Oleh : Janpatar Simamora
Siklus pergantian waktu kembali berlalu. Hampir tidak terasa tahun 2010 sudah berlalu dan kini wajah baru di tahun 2011 telah hadir.
Banyak pihak dengan berbagai keoptimisannya telah mulai memberikan harapan akan perubahan di tahun 2011 ini. Seluruh lini kehidupan diharapkan mampu menunjukkan wajah barunya yang nantinya akan dapat berkontribusi langsung bagi perbaikan kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Lalu bagaimanakah harapan itu bisa muncul di awal tahun ini?. Adakah sejumlah indicator yang dapat dijadikan pegangan akan mencuatnya perubahan hidup?. Sesungguhnya, harapan perubahan di tahun 2011 ini boleh jadi masih berada dalam ruang abu-abu dan semu. Kalaupun kemudian banyak pihak yang mengharapkan munculnya perubahan sudah mulai menunjukkan sikap optimisnya, hal itu tidak terlepas dari beragam persoalan yang mendera bangsa ini.
Belajar dari pengalaman tahun lalu bahwa dimana hampir selama satu tahun penuh, berbagai masalah secara bertubi-tubi terus menggerogoti bangsa ini. Mulai dari persoalan bencana alam yang melanda sejumlah wilayah dan telah merontokkan pondasi kehidupan rakyat di daerah bencana, sampai pada lakon elit politik yang justru cenderung menjauh dari hasrat dan semangat perubahan. Tidak ketinggalan pula wajah hukum negeri ini juga menjadi centang perenang karena aparat penegak hukum itu sendiri tidak mampu membentengi diri dari berbagai godaan penelikungan hukum.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penguasa dengan berbagai keanehannya. Kalangan eksekutif tidak jarang hanya larut dalam berbagai model politik pencitraan. Seluruh upaya dan kebijakan yang ada hanya terkesan simbolik dan formalitas semata. Program-program yang berkaitan langsung dengan kepentingan banyak pihak hanya dijadikan sebagai jargon politik untuk meredam hasrat perlawanan dari rakyat.
Terlalu banyak fakta yang menunjukkan bahwa sesungguhnya pemerintah belum menunjukkan kepekaan terhadap nasib rakyat. Program-program yang langsung bersentuhan dengan upaya perbaikan nasib public masih saja minim. Yang menggejala adalah pertarungan berbagai kepentingan yang kemudian dilegitimasikan melalui berbagai bentuk kebijakan. Sehingga dengan sendirinya berbagai upaya pencitraan dan pembentengan kekuasaan itu seolah mendapatkan kekuatan yuridis.
Maka tidak mengherankan bila kemudian banyak pihak yang memberikan rapor merah bagi kinerja pemerintah. Karena faktanya bahwa yang menonjol hanyalah berbagai kegagalan yang tidak jarang mambuat hati rakyat menjadi miris dan bersikap apatis terhadap nasib dan masa depan bangsa ini. Tingkat kepercayaan publik kian terkerus manakala pemerintah hanya asyik mengurusi persoalan-persoalan yang tidak begitu urgen.
Makna Hakiki
Dilain pihak, wajah yang sama suramnya juga dipertontonkan oleh para wakil rakyat. Lembaga yang seharusnya diharapkan menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan banyak pihak juga kian menjauh dari makna hakikinya. Seyogianya para legislator menjadi pembela kepentingan rakyat manakala pemerintah justru lalai dalam mengemban tanggungjawabnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Para wakil rakyat malah tidak bergeming ketika pemerintah mengabaikan kepentingan yang lebih umum.
Berbagai program kerja yang ditargetkan di DPR hampir tidak ada yang memenuhi tahap perampungan. Baik target legislasi maupun tugas lain yang diemban lembaga yang terhormat itu nampaknya tidak berhasil memberikan kepuasan terhadap rakyat. Bahkan yang mengemuka adalah upaya-upaya untuk mempertahankan kepentingan politik personal maupun kelompok tertentu. Hasrat untuk melakukan rutinitas studi banding begitu kuat, namun langkah itu tidak dibarengi dengan kemauan untuk mempertanggungjawabkan kontribusi studi banding secara konkrit terhadap perbaikan nasib bangsa ini.
Ditengah karut marutnya berbagai kinerja lembaga pemerintahan, sikap apatis public menjadi tidak terelakkan dalam merespons seluruh gagasan-gagasan dan semangat perubahan yang diusung pemerintah. Karena faktanya, berbagai model gagasan itu hanya dilabeli dengan kepentingan rakyat, namun sesungguhnya yang tersirat dibalik semua upaya itu sangat sarat dengan beragam kepentingan yang berkecamuk.
Lalu kepada siapa lagi rakyat harus mengadukan seluruh persoalan yang menimpa bangsa ini?. Pertanyaan ini menjadi relevan dimunculkan dalam memulai seluruh aktivitas pemerintahan di awal tahun 2011 ini. Bagaimanapun rakyat sangat membutuhkan perubahan yang mampu memberikan harapan bagi public. Rakyat juga tidak akan mungkin terus pasrah dengan keadaan yang disuguhkan pemerintah, sebab beban dan tumpukan persoalan yang selama ini menggerus habis energi bangsa sudah terlalu lama mengotori wajah negeri ini.
Oleh karenanya, bila pada tahun 2010 penuh dengan wajah kegagalan, maka siklus pergantian waktu yang ditandai dengan kehadiran tahun baru 2011 ini mestinya dijadikan momen dalam membangun kinerja yang lebih optimal. Baik kalangan eksekutif, legislative maupun yudikatif harus bersatu padu untuk menorehkan prestasi kerja yang dapat membangkitkan kembali gairah hidup masyarakat luas. Pemerintah dengan tugas utama pelayanan publiknya harus mampu menampilkan wajah baru di tahun 2011 ini. Pola lama pelayanan public yang cukup membuat rakyat menjadi muak harus segera diakhiri. Prinsip pengabdian bagi pelayan public harus segera diluruskan. Tabiat untuk dilayani yang selama ini menjadi tren bagi pejabat public harus segera diakhiri dan menampilkan wajah yang lebih positif.
Demikian juga dengan kalangan legislative seyogianya segera mengakhiri kinerja buruknya. Beban kerja masa lalu di legislative harus segera dituntaskan dengan menggenjot prestasi yang lebih baik. Hal yang sama juga dituntut untuk diprakarsai kalangan yudikatif. Proses penegakan hukum harus dikembalikan pada makna hakikinya dengan memberikan dan menyuguhkan wajah baru penampilan hukum yang lebih manusiawi.
Tahun 2011 ini sudah seharusnya dimaknai sebagai tahun perubahan. Kalau hanya memaknai perubahan waktu hanya sebatas proses belaka, maka optimisme publik dalam menyambut tahun baru ini menjadi tidak memiliki tingkat urgensitas yang memadai. Semoga saja para pemimpin negeri ini segera mengakhiri wajah kegagalan yang pernah ditorehkan dan membangun kembali semangat perubahan yang ditunjukkan dengan perubahan kinerja. Rakyat membutuhkan perubahan yang benar-benar riil, bukan hanya sebatas retorika yang kerap ditumpangi dengan kepentingan-kepentingan politik terselubung.***
Penulis adalah pengajar di Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan; sedang studi di Program Pascasarjana UGM Yogyakarta.
Opini Analisa Daily 6 Januari 2011