Ricky Tamba
Penggiat Jaringan '98, Editor Pelaksana Infightsmc
Koalisi besar Pilpres 2009 kian menunjukkan watak aslinya. Power  sharing dengan bagi-bagi jatah menteri di kabinet ditengarai menjadi  inti deal tertutup (baca: fakta integritas) antara SBY dan para  parpol pendukungnya kian terkuak. Derasnya desakan elite dan gerakan  rakyat akan penuntasan skandal Bank Century semakin mendinamisasi  situasi nasional dan konflik elite, terlebih setelah perseteruan KPK vis  a vis Mabes Polri dan Kejaksaan Agung.
Simpulan sementara beberapa fraksi parpol di Pansus Century, ada  indikasi korupsi, indikasi pidana perbankan dan pelanggaran hukum dalam  skandal Bank Century yang terjadi pada tahun 2008 akibat kebijakan  Gubernur Bank Indonesia Boediono (kini Wakil Presiden RI periode  2009--2014) dan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) Sri  Mulyani Indrawati (Menkeu KIB II).
Ironisnya, upaya mengungkapkan fakta dan kebenaran dalam skandal Bank  Century banyak mendapat tantangan dan hambatan, misalnya, dengan  aksi-aksi jalanan tandingan di berbagai daerah, ancaman, dan isu reshuffle  dari Partai Demokrat terhadap parpol koalisi pendukung SBY, seperti  Partai Golkar dan PKS. Counterpart juga terjadi dengan adanya  penggunaan kekuasaan dalam kasus pajak grup Bakrie, sindiran SBY  terhadap Menkominfo (kader PKS) terkait RPM konten multimedia dan  manuver/upaya lainnya yang diduga sebagai bargaining politik  fraksi SBY.
Bahkan, ada beberapa staf khusus Presiden RI yang "bersilaturahmi"  dengan tokoh-tokoh dan elite parpol yang kritis atas skandal Bank  Century. Sebagian fraksi parpol di pansus terus konsisten tetapi banyak  yang berubah. Rakyat semakin bertanya-tanya dan menduga-duga, apa yang  akan terjadi dan dihasilkan dari rapat paripurna MPR/DPR mendatang.
Sejak awal, konsepsi koalisi permanen dan oposisi terbatas yang  hendak dijalankan SBY memang cukup diragukan kalangan yang kritis karena  pragmatisme parpol pendukung yang "dicurigai" tidak memiliki komitmen  programatik dan ideologis untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat;  sementara oposisi terbatas yang dijalankan oleh parpol nonkoalisi  sebagian besar diabadikan hanya untuk kepentingan kelompok dan atau  individu yang dibingkai dengan konspirasi, konsesi, dan avonturisme  elite parpol.
Idealnya, kebenaran harus ditegakkan. Presiden SBY harus tegas dalam  penuntasan skandal Bank Century. Poin pentingnya bukanlah reshuffle  atau tidak, melainkan bagaimana hukum ditegakkan secara transparan,  tanpa diskriminasi dan disparitas. Indikasi pidana korupsi dan pidana  lain dalam skandal Bank Century harus diproses lebih lanjut dalam bentuk  langkah-langkah projustisia/penyidikan oleh KPK, Polri, dan  Kejaksaan Agung dengan pembagian tugas berdasarkan wilayah kewenangan  masing-masing.
Pilkada 2010
Dalam tataran kenegaraan lainnya, ada momentum yang harus diwaspadai,  yaitu pemilihan umum kepala daerah (pilkada) di 244 kabupaten/kota  seluruh Indonesia. Selain berpotensi rusuh karena maraknya mobilisasi  massa, pilkada juga ditengarai akan penuh dengan kecurangan dan  manipulasi.
Sinyalemen ini telah diluncurkan dalam kesepakatan KPK dengan Bawaslu  beberapa minggu yang lalu, di mana KPK akan mengawasi money politics/  politik uang serta penggunaan fasilitas negara dan anggaran daerah,  khususnya oleh para calon bupati/wali kota incumbent. Banyak  korupsi daerah terjadi dampak dari pilkada yang sarat dengan money  politics. Pemilihan secara langsung guna mendapatkan suara terbanyak  dalam pilkada membutuhkan kesiapan finansial dari para kandidat,  khususnya calon yang masih berkuasa/incumbent, guna berbagai  politik transaksional yang memang menjadi sebuah taktik penggalangan  suara dan pencitraan. Rakyat semakin dididik larut dalam money  politics yang membodohi.
Potensi penggunaan modus yang hampir mirip dengan skandal Bank  Century dapat saja terjadi di level kabupaten/kota. Bisa saja Badan  Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) yang  memiliki anggaran besar dijadikan "sapi perahan" guna dukungan  finansial pemenangan Pilkada 2010, khususnya oleh oleh para calon  bupati/wali kota incumbent, yang dapat membahayakan potensi  kerugian keuangan daerah dan dapat menimbulkan instabilitas pembangunan.
Lihat saja, kini biaya yang telah dikeluarkan untuk membuat alat-alat  peraga sosialisasi kandidat di 244 kabupaten/kota. Belum lagi bila  melihat materi/isi alat peraga yang mayoritas "bualan" dan "janji manis"  yang belum tentu terealisasi. Andai saja dana-dana tersebut  dikumpulkan, mungkin bisa untuk membangun banyak gedung sekolah dan  puskesmas hingga pelosok terpencil guna menopang pembangunan daerah  jangka panjang.
Tugas rakyat adalah mengawasi Pilkada 2010 agar berjalan dengan  sewajarnya. Jika ada pelanggaran kampanye ataupun tindakan money  politics, mari kita lawan bersama demi Pilkada 2010 yang berkualitas  dan sehat. Pilkada 2010 harus menghasilkan kepemimpinan yang bersih dan  merakyat.
Opini Lampung Post 02 Maret 2010