Kinerja birokrasi sudah lama menjadi isu perdebatan  dan banyak digugat oleh masyarakat sebagai tidak berkualitas, korup,  berbelit-belit, lamban, tidak efisien, dan tidak efektif. Kinerja  birokrat bila dibandingkan dengan kinerja bisnis, sangatlah jauh. Itulah  sebabnya masyarakat umumnya, jika ada alternatif, cenderung lebih  memilih pelayanan dari organisasi bisnis dibandingkan dengan pelayanan  organisasi publik. 
Yang jadi permasalahan adalah tidak tersedianya semua  pelayanan oleh organisasi bisnis, mengingat berbagai kepentingan umum  dimonopoli organisasi publik. Kesempatan untuk mewujudkan pemerintahan  yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), melalui  peran dan kinerja birokrasi, belumlah terlihat secara signifikan. Oleh  karena itu, penulis berharap pasca-Lebaran ini korupsi bisa semakin  dicegah dan diberantas, agar kinerja birokrasi dapat meningkat.
 
Akuntabilitas 
Sejatinya, dalam rangka mempertanggungjawabkan  seluruh kegiatan atau kinerja birokrasi, telah dikembangkan sistem dan  laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Laporan akuntabilitas  kinerja birokrasi merupakan media pertanggungjawaban yang berisi  informasi mengenai kinerja instansi pemerintah. Sistem dan laporan  tersebut bermanfaat antara lain, mendorong birokrasi untuk  menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara baik dan  benar yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,  kebijakan yang transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada  masyarakat. 
Manfaat lainnya adalah menjadikan birokrasi yang  akuntabel, sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan  responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya. Selain itu,  laporan akuntabilitas kinerja dapat menjadi masukan dan umpan balik bagi  pihak-pihak yang berkepentingan, dalam rangka meningkatkan kinerja  birokrasi dan terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Oleh karena itu, setelah Lebaran ini, dengan berbekal  penghayatan dan pengamalan hasil berpuasa sebulan lamanya berupa  akhlaqul karimah, diharapkan korupsi bisa dicegah dan diberantas, agar  kinerja birokrasi dapat ditingkatkan. 
Penghayatan dan pengamalan akhlakul karimah tersebut,  meliputi aspek-aspek yang merupakan kesatuan yang utuh. Pegawai negeri  sipil (PNS) haruslah jujur, yaitu menepati janji (sumpah jabatan). Bila  kejujuran dapat dilakukan dengan baik, PNS akan dapat bersyukur, yaitu  mensyukuri segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah SWT. Bila  kejujuran dan syukur nikmat dapat dilakukan, barulah PNS akan dapat  bersifat sabar, yang menyiratkan makna keluasan cakrawala pandang karena  luasnya pengetahuan seseorang, hingga ia dapat bersifat toleran, yakni  menghargai pendapat orang lain. 
Bila ketiga akhlak itu sudah menyatu dalam diri  seseorang, ia akan rela, yaitu watak yang intinya tidak lekat pada  keduniawian. Setelah watak-watak jujur, bersyukur, sabar, dan rela dapat  dihayati dengan baik, PNS akan mempunyai akhlak budi luhur, yaitu  semangat berlomba-lomba menaburkan kebajikan seperti menolong orang  lain, berkorban bagi bangsa dan negara, dan lain-lain sifat yang dapat  memperbaiki hidup dan kehidupan.
Para PNS akan dapat menjadi panutan anak bangsa  apabila mereka dapat merintis dan memantapkan dalam kehidupan  sehari-hari tiga kewajiban terbesar manusia di unia, yaitu sadar (ilmu),  percaya (iman), serta takwa (amal) kepada Allah SWT. Untuk mewujudkan  semua itu, diperlukan contoh yang jujur, tegas, dan cerdas dari atasan  atau pemimpin, serta diperlukan keberanian peningkatan iklim pencegahan  praktik korupsi. 
Ada beberapa strategi pemberantasan korupsi yang  perlu ditindaklanjuti di lingkungan birokrasi. Pertama, peningkatan  kesejahteraan melalui berbagai kebijakan mengenai penghasilan. Akan  tetapi jika PNS melaksanakan praktik korupsi, ia harus diproses  sebagaimana hukum yang berlaku.
Kedua, reformasi birokrasi. Untuk mencegah tindak  penyimpangan dan perbuatan tercela lainnya, perlu dibangun birokrasi  yang efektif, efisien, produktif, transparan, memberikan pelayanan  kepada masyarakat, dan akuntabel.
Ketiga, pemberatan sanksi hukum. Bagi PNS yang  terbukti korupsi perluk pemberian hukuman yang lebih berat, tanpa remisi  dan grasi.
Keempat, peran serta masyarakat. Artinya, masyarakat  harus berani melakukan pengawasan dan mendukung terciptanya lingkungan  antikorupsi.
Kelima, pendidikan. Artinya, dalam pendidikan tingkat  apapun, perlu diberikan muatan pemberantasan korupsi agar tercipta  moral sikap yang antikorupsi.
Secara umum, setelah Lebaran tahun ini, kinerja  birokrasi sebagai individu dan organisasi untuk mengemban tugas, harus  memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Praktik antikorupsi akan  menjadi titik awal tumbuhnya kembali kepercayaan dan harapan seluruh  masyarakat akan terlaksananya kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. 
Oleh karena itu, genderang perang terhadap korupsi  harus ditabuh oleh seluruh birokrasi agar lebih menggema. Kita pun perlu  memacu semangat kinerja birokrasi penegak hukum, untuk menyelesaikan  berbagai persoalan korupsi saat ini agar negara ini bebas KKN karena  kinerja birokrasi yang terpercaya, semoga!***
Penulis, Widyaiswara Utama Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat.
Opini Pikiran Rakyat 17 September 2010
Opini Pikiran Rakyat 17 September 2010