01 Februari 2012

» Home » 2 Februari 2012 » Opini » Suara Merdeka » Belajar dari Hendro Martojo

Belajar dari Hendro Martojo

Belajar dari Hendro Martojo. ’’TAJUK Rencana’’ harian ini edisi 31 Januari 2012 berjudul ’’Pemimpin Berkarakter Selalu Dirindukan’’ yang mengulas kepemimpinan Bupati Jepara Hendro Martojo, mendorong penulis kembali membuka kembali buku Wong Cilik di Panggung Birokrasi Lokal, Biografi Anak Pedagang Gurem.  Pengantar biografi Hendro yang penulis susun bersama tim pada September 2006 itu ditulis oleh KH MA Sahal Mahfudh dan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.
Add caption


Ada beberapa sikap Hendro yang dinilai oleh Kiai Sahal, yang kemudian memunculkan karakter kepemimpinan yang kuat dan lengkap. Penilaian mengenai kepemimpinan itu berdasarkan atas hal-hal yang disaksikan oleh ulama karismatik itu sendiri.
Pertama; Mbah Sahal menilai Hendro memiliki perhatian besar terhadap pengembangan masyarakat. Kedua; wataknya tidak berubah, baik ketika menjadi camat, sekda maupun bupati.
Ketiga, sikapnya tawadu, selalu rendah hati, dan santun.
Keempat; cara bicara  argumentatif dan normatif juga menjadi catatan kiai sepuh tersebut.
Kelima; penilaian atas sikapnya yang bersahaja, dari cara hidup hingga pakaian yang dikenakan. Keenam; perilaku yang baik itu sudah jadi watak, bukan seperti watuk (batuk) yang bisa berubah-ubah, dibuat-buat dan umat-umatan. Mbah Sahal menutup pengantarnya dengan menulis bahwa Hendro memang patut menjadi teladan bagi siapa saja yang memimpin masyarakat.     
Sementara itu, Habib Luthfi menuliskan lima sikap yang diketahuinya, yaitu ulet dan tidak mudah putus asa, familiar, memiliki hubungan baik dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat, memiliki rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan tinggi, serta memiliki intelektualitas sebagai  pemimpin.
Adapun Gubernur Bibit Waluyo saat berkunjung ke Benteng Portugis Jepara tahun lalu, menilai Hendro sebagai pemimpin  yang ethes sehingga pembangunan Jepara dikenal baik dan merata. 
Kepemimpinan Mengakar
Banyak cara yang digunakan Hendro untuk memimpin Jepara selama 10 tahun. Ia memiliki bekal lengkap sebagai seorang pemimpin. Ia paham benar cara menggerakkan mesin birokrasi menuju ke good governance yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat, akuntabilitas, transparansi, taat hukum dan adil, termasuk menjunjung tinggi  budaya,  etika, dan  hierarki birokrasi, sehingga tak pernah merasa jadi raja kecil.
Hendro juga menunjukkan kapasitasnya sebagai pemimpin yang tidak hanya memiliki kompetensi kepemimpinan yang kreatif, inovatif, dan komunikatif, tetapi juga melaksanakan fungsinya sebagai coach  yang senantiasa melatih, mendidik, membina, mendorong, dan memberdayakan jajarannya, Ia menjadi guru yang tiap saat nglanthing bukan saja untuk hal yang bersifat kebijakan melainkan sering ’’terpaksa’’ masuk wilayah teknis.
Fungsi sebagai juru bicara juga tidak diragukan. Ia pintar memberikan penjelasan disertai  penguasaan data lengkap sehingga pemikiran, ide, dan gagasannya mudah dipahami. Ia juga cepat melihat dan memahami fakta dan  mengambil kesimpulan dengan menghubungan dengan fakta-fakta yang lain. Hendro  senantiasa memberikan arah terhadap munculnya perubahan, gagasan baru, terobosan dan bahkan  nilai tambah yang bermanfaat bagi kemajuan daerah.
Ia juga memanfaatkan banyak saluran komunikasi, baik melalui saluran media maupun komunikasi pribadi dengan banyak kalangan.
Mungkin tidak banyak bupati/ wali kota yang dengan tlaten, gaten, dan open menjawab sendiri SMS di ponselnya. Konsistensi yang lain adalah jumatan keliling, krida pembangunan dan dialog dengan petani serta berusaha menerima kelompok masyarakat.
Getap yang merupakan perpaduan sikap peka, tanggap, dan cepat melangkah sering kali dia tunjukkan ketika mendapatkan informasi terjadi bencana. Ia sering kali datang lebih awal ketimbang seorang camat. Kepemimpinan formal Hendro akan berakhir 5 Maret nanti.
Banyak catatan prestasi yang mungkin bisa saja dilupakan tetapi cara dia membangun tali silahturahmi, akan mengakar lama di hati masyarakat Jepara. (10)

— Hadi Priyanto, Kabag Humas Setda Jepara 
Opini, Suara Merdeka, 2 Februari 2012