10 Desember 2010

» Home » Pikiran Rakyat » Menagih UU Perlindungan Pembela HAM

Menagih UU Perlindungan Pembela HAM

Oleh M. Fauzi Ridwan
Momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia pada Jumat (10/12) menjadi hari yang tepat bagi masyarakat sipil untuk mengampanyekan kondisi penegakan HAM di Indonesia, termasuk salah satu isu penting yang menjadi perhatian masyarakat sipil adalah mengampanyekan wacana kondisi pembela HAM. Dalam Deklarasi Pembela HAM pada 1998 disebutkan pada Pasal 1 bahwa "Pembela HAM adalah setiap orang yang mempunyai hak, secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama untuk memajukan dan memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan kebebasan dasar di tingkat nasional dan internasional. Aktivis pembela HAM adalah aktivis dari berbagai kelompok sosial dan profesi yang mengabdi untuk kepentingan penegakan HAM".

Selama ini, penegakan HAM di Indonesia tidak mengalami kemajuan yang signifikan bahkan penegakan HAM mengalami hambatan dan cenderung berjalan lamban. Berbagai macam kasus pelanggaran HAM masa lalu dan sekarang di masyarakat belum terungkap dan terselesaikan. Dalam laporan kunjungan Wakil Khusus Sekjen PBB untuk Pembela HAM, Hina Jilani, di Indonesia pada 5-12 Juni 2007, disebutkan bahwa di samping kemajuan proses demokratisasi, pembela HAM masih mengalami ancaman dan hambatan serius dalam menjalankan aktivitas memperjuangkan perlindungan dan penegakan HAM. Dalam usaha mengupayakan penegakan HAM di Indonesia, pembela HAM berada dalam posisi yang rentan mengalami intimidasi, dan kekerasan.
Kondisi pembela HAM
Pembela HAM merupakan unsur penting dalam proses penegakan HAM sebab memperjuangkan HAM sebagai prinsip dasar negara untuk senantiasa dilindungi, dihormati, dan dimajukan. Pembela HAM berada pada posisi terdepan dalam menyuarakan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat. Namun, kerap kali para pembela HAM di Indonesia mengalami tindakan kekerasan dalam upaya aktivitas menegakkan HAM.
Berdasarkan laporan LSM Imparsial, kurun waktu 2005-2009 terdapat 96 kasus pelanggaran HAM yang dialami para pembela HAM dan mendapatkan perhatian publik secara luas. Kasus pelanggaran HAM yang paling banyak menimpa pembela HAM adalah intimidasi, ancaman kekerasan terhadap pembela HAM maupun keluarga, penganiayaan fisik, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, kriminalisasi, penembakan, dan pembunuhan. Salah satu kasus pelanggaran HAM yang dialami Pembela HAM dan mendapat sorotan tajam berbagai kalangan masyarakat nasional dan internasional adalah kasus kematian Munir. Sampai detik ini, pelaku pelanggaran HAM kasus kematian Munir masih belum dijerat sesuai hukum yang berlaku.
Kasus pelanggaran HAM yang dialami para pembela HAM adalah bentuk kesewenang-wenangan. Tindakan pembela HAM dalam mengungkapkan kasus pelanggaran HAM menjadi momok bagi para pelaku pelanggaran HAM sehingga upaya yang dilakukan para pelaku pelanggaran HAM untuk menjerat dan menghentikan para pembela HAM adalah mengkriminalisasikan para pembela HAM. Para pelaku pelanggaran HAM menjerat pembela HAM dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan Pasal 310 ayat (1) KUHP mengenai pencemaran nama baik.
Pelanggaran HAM terhadap pembela HAM menyebabkan gerak aktivitas pembela HAM dalam mengungkapkan, kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia menjadi terhambat. Hal itu menyebabkan kemajuan penegakan HAM di Indonesia mengalami penurunan dan lamban. Kondisi para pembela HAM yang masih mengalami tindakan kekerasan dalam upaya menegakkan HAM di Indonesia menjadi pertanda buruk bagi perkembangan penegakan HAM di Indonesia.
Atas kondisi pembela HAM yang masih rentan mengalami kekerasan diperlukan aturan yang memberikan jaminan perlindungan terhadap aktivitas pembela HAM dalam setiap aktivitas penegakan HAM di Indonesia. Hal itu akan mendorong penegakan HAM Indonesia ke arah yang lebih baik dan maju.
Amanat Deklarasi Pembela HAM tahun 1998 pasal 12 menjelaskan bahwa negara harus mengambil semua tindakan yang perlu untuk memastikan perlindungan oleh badan yang berwenang terhadap setiap orang, secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, terhadap setiap pelanggaran, ancaman, balas dendam, diskriminasi de facto atau de jure yang bersifat sebaliknya, tekanan atau tindakan sewenang-wenang lainnya sebagai akibat dari tindakan mereka yang sah dalam melaksanakan hak-hak yang disebutkan dalam Deklarasi Pembela HAM. Oleh karena itu, Indonesia telah meratifikasi Deklarasi Pembela HAM tahun 1998 dan telah ada draft RUU Perlindungan Pembela HAM yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2009-2014.
RUU Perlindungan Pembela HAM merupakan rancangan hukum yang mengatur tentang jaminan perlindungan aktivitas pembela HAM dalam memperjuangkan penegakan HAM di Indonesia. Adanya RUU ini memberikan angin segar bagi para aktivis pembela HAM, dan bagi perkembangan penegakan HAM di Indonesia. Seyogianya masyarakat sipil harus menagih janji legislatif untuk mengesahkan RUU Perlindungan Pembela HAM menjadi UU Perlindungan Pembela HAM segera mungkin. Semoga.***
Penulis, Kepala Biro Litbang Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan Bandung, peserta Lokakarya RUU Perlindungan Pembela HAM Imparsial.
Opini Pikiran Rakyat 11 Desember 2010