04 April 2010

» Home » Media Indonesia » Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi

Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi

Secara umum kualitas perguruan tinggi di Indonesia dinilai masih kurang memadai, kecuali UI, UGM, ITB yang sudah berhasil menembus peringkat relatif bagus di dunia. Kualitas sebuah perguruan tinggi antara lain ditandai oleh reputasi akademik, ketersediaan tenaga pengajar (dosen, peneliti) yang bermutu, serta ditopang oleh tradisi penelitian yang kuat dan tradisi penulisan ilmiah yang bagus (buku dan jurnal). Namun, justru dalam aspek-aspek kunci itu kinerja perguruan tinggi di Indonesia dinilai masih rendah. Karena itu, tantangan utama ke depan adalah meningkatkan mutu dengan memperkuat sejumlah aspek yang amat fundamental tersebut.

Paling kurang lima faktor yang menentukan kualitas sebuah perguruan tinggi, (1) sarana dan prasarana yang mendukung (gedung, ruang perkantoran, ruang kuliah); (2) fasilitas yang memadai (perpustakaan, laboratorium); (3) kualitas dosen dengan komitmen waktu yang cukup untuk mengajar; (4) kemampuan meneliti; dan (5) komitmen para dosen dan peneliti terhadap profesinya untuk terus berupaya meningkatkan kompetensi dan keahlian.



Untuk itu, ada hal penting yang harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi yakni dengan menegaskan visi dan orientasi, bahwa perguruan tinggi adalah institusi publik yang memberikan pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Perguruan tinggi adalah lembaga pengembangan ilmu yang bertujuan melahirkan masyarakat berpengetahuan, berkeahlian, kompeten, dan terampil.

Ada beberapa dimensi yang patut diperhatikan, yaitu (1) perbaikan mutu pelayanan; (2) penetapan langkah antisipasi dalam menjawab kebutuhan nyata masyarakat; (3) perbaikan sistem kelembagaan yang lentur agar lebih mudah beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan; (4) peningkatan efektivitas kerja sama kelompok dan optimalisasi tim kerja di antara unit-unit yang terkait; (5) penataan manajemen berdasarkan kepemimpinan yang efektif; dan (6) pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia.

Upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi menjadi kian penting dalam rangka menjawab berbagai tantangan besar. Tantangan paling nyata di abad baru ini adalah globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pergerakan tenaga ahli antarnegara (expatriates) yang begitu masif. Maka, persaingan antarbangsa pun berlangsung sengit dan intensif sehingga menuntut lembaga pendidikan tinggi, untuk mampu melahirkan sarjana-sarjana berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi profesional yang siap menghadapi kompetisi global.

Karena itu, pengelolaan perguruan tinggi harus didasarkan pada prinsip manajemen modern, total quality management (TQM), yang menegaskan bahwa seluruh elemen dalam sistem perguruan tinggi harus berfungsi secara maksimal, yang diarahkan pada upaya peningkatan mutu secara menyeluruh dan berlangsung terus-menerus. Upaya meningkatkan kualitas merupakan suatu ikhtiar yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis, guna meraih prestasi lebih tinggi yang berlangsung tanpa henti.

Untuk mengukur pencapaian mutu digunakan indikator-indikator kualitatif, yang bertumpu pada dua hal pokok, (i) akreditasi kelembagaan dan (ii) penilaian hasil (outcome). Indikator kualitatif ini bersifat integratif dan membentuk hubungan siklikal melalui tiga tahapan, yaitu (i) input, (ii) proses transformasi, dan (iii) output. Konsep TQM dapat digambarkan dalam lingkaran skematik berikut:

Bagan 1: Peningkatan Mutu cecara Berkelanjutan: Keterpaduan Jaminan Kualitas
Pendidikan Tinggi



Karakteristik Mahasiswa: Desain: Prestasi Mahasiswa:
* Akademik * Input * Akademik
* Lain-lain * Program * Lain-lain
Karakteristik Tenaga Akademik * Metode Mahasiswa:
Sumber Daya Finansial Transfer Pengetahuan * Lulus
Fasilitas Sistem Pendataan: * Drop-out
Program * Umpan-balik * Gagal
Dukungan Pelayanan * Analisis Pascalulus
* Pendidikan Lanjutan
Keterserapan di Lapangan Kerja & Prestasi dalam Pekerjaan

Sumber: Ralph G Lewis & Douglas H Smith. Total Quality in Higher Education. St Lucie Press, Delray Beach, Florida, 2004.

Tahap pertama, akreditasi kelembagaan fokus pada masalah input yang menjadi isu penting untuk menentukan tinggi-rendahnya mutu sebuah produk (lulusan/sarjana). Input mencakup enrollment (mahasiswa), karakteristik pendidikan tenaga akademik (S-2, S-3), sumber daya finansial, fasilitas, program, dan dukungan pelayanan. Masalah input ini amat krusial, sebab berpengaruh langsung terhadap kualitas outcome. Produk yang akan dihasilkan sangat bergantung pada bahan mentah (raw material) yang diserap. Untuk bisa memperoleh status akreditasi yang baik, sebuah perguruan tinggi harus (1) menata sistem/pola rekrutmen dan seleksi mahasiswa; (2) meningkatkan mutu tenaga akademik dengan memberi kesempatan mengikuti pendidikan pascasarjana sampai tingkat doktor; (3) menggali dan mengembangkan sumber pembiayaan alternatif melalui kerja sama dengan badan-badan usaha swasta dalam bentuk pengembangan riset-riset strategis; (4) menyediakan sarana dan prasarana fisik yang memadai dan fasilitas yang mendukung, terutama perpustakaan dan laboratorium; (5) menawarkan program-program akademik yang menarik minat masyarakat; dan (6) memberikan pelayanan publik yang baik.

Tahap kedua, proses transformasi adalah suatu tahapan pengolahan input melalui suatu proses belajar-mengajar di kampus. Proses belajar-mengajar merupakan wahana transfer pengetahuan, keahlian, dan keterampilan. Untuk itu, perguruan tinggi harus mampu membuat suatu desain program yang bagus, terutama menyangkut masalah input, substansi program, dan metode implementasi program. Agar proses pembelajaran berlangsung efektif, harus didukung pula dengan sistem pendataan yang baik untuk memudahkan dalam melakukan analisis dan mengolah umpan-balik di dalam proses pembelajaran.

Perguruan tinggi juga harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi aktivitas akademik, kegiatan ilmiah, dan pelatihan-pelatihan intelektual, yang berorientasi pada peningkatan mutu. Sebagai sebuah lembaga ilmiah, perguruan tinggi harus menjadi wadah semacam kawah candradimuka, tempat bagi seluruh civitas academica untuk mengembangkan segenap potensi keilmuan, memupuk kreativitas, dan melakukan riset-riset inovatif guna meraih prestasi akademik yang cemerlang.

Tahap ketiga, output, merupakan produk dari serangkaian proses akademik yang berlangsung dalam sistem pembelajaran di kampus. Kualitas sebuah output dapat dilihat dari (i) prestasi akademik mahasiswa; (ii) tingkat kelulusan, drop-out, dan kegagalan mahasiswa dalam menyelesaikan studi; (iii) kesempatan memperoleh pendidikan lanjutan setelah lulus; dan (iv) cepat-lambatnya lulusan (sarjana) mendapatkan pekerjaan (duration of searching jobs) dan prestasi mereka selama bekerja.

Keempat indikator kualitatif tersebut merupakan barometer standar untuk mengukur dan menilai output proses pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Jika pencapaian prestasi akademik mahasiswa bagus, tingkat keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan studi lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang drop-out atau gagal, para sarjana (lulusan) lebih cepat terserap di lapangan kerja, hal itu menandakan bahwa kualitas output sebuah perguruan tinggi tersebut bagus.

Ketiga tahapan di atas terjalin dalam satu lingkaran mata rantai yang bersambung, bersifat mutualistik, saling bersinergi, dan dibingkai dalam apa yang disebut benchmarking terutama dengan perguruan tinggi dalam satu kawasan (PT Indonesia dengan PT Singapura, Malayisa, Thailand, China, India). Bagi sebuah perguruan tinggi, benchmarking merupakan hal yang amat penting untuk membangun keunggulan komparatif, sehingga dapat bersaing di tengah kompetisi yang ketat dengan menawarkan program yang bermutu kepada publik.

Berdasarkan benchmarking itu, perguruan tinggi di Indonesia harus bekerja secara optimal dengan mengembangkan seluruh potensi, energi, dan sumber daya yang dimiliki, untuk mencapai standar mutu yang baik sehingga memuaskan masyarakat.

Kita semua menginsyafi bahwa pendidikan tinggi memainkan peranan penting dan strategis dalam membangun bangsa yang maju. Pendidikan tinggi yang bermutu merupakan modal utama untuk memasuki abad baru yang ditandai oleh persaingan antarbangsa yang sangat ketat. Agar bisa ikut dalam persaingan global, Indonesia harus memiliki keunggulan kompetitif yang memadai. Keunggulan kompetitif itu hanya bisa diperoleh melalui pendidikan tinggi yang berkualitas. Dengan demikian, membangun pendidikan tinggi yang bermutu merupakan conditio sine qua non bagi upaya memenangi kompetisi global.

Oleh Amich Alhumami Penekun Kajian Pendidikan, Bekerja di Direktorat Agama dan Bappenas
Opini Media Indonesia 05 april 2010