Sebanyak 915.178 warga Wonogiri yang terdaftar sebagai pemilih menyalurkan hak politik mereka untuk menentukan pemimpin Kota Gaplek, Kamis (16/9).
Empat pasangan Cabup dan Cawabup masing-masing Sumaryoto-Begug Poernomosidi, Sutadi-Paryanti, Mulyadi-Edy Purwanto dan Danar Rahmanto-Yuli Handoko bertarung merebut hati masyarakat Wonogiri.
Berdasarkan data yang masuk ke KPU Wonogiri hingga pukul 20.00 WIB yang berasal dari 1.326 TPS dari total 2.026 TPS, pasangan Danar Rahmanto-Yuli Handoko unggul sementara dengan 169.303 suara atau 43,69%. Di urutan kedua, pasangan Sumaryoto-Begug memperoleh 104.451 suara (26,95%), pasangan Sutadi-Paryanti mendapat 65.024 suara (16,24%) dan terakhir pasangan Mulyadi-Edy Purwanto memperoleh 48.750 (12,58%). Jumlah suara yang masuk ini baru sekitar 65,45% dari total pemilih.
Sebagaimana yang sudah-sudah, suhu politik tentu memanas selama Pilkada dihelat. Trik-trik politik diperagakan para pasangan untuk bisa memenangi pertarungan. Namun sekalipun suasana politik memanas, satu yang pasti, iklim kondusif harus selalu dijaga. Bahwa siapa pun pemenangnya tidaklah penting. Yang penting, mereka harus bisa memberi yang terbaik bagi masyarakat Wonogiri. Pasangan yang menang harus menunjukkan bahwa mereka memang layak memimpin wilayah paling selatan di Soloraya tersebut.
Dan bagi pasangan yang kalah, harus bisa legawa menerima kenyataan bahwa mereka memang belum dipilih oleh mayoritas pemilih untuk memimpin Wonogiri. Paradigma yang dikedepankan adalah demi kepentingan masyarakat Kota Gaplek jangka panjang, bukan kepentingan kelompok yang notabene hanya sesaat.
Kami sangat prihatin dengan gesekan di tingkat grassroot yang terjadi di Klaten menjelang Pilkada, beberapa waktu terakhir. Meski pihak berwajib beralasan bahwa percekcokan demi percekcokan yang terjadi tidak ada muatan politis namun kenyataan di lapangan berbicara lain.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa sumber dari permasalahan itu adalah persoalan politik. Bahwa ketidakdewasaan berpolitik di tingkat bawahlah yang lantas memicu terjadinya gesekan bahkan tawuran. Saling ejek antarpendukung kandidat berlanjut pada bentrok fisik, sebagai akibat kekurangdewasaan dalam berpolitik.
Kami tidak berharap itu terjadi di manapun dalam perhelatan Pilkada. Karena itu, butuh kematangan dari para calon pasangan untuk bisa berbesar hati jika mereka tidak terpilih. Mereka harus menunjukkan bukti bahwa mereka memang layak untuk bersaing sebagai kandidat, meski akhirnya tidak terpilih.
Mereka harus bisa mengendalikan konstituen di tingkat bawah, agar tidak terjadi gesekan dengan massa dari pasangan lain. Dan yang terpenting ke depan, siapa pun calon yang terpilih harus didukung oleh semua.
Opini Solo Pos 17 September 2010