17 September 2010

» Home » Suara Merdeka » Menguatkan Ketahanan pada Bencana

Menguatkan Ketahanan pada Bencana

RANGKAIAN bencana yang terjadi dan tingginya potensi bencana di hampir seluruh daerah di Indonesia, tidak sebanding dengan kapasitas sistem dan masyarakat di daerah dalam menghadapinya. Ketahanan sistem dan masyarakat terhadap bencana masih lemah.

Dari segi kelembagaan, pemerintah daerah (kabupaten/ kota) masih secara konvensional mengandalkan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak PBP). Praktiknya, Satlak PBP seringkali kedodoran jika didadak oleh kejadian bencana. Penyebabnya tak lain karena lembaga ini mengandalkan koordinasi dalam aksinya. Semua maklum, koordinasi menjadi titik lemah dari lembaga nonstruktural lintas instansi ini.


Yang juga menjadi persoalan, Satlak PBP bukanlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Fungsi penanganan bencana yang dikoordinasikan Satlak PBP itu menempel dan menjadi fungsi sekunder pada SKPD-SKPD tertentu. Akibatnya,  Satlak PBP sulit menyusun rencana strategi/ rencana aksi kebencanaan di daerah secara komprehensif. Penganggaran kebencanaan juga tidak mandiri dan tidak terintegrasi.

Perencanaan dan penganggaran kebencanaan yang tidak komprehensif dan tidak terintegrasi itu, tidak jarang menjadikan tumpang tindih dan saling lempar tanggung jawab di antara SKPD ketika aksi penanganan bencana dibutuhkan.

Sementara itu, sikap masyarakat dalam memandang bencana cenderung fatalistik dan responsif. Bencana dipandang sebagai keniscayaan yang mesti diterima dan ketika bencana datang disikapi dengan ‘’bagaimana nanti saja’’.

Ditambah, pemahaman dan kecakapan masyarakat dalam mengupayakan tindakan yang tepat pada waktu sebelum, saat, dan sesudah bencana masih kurang. Padahal, masyarakatlah yang merespons detik-detik pertama saat bencana terjadi.

Dua hal itu, lembaga yang menangani bencana di daerah yang kurang lincah dan sikap masyarakat yang fatalistik dan responsif, mempunyai andil yang signifikan bagi tidak dapat dicegahnya korban (lebih banyak) saat bencana terjadi.

Menjadi tidak terelakkan lagi untuk mendorong agar daerah dan masyarakat memiliki ketahanan (resilience) terhadap bencana, yaitu kapasitas sebuah sistem (lembaga yang menangani bencana di daerah), komunitas atau masyarakat untuk mampu mengorganisasi diri sendiri untuk meningkatkan kapasitas untuk belajar dari bencana yang lalu demi perlindungan yang lebih baik di masa depan dan untuk meningkatkan tindakan-tindakan peredaman risiko. (UN/ISDR, Geneva 2004).

Perlu terus didorong agar daerah memiliki suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan (vulnerability) dan risiko terhadap bahaya (hazard).
Pembentukan BPBD Penguatan ketahanan terhadap bencana terbuka dengan terbitnya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-Udang ini memberikan amanat jelas kepada daerah untuk bertanggung jawab menyelenggarakan penanggulangan bencana. Dari aspek kelembagaan maka pemda harus membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Kenyataannya, dari 35 kbupaten/ kota di Jawa Tengah, sepengetahuan penulis saat ini baru 8 kabupaten/ kota yang telah membentuk. Pemprov sendiri telah membentuk BPBD melalui Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Tengah.

Membentuk BPBD seharusnya menjadi prioritas bagi pemkab/ pemkot. Abai terhadap pembentukan BPBD, selain akan mengesankan daerah tidak peka bencana, akan menghambat upaya manajemen peredaman bencana berbasis masyarakat (komunitas).

Melalui BPBD titik lemah terkait penanggulangan bencana yang selama ini ada dapat diatasi. Pertama, jalur komando, koordinasi dan kemitraan penanggulangan bencana terjembatani. Kedua, secara kelembagaan makin kuat dan jelas sehingga perencanaan strategis dan aksi penanggulangan bencana menjadi lebih fokus. Ketiga, pendanaan penanggulangan bencana menjadi terintegrasi. Keempat, akuntabilitas dan tata kelola penanggulangan bencana menjadi makin transparan.

Kepekaan daerah dapat diwujudkan antara lain melalui pembentukan BPBD sehingga jalan untuk mendorong peningkatan ketahanan terhadap bencana menjadi lebih lempang. BPBD diharapkan menjadi agen perubahan sikap dari reaktif ke peredaman dan pengurangan risiko bencana. Bdan itu iharapkan mendorong peningkatan pemahaman, kapasitas dan kepekaan aparat pemerintah dan masyarakat mengenai dasar-dasar penanggulangan bencana. (10)

— Ali Riza, PNS, pengurus PMI Cabang Kabupaten Pekalongan
Wacana Suara Merdeka 17 September 2010