorang dengan sifat stabil yang menentukan perilakunya dalam menghadapi berbagai situasi. Dengan demikian, karakter yang kita miliki bakal menunjukkan siapa diri kita sesungguhnya. Karakter kita bukan hanya yang kita tunjukkan di depan orang lain, tetapi juga yang kita tunjukkan tatkala tidak ada satu pun orang di sekitar kita.
Sebagian orang mungkin dianugerahi bakat luar biasa, otak yang jenius, serta pendidikan yang tinggi, tetapi yang membuat mereka paling bersinar adalah karakter yang dimilikinya.
Meminjam teori peran, secara garis besar, karakter terbagi dua, yaitu karakter baik dan karakter buruk. Dalam kehidupan nyata, karakter yang harus kita pelihara dan kembangkan tentu saja adalah karakter yang baik.
Menurut Michael Josephson (1995), sedikitnya ada enam pokok karakter yang idealnya dimiliki oleh individu. Keenam pokok karakter itu adalah sebagai berikut.
Pertama, kepercayaan. Ini meliputi sikap dapat dipercaya, tidak curang, tidak mencuri, memiliki keberanian menyatakan kebenaran, setia terhadap keluarga, teman, serta negara.
Kedua, penghargaan. Aspek ini mencakup toleran terhadap perbedaan, santun dalam bahasa ataupun tindakan, mampu memahami perasaan orang lain, tidak menjadi ancaman atau melukai orang lain, serta mampu mengelola amarah dan pertentangan.
Ketiga, tanggung jawab. Meliputi sikap patuh atas kewajiban, tekun, tidak pernah putus asa, gigih, disiplin, mampu melakukan pertimbangan sebelum mengambil keputusan, berani bertanggung jawab atas setiap tindakan.
Keempat, keadilan. Aspek ini meliputi mematuhi aturan, mau berbagi, siap mendengar orang lain, tidak memanfaatkan kelemahan orang lain untuk kepentingan sendiri, tidak suka menimpakan kesalahan kepada orang lain.
Kelima, perhatian. Aspek ini meliputi selalu berbaik hati, menunjukkan kasih sayang, suka bersyukur, selalu mau memaafkan, selalu siap membantu orang lain.
Keenam, kepekaan lingkungan. Ini mencakup usaha membuat lingkungan menjadi lebih baik, mampu bekerja sama, mematuhi hukum dan undang-undang, menjadi tetangga yang baik, melindungi lingkungan.
Bahan pertanyaan
Jika memperhatikan berbagai fenomena di sekeliling kita, tentulah kita akan mendapati banyak orang terlibat dalam berbagai aktivitas dan perilaku di mana aktivitas dan perilaku mereka mungkin layak menjadi bahan pertanyaan.
Maksudnya begini, mereka menunjukkan perilaku dan aneka aktivitas yang bertujuan untuk meraih sejumlah keberhasilan--baik materi maupun nonmateri-- dalam kehidupan mereka. Namun, meski mereka akhirnya meraih apa yang diimpikan dan menggapai segala yang dicita-citakan, di satu sisi mereka malah kehilangan penghargaan dari orang-orang sekitar. Kenapa? Karena mereka telah melupakan karakter.
Menurut Kevin Sinclair, yang mengelola situs pengembangan diri personal-growth.com, jika kita ingin menggapai keberhasilan dengan melupakan karakter, mungkin saja kita akan meraih keberhasilan itu. Akan tetapi, di sisi lain, bisa jadi kita tidak bakal mendapat kebahagiaan dan dirundung kehampaan.
Bagaimanapun, kita tidak hidup dalam pulau terpencil. Di sekeliling kita ada orang lain. Keberhasilan kita tidak akan pernah lepas dari keberhasilan hubungan yang kita bangun dengan orang lain. Buat apa diri kita berhasil jika orang-orang di sekitar malah mencemooh dan menistakan kita.
Sesungguhnya, banyak contoh lain di seputar kita bagaimana orang-orang berbakat, pintar, dan bependidikan tinggi berhasil maju ke depan meraih impian-impian tertinggi mereka, tetapi akhirnya harus jatuh tersungkur akibat lalai dengan karakter yang seharusnya mereka bangun dan mereka jaga.***
Penulis, alumnus Universitas Pajadjaran Bandung.
Opini Pikiran Rakyat 6 Januari 2011