Gairah kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pada tahun baru ini diawali dengan mandat sebagai pelaksana keketuaan ASEAN. Maka, Indonesia pun memegang tampuk Ketua ASEAN dalam tema besar: Komunitas ASEAN (2015) di tengah komunitas global bangsa-bangsa.
Tema itu ingin meletakkan sebuah potret besar: peran Indonesia dalam konteks kerja sama regional ASEAN serta sumbangsihnya dalam mengelola peta keseimbangan dinamis di Asia Pasifik dalam skala kemitraan global.
Peta baru menyambut kehadiran Amerika Serikat dan Rusia dalam lingkar East Asia Summit 2011 diiringi oleh tampilnya postur politik China dan India, sementara menempatkan sentralitas ASEAN sebagai tenaga pendorong tata kelola kerja sama regional di tengah kompleksitas baru sesudah terbentuknya Komunitas ASEAN 2015.
Tulisan pendek ini disampaikan untuk menyambut Indonesia menjadi Ketua ASEAN sepanjang tahun 2011 ini.
Kestabilan plus
Transformasi ASEAN dari Bali Concord II pada 2003, Piagam ASEAN, hingga cetak biru tiga pilar Komunitas ASEAN 2015 adalah produk kemajuan besar dalam tubuh ASEAN yang memberi kontribusi bagi terciptanya keamanan yang berkelanjutan di kawasan.
Tak bisa dimungkiri, 43 tahun sejak ASEAN terbentuk, asosiasi ini telah menciptakan perubahan besar bagi tata kelola keamanan dan kestabilan di kawasan yang mampu memberi ruang kebebasan amat berharga bagi warga menikmati hidup damai tanpa perang.
Namun, sejak awal disadari bahwa kestabilan dan keamanan saja tak cukup tanpa pembangunan ekonomi di kawasan. Tanpa berkah keamanan dan kestabilan, tak mungkin warga ASEAN bisa menegakkan hidup bermartabat, mengenyam pendidikan, memiliki pekerjaan, serta leluasa bekerja, melakukan perjalanan, kontak bisnis, maupun aktivitas ekonomi sehari-hari secara normal.
Membangun kestabilan plus, menciptakan keamanan dan perdamaian yang diikuti lompatan besar kerja sama ekonomi dari preferensi tarif bersama, pasar bebas dan akses pasar (AFTA), hingga zona basis produksi dan pasar tunggal ala Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 adalah langkah untuk memenuhi tuntutan perubahan.
Bali Concord II tahun 2003 menjadi tonggak baru untuk menyeimbangkan gerak kerja sama ekonomi melesat jauh meninggalkan kerja sama politik dan sosial budaya. Kestabilan plus pertumbuhan ekonomi perlu diperkokoh lagi dengan proses demokratisasi, penghormatan hak asasi manusia, tata kelola yang baik, dan supremasi hukum sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Indonesia adalah penggagas pilar politik-keamanan ASEAN ini.
Piagam ASEAN adalah produk puncak dari pergulatan konsep kestabilan plus yang menjadi legal personality dan ruang jelajah ASEAN baru. Kestabilan kawasan dan pembangunan ekonomi harus berjalan beriring dengan nilai dan norma baru kemajuan pembangunan politik, demokratisasi, penghormatan hak asasi manusia, dan tata kelola pemerintah yang baik.
Fase demokrasi plus
Indonesia sesungguhnya telah memimpin ASEAN dengan guliran berbagai gagasan baru ke tingkat ASEAN, paling tidak sejak Bali Concord II tahun 2003. Komunitas Keamanan ASEAN, yang tertuang dalam Rencana Aksi Vientiane (VAP) 2004-2010, adalah tonggak sejarah yang meletakkan mandat Piagam ASEAN (2008) ke arah ASEAN baru.
Organisasi ASEAN baru yang membumi pro-people dan people driven. Maka, tak kurang Jurgen Ruland, sang pakar ASEAN, menyebut peran itu sebagai Indonesia’s self-styled normative power hanya untuk menggambarkan peran kepeloporan Indonesia mengembangkan norma demokrasi baru di ASEAN.
Kembali tahun 2011 ini Indonesia memegang keketuaan ASEAN di tengah ASEAN baru yang telah berubah berikut sederet kompleksitas tuntutan baru. Berangkat dari teori kestabilan plus, tantangan terbesar yang akan dihadapi Indonesia memasuki Komunitas ASEAN 2015 ”melampaui Komunitas ASEAN” adalah aspek domestik di negara-negara anggota.
Itulah fase perubahan tuntutan kemasyarakatan setelah terpenuhinya kestabilan, pertumbuhan ekonomi, dan demokratisasi plus. Dividen demokrasi yang bisa disumbangkan ASEAN berikut peran pemerintah nasional di negara anggota dalam membantu warga ASEAN menyelesaikan kompleksitas persoalan hidup keseharian di era global ini.
Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 yang praktis akan menyatukan aktivitas ekonomi dan bisnis di tingkat makro dan mikro bisa jadi menimbulkan gejolak kontraproduktif di dalam negeri karena rakyat miskin tetap tersisih.
Kehidupan ekonomi yang semakin sulit di tingkat akar rumput, kesenjangan ekonomi yang masih besar, lapangan kerja yang terbatas, dan pengangguran tinggi (segelintir warga ASEAN berpenghasilan amat menakjubkan di tengah maraknya korupsi) bisa jadi akan mendorong ketakpuasan masyarakat. Kemakmuran yang tak merata adalah sumber instabilitas politik di banyak tempat.
Fase demokrasi plus ini—empat tahun ke depan memasuki Komunitas ASEAN 2015—di bawah keketuaan Indonesia adalah masa krusial. Perangkat kelembagaan baru ASEAN berikut Komisi Wakil Tetap setingkat duta besar di negara ASEAN (yang ditugaskan mengomunikasikan serta menjembatani tarikan perubahan dan level resistensi domestik terhadapnya) memegang posisi penting.
Hanya empat tahun ke depan adalah momentum taat asas bagi ASEAN sebagai organisasi untuk mampu melakukan akselerasi implementasi Piagam ASEAN. Indonesia sebagai Ketua ASEAN adalah tumpuan harapan kepeloporan di fase keempat tahap demokrasi plus ini. Indonesia tentu mampu menjadikan tahapan nyata bagi ASEAN menyiapkan jalan bagi kemakmuran yang merata dan kehidupan yang lebih baik di tengah komunitas global.
PLE PRIATNA Alumnus FISIP UI dan Minister Counsellor Pensosbud KBRI Brussels (2006-2010)
Opini Kompas 7 Januari 2010
06 Januari 2011
Indonesia Ketua ASEAN 2011
Thank You!