01 Februari 2012

» Home » 2 Februari 2012 » Opini » Suara Merdeka » Kartu Identitas untuk si Miskin

Kartu Identitas untuk si Miskin

Kartu Identitas untuk si Miskin. ”Pemkot dan DPRD Kota Salatiga mengambil langkah positif dengan membahas raperda tentang percepatan pengentasan kemiskinan”

TANGGAL 18 Agustus 2011 pemerintah mengundangkan UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Setelah 66 tahun merdeka, kemiskinan masih menjadi problem klasik meski dari tahun ke tahun pengentasannya menjadi target dalam program pembangunan nasional.

Data menyangkut kemiskinan pun menyimpan masalah klasik. Pasalnya, badan/ lembaga yang terkait dengan penanganan kemiskinan sering menyodorkan data yang berbeda mengenai jumlah penduduk miskin.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga September 2011 mencapai 29,89 juta orang (12,36%). Angka itu turun 130 ribu orang (0,13%) dibandingkan dengan Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49%). Pemberlakuan UU Nomor 13 Tahun 2011 menjadi angin segar bagi pendataan orang/ keluarga miskin karena regulasi itu secara jelas mengatur bagaimana mendata , mengolah data, sampai memutuskan mengeluarkan kartu identitas bagi mereka.

Pasal 8 dalam UU itu menyebutkan bahwa menteri yang menangani persoalan sosial berwenang menetapkan kriteria fakir miskin sebagai dasar penanganannya. Mencermati tekstualnya tentu dalam kaitan ini yang dimaksud adalah Menteri Sosial. Sebelum menetapkan kriteria, menteri berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait yang juga menangani kemiskinan. Berdasarkan kriteria yang ditentukan itu kemudian dilakukan pendataan oleh lembaga statistik.

Kementerian Sosial selanjutnya memverifikasi dan memvalidasi hasil pendataan tersebut dan secara berkala sekurang-kurangnya tiap dua tahun ada verifikasi dan validasi ulang. Ada pengecualian verifikasi dan validasi data bila terjadi situasi dan kondisi tertentu yang baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi seseorang menjadi fakir miskin.

Praktik di lapangan, verifikasi dan validasi ini dilaksanakan oleh kecamatan, kelurahan, atau desa, kemudian dilaporkan kepada bupati/wali kota, lalu gubernur untuk diteruskan kepada menteri.

Bagaimana bila ada seorang fakir miskin belum terdata? Pasal 9 menjelaskan, fakir miskin yang belum terdata dapat secara aktif mendaftarkan diri kepada lurah/ kepala desa. Kepala keluarga yang telah terdaftar sebagai fakir miskin pun wajib melaporkan setiap perubahan data anggota keluarganya kepada lurah atau kepala desa.

Selanjutnya, lurah/ kades menyampaikan daftar perubahan itu ke bupati/ wali kota melalui camat, untuk diteruskan secara berjenjang sampai ke menteri. Sebelum disampaikan kepada gubernur, wali kota/ bupati dapat meverifikasi dan memvalidasi atas perubahan data tersebut.

Teknologi Informasi

Data yang telah diverifikasi dan validasi, termasuk data perubahan (bila ada), harus berbasis teknologi informasi, dan menjadi data terpadu, yang menjadi tanggung jawab menteri. Data terpadu ini digunakan oleh kementerian/ lembaga terkait dalam penanganan kemiskinan. Sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik, data tersebut harus dapat diakses masyarakat.

Bagaimana tindak lanjutnya setelah masuk daftar terpadu fakir miskin? Mereka yang tercantum akan mendapat kartu indentitas, yakni kartu kepesertaan untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi fakir miskin dalam berbagai macam program pelaksanaan penanganannya. Namun ketentuan lebih lanjut mengenai teknologi informasi dan penerbitan kartu indentitas ini masih harus diatur dengan peraturan menteri. Realisasinya sekarang, pemberlakuan kartu identitas masih ditunggu. (Pasal 10 UU Nomor 13 Tahun 2011).

Pemberlakuan UU Nomor 13 Tahun 2011 diharapkan menginspirasi pemda menyusun perda guna menanggulangi kemiskinan. Regulasi itu di antaranya perda tentang zakat dan percepatan pengentasan kemiskinan.

Pemkot dan DPRD Kota Salatiga mengambil langkah positif dengan membahas raperda tentang percepatan pengentasan kemiskinan. Tentunya ini menjadi angin segar bagi pengentasan kemiskinan di daerah tersebut. Ada baiknya pembahasan rancangan itu mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2011. (10)


— Jamaludin Al Ashari SH, PNS Pemerintah Kota Salatiga
__ Opini, Suara Merdeka, 2 Februari 2012,