14 Desember 2010

» Home » AnalisaDaily » Opini » Harapan Terbesar pada Sistem Hukum Kita

Harapan Terbesar pada Sistem Hukum Kita

Oleh : Irfan Alma
Seringkali belakangan ini perhatian kita terusik dengan fakta yang terjadi di tengah-tengah kehidupan kita yang diberitakan lewat media baik cetak maupun elektronik tentang masih banyaknya para pelanggar hukum yang justru tak pernah tersentuh oleh "eksekusi" hukum.
Dan malah sebaliknya yang terjadi justru pada pihak yang tak bersalah malah dijatuhi hukuman akibat perbuatan dan dosa orang lain hingga ia harus merasakan pengap dan dinginnya ruang tahanan.
Sudah selayaknya setiap orang tanpa memandang statusnya yang telah melakukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di Negara kita ini wajib di berikan sanksi. Sanksi yang diberikan dapat berupa sebuah hukuman, baik dalam bentuk hukuman denda sejumlah materi pengganti maupun hukuman badan yang berupa kurungan penjara. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur segalanya tentang pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengatur yang berkaitan dengan perdata, disamping juga masih ada peraturan hukum tata Negara maupun hukum dalam bidang agama.
Walaupun jelas dalam peraturan kitab kitab hukum yang ada di Negara kita telah dirincikan pasal demi pasal, ayat demi ayat dan butir yang men-junto kannya. Yang mengatur segala bentuk dan jenis pelanggaran terhadap hukum yang ada di muka bumi Indonesia. Namun masih sering juga bermacam anekdot hukum itu dipertontonkan dihadapan kita. Hukum itu bahkan bisa dibayar dengan materi. Sungguh tragis. Namun itulah faktanya, inilah hukum yang selama ini kita terapkan dan berlaku di NKRI.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah siapakah yang patut disalahkan dalam hal kesalahan ini? Apakah para pengawal hukum itu sendiri yang mungkin lupa mencari pasal yang pas untuk bisa menjerat si pelanggar hukum tersebut? Ataukah mungkin ada satu pasal yang hilang (atau sengaja dihilangkan) dalam kitab hukum kita? Lalu kenapa malah terjadi beberapa kejadian kriminalisasi kasus?
Pengertian kriminalisasi disini muncul ketika kita dihadapkan pada suatu perbuatan yang justru merugikan orang lain atau masyarakat yang hukumnya belum ada atau belum ditemukan.
Menkumham Patrialis Akbar beberapa hari yang lalu pernah berkata pada saat penyampaian ceramah ilmiahnya di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Medan, telah terjadi kriminalisasi kasus yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu terkait putusan-putusan peradilan yang tidak manusiawi. Dimana penggelapan uang sebesar lima juta rupiah dihukum selama dua tahun penjara sementara yang satu miliar hanya dihukum selama setahun. (Analisa 28/9/2010)
Bukan sebuah rahasia umum lagi bagi masyarakat yang skeptis dalam memandang hukum tersebut. Ada orang yang dalam ukuran kesejahteraan kehidupannya adalah susah kerap kali enggan untuk berurusan dengan yang namanya hukum. Walaupun sebenarnya dirinya berada dalam posisi sebagai korban akibat ulah orang lain yang telah merugikannya dan seharusnya mendapatkan perlindungan hukum..
Indonesia adalah Negara hukum. Jelas segala aktifitas yang dilakukan oleh seluruh rakyatnya tanpa terkecuali terikat dengan hukum. Siapapun dia, apapun status pekerjaan dan jabatannya. Serta bagaimanapun tingkat kehidupannya. Semua wajib berada dalam koridor hukum
Sistem Hukum
Sistem hukum di Negara ini telah cukup apik disusun oleh pakar-pakar hukum kita. Para pemikir bangsa ini yang berkompeten dalam bidang hukum juga tetap mengawal dan mengawasi jalannya penerapan sistem hukum tersebut agar tetap mampu berjalan sesuai dengan yang semestinya. Mereka mengupayakan penerapan Supremasi of Law yang sebenar-benarnya. Dimana hukum di Negara Indonesia berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, setiap orang sama dimata hukum dan tidak membedakan kedudukan serta hukum mempunyai keadilan yang merdeka.
Alangkah bahagianya rasanya bila dalam kehidupan ini para penegak hukum dan pengawal keadilan bisa menjalankan tugas dan kewajibannya dengan seadil-adilnya. Hingga terwujud suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lihat saja bagaimana ulah Gayus yang seolah tanpa henti mempermainkan hukum di negeri ini. Semua petugas penegak hukum sukses disuapnya. Uang seolah tak berarti apa-apa baginya. Terbukti walaupun saat ini Gayus sedang menjalani masa penahanan di Rutan Brimob untuk kasus mafia pajak yang menimpanya ia bisa begitu santainya menonton acara pertandingan tenis dunia di Bali.
Siapa yang salah? Apakah mutlak kita tujukan kepada Kepala Rutan Brimob? Atau mungkin pada delapan orang anggotanya yang bertugas menjaga selnya itu setiap hari hingga mungkin tahu persis apa saja yang dilakukan maupun direncanakan Gayus? Ataukah ada sebab lain sehingga kadar iman yang tadinya sekuat baja milik oknum itu yang terlanjur luluh dengan suapan materi yang terbilang besar itu? Yang jelas para oknum petugas itu harus bersiap untuk menerima resiko akibat perbuatan yang dilakukannya.
Koordinasi
Sudah seharusnya diperlukan sebuah koordinasi untuk menyikapinya. Para petugas penegak hukum juga sebaiknya adalah mereka-mereka yang termasuk dalam kriteria orang-orang yang tak terpengaruh suap. Penyidik, Penuntut Umum, dan Kehakiman juga sangat diharapkan untuk mampu melakukan koordinasi-koordinasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing tanpa menghambat proses penyidikan dan peradilan yang tengah berjalan. Sebab
institusi-institusi inilah yang paling tahu porsi hukuman terhadap pelanggar-pelanggar hukum ini. Agar aspek jera tersebut benar-benar dapat dirasakannya.
Publik sedikit merasa lega dengan pernyataan Menkumham Patrialis Akbar yang mengatakan tak akan ada lagi remisi dan grasi terhadap pelaku terorisme. Apabila hal itu juga berlaku terhadap pelaku korupsi mungkin akan sempurnalah kelegaan publik tersebut. Karena pelaku koruptor yang merugikan Negara hingga ratusan miliar rupiah sama kejamnya dengan pelaku teroris. Bedanya kalau teroris efek yang ditimbulkannya akan langsung kelihatan dengan berjatuhan korban sedangkan koruptor perlahan namun pasti.
Publik sangat berharap akan adanya perubahan besar pada sistem penerapan hukum di Negara ini. Udara segar mengenai pergantian Kapolri, bursa pemilihan Jaksa Agung, isu hangat calon ketua KPK dan juga langkah Panglima TNI baru diharuskan mampu menghadirkan perubahan baru menuju perbaikan yang kolosal di Negara ini. Alangkah indahnya hukum apabila ia dapat berdiri dengan tegak di puncak tertinggi. Tanpa sedikitpun ada intervensi dari pihak manapun apalagi sampai ternodai oleh segepok materi. Contoh kasus seperti Gayus bisa dijadikan bahan untuk mengkaji disiplin ilmu dalam sistem hukum kita. Sebab kelak semua kita akan menghadapi hukum yang Maha Adil. Hukum yang tak bisa disogok materi. Hukum dari Sang Maha Pencipta.
***
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum UMA
Opini Analisa Daily 14 Desember 2010