Oleh CECEP DARMAWAN
Rencananya, Selasa (2/3) ini DPR akan menggelar sidang paripurna membahas hasil akhir Panitia Khusus (Pansus) Kasus Bank Century. Minggu lalu, pansus sudah usai memberikan pandangannya yang beragam. Pansus menyampaikan hasilnya berkenaan empat tema penyelidikan Pansus, yaitu soal merger dan akuisisi, pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), soal penyertaan modal sementara (PMS), dan aliran dana bail out Rp 6,7 triliun. Meski, Pansus tidak berhasil menyampaikan kesimpulan bersama dan tidak ada rekomendasi tunggal, hasil Pansus akan disampaikan ke rapat paripurna DPR, 2 Maret 2010.
Di tengah persiapan paripurna itulah lobi politik dilakukan berbagai pihak, utamanya dari kubu pemerintah kepada elite-elite parpol di DPR. Di samping itu, aksi dukung-mendukung pun marak dipertontonkan. Ribuan massa pendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono melakukan "Apel Kebulatan Tekad" di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (28/2). Tujuannya tidak lain turut mendukung kepemimpinan SBY-Boediono sampai 2014. Apel akbar dipenuhi oleh beberapa elemen organisasi kemasyarakatan dan sukarelawan pendukung Partai Demokrat.
Tidak ingin kalah dengan kelompok pendukung SBY-Boediono, berbagai elemen mahasiswa berencana menduduki Gedung DPR selama sidang paripurna DPR pada 2 Maret. Aksi ini dilakukan, karena khawatir partai politik akan berubah sikap, khususnya Partai Golkar dan PKS.
Terhadap kasus Century ini, Presiden Yudhoyono akan memberikan pidato tertulisnya. Sekadar mengingatkan kita, Yudhoyono pada akhir November 2009 pernah memberikan pidato, yang intinya ingin keterbukaan dan akuntabilitas dapat ditegakkan bersama. Bahkan Yudhoyono juga ingin semua desas-desus, kebohongan, dan fitnah dapat disingkirkan dengan cara menghadirkan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya. Terhadap pemikiran dan usulan sejumlah anggota DPR RI untuk menggunakan hak angket terhadap Bank Century, SBY menyambut dengan baik agar perkara ini mendapatkan kejelasan serta sekaligus untuk mengetahui apakah ada tindakan-tindakan yang keliru dan tidak tepat. Berikutnya Yudhoyono mengatakan, yang tidak kalah pentingnya adalah percepatan proses hukum bagi para pengelola Bank Century dan segera dapat dikembalikannya dana penyertaan modal yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu kepada negara. Presiden pun menginstruksikan Jaksa Agung dan Kapolri untuk melaksanakan tugas penting ini.
Posisi Yudhoyono sebagai Presiden sudah tepat, tidak ingin melindungi yang salah dan ingin kasus ini segera diselesaikan sesuai aturan yang berlaku. Namun, entah mengapa beberapa elemen pendukung SBY, acap terkesan berlebihan memberikan dukungannya. Bahkan muncul tekanan politik kepada parpol yang berbeda haluan dengan parpol penguasa. Mulai dari wacana pemecatan menteri, pembagian ulang "kue kekuasaan" di lembaga negara, sampai pada persoalan akan membongkar kasus-kasus lain sebagai efek domino kasus Century ini. Padahal barangkali Yudhoyono sendiri tidak seperti yang dikesankan itu. Saya yakin presiden akan bijak menyikapi hasil paripurna Pansus ini.
Persoalannya, pascaparipurna Pansus, ke manakah arah politik koalisi parpol di DPR selama ini? Bagaimana posisi kabinet terkait dengan pendulum koalisi yang berubah arah? Itulah sekelumit pertanyaan publik yang menggelayut selama ini.
Secara kalkulasi politik, jika Partai Golkar dan PKS terus mengambil posisi beraduhadapan dengan koalisi, memang agak mengancam posisi koalisi (PD, PAN, PPP, PKB). Namun, jika tetap solid, partai koalisi tetap masih sekitar 75 persen kursi DPR. Isu pemakzulan terhadap Boediono pun terlalu kebablasan, meskipun tidak mustahil secara teoretik. Kita berharap pemakzulan tidak terjadi hanya karena persoalan seperti ini.
Namun demikian, jika hasil paripurna tanpa arah politik yang jelas, DPR akan menanggung beban politik yang berat dari rakyat. Tekanan dan desakan massa akan semakin kuat. Tidak hanya menganggap anggota DPR "masuk angin", tetapi juga akan memperburuk citra lembaga wakil rakyat itu. Teatrikal politik tak boleh terjadi di lembaga politik. Terlalu mahal ongkos politik yang harus ditebus oleh rakyat. Kongkalingkong politik pun sudah harus dihentikan. Lobi politik untuk maksud kebaikan bersama masih perlu dilakukan, tetapi bukan untuk kepentingan pragmatis yang memuluskan akal bulus.
Kita sepakat bahwa jika menyangkut ranah hukum serahkan sepenuhnya kepada lembaga hukum dan DPR tidak boleh mencampuri urusan ini. Kita berikan kepercayaan kepada Polri, kejaksaaan, atau KPK untuk mengurusi masalah hukumnya. Tidak boleh keputusan apa pun atas dasar dendam politik. Hanya untuk menyingkirkan dan mencuatkan seseorang, keputusan lembaga dilegitimasi. Keputusan apa pun harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, bangsa, negara, terlebih dihadapan Allah SWT.
Begitu pula, publik tetap harus mengawal skandal Bank Century ini yang telah menyedot perhatian publik dan barangkali energi dan biaya juga sudah banyak yang dikeluarkan. Meski kelantangan masih dibutuhkan, tetapi etika politik dan fatsoen politik tetap harus dikedepankan. Jangan ada pihak yang merasa menang sendiri. Pansus harus arif, pemerintah mesti berbesar hati. Semua pihak memahami ranah dan lingkungannya masing-masing. Ambil hikmah atas pelajaran Century ini. Mungkin saja Century-century lain masih tersisa, tetapi cukuplah kasus Century kali ini merupakan kasus terakhir yang tejadi di republik kita ini. Ke depan, kita butuh para pemimpin yang bijak, pro rakyat, dan menghitung secara cermat bagaimana proses, implementasi, dan implikasi berbagai kebijakannya. Tidak boleh rakyat menanggung beban atas kesalahan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Sudah cukup rakyat memberikan apa yang dipunyainya untuk bangsa dan negara ini, di tengah kesulitan sebagian rakyat dengan berbagai penderitaan yang menerpanya. Negeri ini masih butuh contoh sikap dan teladan politik seperti para pendiri bangsa ini tempo dulu, yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negaranya.***
Penulis, dosen Ilmu Politik FPIPS dan Pascasarjana (S-2, S-3) Universitas Pendidikan Indonesia.
Opini Pikiran Rakyat 02 Mret 2010