SEMARANG Great Sale (Semargres) digelar selama satu bulan penuh, Desember 2010. Sejak semula, event ini bukan sekadar untuk menggerakkan roda perekonomian di Kota Semarang, melainkan Jawa Tengah. Semargres diharapkan mampu meningkatkan kunjungan warga kota/ kabupaten lain di Jateng, Indonesia, bahkan luar negeri. Semarak kegiatan ini diharapkan mampu menggerakkan perekonomian Jateng.
Ditinjau dari sisi ini, program tersebut bertujuan mendorong laju perekonomian melalui sektor pariwisata; kuliner, belanja, perhotelan, dan daerah tujuan wisata.
Dalam konteks kepariwisataan Jateng, Semargres dapat dilihat sebagai komitmen yang cukup kuat di antara pemangku kepentingan (stakeholders), baik dari sektor swasta maupun pemerintah. Komitmen itu menjawab keragu-raguan responden survei oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jateng tahun 2008. Dalam survei terhadap 400 usaha di bidang pariwisata di provinsi ini, 57% responden menyatakan bahwa upaya pemasaran pariwisata yang efektif memerlukan komitmen kuat pada stakeholders. Sebanyak 41 persen menyatakan perlu organisasi/lembaga yang memadai, sisanya menyatakan saat ini sudah baik.
Semargres juga dapat dilihat sebagai upaya pemerintah kota menampilkan potensi wisata. Upaya itu sangat relevan karena dalam survei Kadin 2008, sebanyak 50% responden berpendapat bahwa usaha pemda masih kurang dalam menampilkan potensi wisata, 38% menjawab cukup, 11% menyatakan baik, dan hanya 1% menjawab sangat baik.
Program pesta diskon di mal, hotel, dan tempat wisata itu, langsung maupun tidak, juga memberikan kelengkapan informasi event dan potensi wisata kepada masyarakat. Hal ini pun relevan dengan hasil survei Kadin, karena 62% responden menyatakan bahwa informasi tersebut masih kurang, 34% menjawab cukup, 3% mengatakan baik, dan 1% sangat baik.
Survei itu juga menyebutkan, 45% responden menyatakan peran masyarakat masih kurang, 37% cukup, 17% baik, dan 1% sangat baik. Dikaitkan dengan temuan itu, maka Semargres diharapkan menggugah masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata.
Begitu pula, diharapkan mendorong semangat pemda aktif berpromosi. Dalam survei, 35% responden menyatakan pemda sudah aktif, 31% menyatakan pemda kurang mendukung, dan 32% berpendapat pemda harus mendorong keterlibatan masyarakat.
Semargres juga dapat dipandang sebagai upaya menjual potensi pariwisata. Hasil survei menyebutkan, kegiatan yang penting untuk menjual potensi itu adalah gelar wisata daerah (25%), pameran wisata (22%), mendorong keterlibatan masyarakat (29%), dan promosi ke luar negeri (25%).
Kerja Cerdas
Hasil survei juga menyebutkan, 90% responden berpendapat perlu kerja sama dengan provinsi lain dalam pengembangan pariwisata Jateng dan 10% menjawab tidak butuh. Terhadap pertanyaan tentang sektor swasta dalam mendukung tujuan wisata daerah, 25% responden menyebut pendanaan, 22% penyediaan sarana transportasi, 29% penyediaan sarana informasi, 25% mengadakan event wisata menarik.
Adapun tentang perbaikan infrastruktur yang harus ditingkatkan lima tahun mendatang, 71% menyebut jalan raya, 5% pelabuhan, 23% bandara, 1% lain-lain. Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan potensi pariwisata? Sebanyak 21% responden menyebut promosi, 34% SDM, 30% sarana dan prasarana, dan 16% infrastruktur.
Lebih dari separo (56%) responden menyatakan bahwa daya saing pariwisata Jateng masih harus ditingkatkan, 38% menyatakan masih lemah, dan hanya 6% menjawab sudah cukup kuat. Angka-angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha kepariwisataan di Jateng mengakui, bidang pariwisata di provinsi ini masih tertinggal. Maknanya adalah pemprov ataupun pemkot/ pemkab, bersama dengan masyarakat, masih harus bekerja keras dan bekerja cerdas mengembangkan kepariwisataan daerah.
Sekadar informasi, survei tersebut dilakukan untuk memperoleh masukan langsung dari pelaku usaha di sektor pariwisata. Survei dilakukan tahun 2008 dengan metode sampling dan wawancara terhadap 400 responden yang bergerak di bidang usaha terkait kepariwisataan di Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, Kota Semarang, Kendal, Ungaran, Ambarawa, Kota Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Kota Magelang, Wonosobo, Kabupaten Magelang, Purbalingga, Cilacap, kebumen, dan Purworejo. Responden terdiri dari 72 pengelola objek wisata, 115 perhotelan, 86 pengelola restoran, 63 pengusaha transportasi, dan 64 biro wisata. Tujuannya, mengetahui akses dan transportasi, potensi daerah tujuan wisata, SDM kepariwisataan, dan pemasaran.
Semargres memang diadakan di Kota Semarang, namun kita mendambakan event ini menjadi pendorong bagi kota-kota/kabupaten-kabupaten lain untuk menyelenggarakan acara serupa dan meningkatkan kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta. Dengan demikian, kepariwisataan di Jateng makin bergairah, meningkatkan dinamika dunia usaha, laju perekonomian daerah, dan kesejahteraan masyarakat.
Semargres merupakan embrio bagi kebangkitan kepariwisataan provinsi ini. Bisa juga dianggap sebagai pemanasan program Visit Jawa Tengah 2013, atau bahkan Jawa Tengah Great Sale. (10)
— Benita Eka Arijani, Wakil Ketua Bidang Promosi dan Pariwisata Kadin Jawa Tengah, dan Adi Ekopriyono, Direktur Eksekutif Budi Santoso Foundation
Ditinjau dari sisi ini, program tersebut bertujuan mendorong laju perekonomian melalui sektor pariwisata; kuliner, belanja, perhotelan, dan daerah tujuan wisata.
Dalam konteks kepariwisataan Jateng, Semargres dapat dilihat sebagai komitmen yang cukup kuat di antara pemangku kepentingan (stakeholders), baik dari sektor swasta maupun pemerintah. Komitmen itu menjawab keragu-raguan responden survei oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jateng tahun 2008. Dalam survei terhadap 400 usaha di bidang pariwisata di provinsi ini, 57% responden menyatakan bahwa upaya pemasaran pariwisata yang efektif memerlukan komitmen kuat pada stakeholders. Sebanyak 41 persen menyatakan perlu organisasi/lembaga yang memadai, sisanya menyatakan saat ini sudah baik.
Semargres juga dapat dilihat sebagai upaya pemerintah kota menampilkan potensi wisata. Upaya itu sangat relevan karena dalam survei Kadin 2008, sebanyak 50% responden berpendapat bahwa usaha pemda masih kurang dalam menampilkan potensi wisata, 38% menjawab cukup, 11% menyatakan baik, dan hanya 1% menjawab sangat baik.
Program pesta diskon di mal, hotel, dan tempat wisata itu, langsung maupun tidak, juga memberikan kelengkapan informasi event dan potensi wisata kepada masyarakat. Hal ini pun relevan dengan hasil survei Kadin, karena 62% responden menyatakan bahwa informasi tersebut masih kurang, 34% menjawab cukup, 3% mengatakan baik, dan 1% sangat baik.
Survei itu juga menyebutkan, 45% responden menyatakan peran masyarakat masih kurang, 37% cukup, 17% baik, dan 1% sangat baik. Dikaitkan dengan temuan itu, maka Semargres diharapkan menggugah masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata.
Begitu pula, diharapkan mendorong semangat pemda aktif berpromosi. Dalam survei, 35% responden menyatakan pemda sudah aktif, 31% menyatakan pemda kurang mendukung, dan 32% berpendapat pemda harus mendorong keterlibatan masyarakat.
Semargres juga dapat dipandang sebagai upaya menjual potensi pariwisata. Hasil survei menyebutkan, kegiatan yang penting untuk menjual potensi itu adalah gelar wisata daerah (25%), pameran wisata (22%), mendorong keterlibatan masyarakat (29%), dan promosi ke luar negeri (25%).
Kerja Cerdas
Hasil survei juga menyebutkan, 90% responden berpendapat perlu kerja sama dengan provinsi lain dalam pengembangan pariwisata Jateng dan 10% menjawab tidak butuh. Terhadap pertanyaan tentang sektor swasta dalam mendukung tujuan wisata daerah, 25% responden menyebut pendanaan, 22% penyediaan sarana transportasi, 29% penyediaan sarana informasi, 25% mengadakan event wisata menarik.
Adapun tentang perbaikan infrastruktur yang harus ditingkatkan lima tahun mendatang, 71% menyebut jalan raya, 5% pelabuhan, 23% bandara, 1% lain-lain. Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan potensi pariwisata? Sebanyak 21% responden menyebut promosi, 34% SDM, 30% sarana dan prasarana, dan 16% infrastruktur.
Lebih dari separo (56%) responden menyatakan bahwa daya saing pariwisata Jateng masih harus ditingkatkan, 38% menyatakan masih lemah, dan hanya 6% menjawab sudah cukup kuat. Angka-angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha kepariwisataan di Jateng mengakui, bidang pariwisata di provinsi ini masih tertinggal. Maknanya adalah pemprov ataupun pemkot/ pemkab, bersama dengan masyarakat, masih harus bekerja keras dan bekerja cerdas mengembangkan kepariwisataan daerah.
Sekadar informasi, survei tersebut dilakukan untuk memperoleh masukan langsung dari pelaku usaha di sektor pariwisata. Survei dilakukan tahun 2008 dengan metode sampling dan wawancara terhadap 400 responden yang bergerak di bidang usaha terkait kepariwisataan di Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, Kota Semarang, Kendal, Ungaran, Ambarawa, Kota Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Kota Magelang, Wonosobo, Kabupaten Magelang, Purbalingga, Cilacap, kebumen, dan Purworejo. Responden terdiri dari 72 pengelola objek wisata, 115 perhotelan, 86 pengelola restoran, 63 pengusaha transportasi, dan 64 biro wisata. Tujuannya, mengetahui akses dan transportasi, potensi daerah tujuan wisata, SDM kepariwisataan, dan pemasaran.
Semargres memang diadakan di Kota Semarang, namun kita mendambakan event ini menjadi pendorong bagi kota-kota/kabupaten-kabupaten lain untuk menyelenggarakan acara serupa dan meningkatkan kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta. Dengan demikian, kepariwisataan di Jateng makin bergairah, meningkatkan dinamika dunia usaha, laju perekonomian daerah, dan kesejahteraan masyarakat.
Semargres merupakan embrio bagi kebangkitan kepariwisataan provinsi ini. Bisa juga dianggap sebagai pemanasan program Visit Jawa Tengah 2013, atau bahkan Jawa Tengah Great Sale. (10)
— Benita Eka Arijani, Wakil Ketua Bidang Promosi dan Pariwisata Kadin Jawa Tengah, dan Adi Ekopriyono, Direktur Eksekutif Budi Santoso Foundation
Opini Suara Merdeka 15 Desember 2010