Oleh Agus Salim Mansyur
Aksi simpatik jajaran Polda Jabar yang menggagas pembubaran kelompok-kelompok geng motor atau berandal bermotor patut mendapat acungan jempol. Hal itu merupakan fakta telah berubahnya mindset jajaran kepolisian dalam menangani gangguan kamtibmas. Konsepsi ideal sebagai pengayom dan pelindung masyarakat telah diaktualisasikan dengan manis oleh jajaran Polda Jabar.
Namun, dengan seremonial pembubaran sejumlah kelompok berandal bermotor dari mulai tingkat kabupaten/kota sampai provinsi, bukan jaminan mereka untuk tidak berulah lagi. Kebanyakan anggota berandal bermotor adalah remaja-remaja yang energik, aktif, dan penuh vitalitas. Selama ini, mereka berulah dengan melakukan tindakan kekerasan hanya sebagai pelarian dalam kerangka aktualisasi diri; menyalurkan energi. Oleh karena itu, pascapembubaran harus ada upaya pembinaan yang nyata untuk menyalurkan energi mereka pada kegiatan yang positif. Janji gubernur, wali kota, bupati, dan sejumlah pejabat lainnya harus segera direalisasikan
Berbicara pembinaan tentu tidak sekadar dalam konsepsi simbolik, dengan pembubaran saja. Pembinaan terhadap anggota berandal bermotor dapat disetarakan dengan pembinaan terhadap remaja karena memang notabene usia mereka pada usia remaja.
Upaya pembinaan dalam konteks nyaris sepadan dengan pendidikan terhadap remaja sangat penting karena remaja sebagai anak yang ada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa. Pada masa remaja inilah biasanya terjadi percepatan pertumbuhan, baik fisik maupun psikis, baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, dan cara berpikir dan bertindak, mereka bukan lagi anak-anak.
Masa remaja merupakan masa transisi dan kelanjutan dari masa anak-anak dalam menuju tingkat kematangan sebagai persiapan untuk mencapai kedewasaan. Ini berarti kemajuan perkembangan yang dicapai dalam masa remaja merupakan bekal keberhasilan generasi muda di masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan berbagai perubahan dalam aspek-aspek fisik, mental, spiritual, intelektual, dan sosial. Baik buruknya sikap dan tingkah laku seseorang di masa dewasa, sangat banyak ditentukan pengalaman masa remaja. Inilah yang memperkuat perlunya pembinaan terhadap remaja.
Di sisi lain, remaja (generasi muda) adalah generasi yang memiliki sejumlah potensi yang patut dikembangkan melalui partisipasi mereka dalam kegiatan pembangunan nasional. Remaja mempunyai karakteristik antara lain pertumbuhan fisik yang cepat dan matang, berjiwa dinamis, prospektif, berwawasan ke depan, optimis, mandiri, kreatif, kooperatif, hasrat ingin tahun, berpenalaran logis, dan pragmatis. Ciri-ciri tersebut merupakan potensi yang sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan zaman.
Berdasarkan kajian kepustakaan yang dilakukan Moh. Surya (1997), diidentifikasikan bahwa berbagai masalah dan gejolak yang terjadi pada remaja dewasa ini sumber utamanya adalah pada kualitas keberdayaan setiap individu dalam menghadapi tantangan dan pergeseran pola-pola kehidupan globalisasi. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kualitas keagamaan sebagai kendali diri yang paling fundamental.
Berkaitan dengan itu, Al-Jisr (1996) berpendapat, yang utama perlu ditanamkan pada generasi muda (remaja) adalah akidah yang kokoh bahwa manusia ada yang mengatur, yakni Allah SWT. Selanjutnya, pembinaan harus dilakukan dengan pendekatan yang disesuaikan dengan watak umumnya, penjelasan bahwa manusia itu makhluk yang lemah; selalu perlu pertolongan orang lain, pembukaan hati dan nurani mereka pada pengetahuan nikmat Allah yang berlimpah, dan penjelasan perilaku yang lurus berdasarkan pedoman Alquran.
Dalam era globalisasi, manusia Indonesia yang dibutuhkan adalah manusia yang berkualitas, yakni manusia yang memiliki karakteristik mental, berorientasi terhadap pandangan hidup yang bersifat positif dan aktif serta wajib menentukan dirinya sendiri. Berangkat dari hal tersebut, bagaimanapun situasi dan kondisinya dan apa pun eksesnya, pembinaan terhadap remaja "mantan" anggota berandal bermotor tetap sangat diperlukan dan harus dilakukan secara berkesinambungan.
Oleh karena itu, upaya pembubaran kelompok berandalan bermotor memang baik, tetapi alangkah lebih baik lagi jika dilanjutkan dengan upaya pembinaan yang lebih nyata, misalnya, penyediaan sarana penyaluran hobi yang lebih positif, terarah, dan memacu prestasi, penyediaan lapangan kerja (bagi yang belum bekerja) agar kreativitas mereka tersalurkan, kebutuhan mereka pun terpenuhi, dan yang tidak kalah pentingnya penyediaan wahana silaturahmi yang positif dengan melibatkan para ulama, sesepuh, tokoh, dalam kerangka mengasah moral dan intelektual mereka.***
Penulis, Dekan Fakultas Adab & Humaniora, serta Guru Besar dan dosen Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Opini Pikiran Rakyat 7 Januari 2010