Hasani Ahmad Said
Dosen Syariah IAIN Raden Intan lampung & Alumnus Kader Mufassir, PSQ Jakarta
Tanpa disengaja peringatan Hari Antikorupsi 9 Desember 2010 kali ini bertepatan dengan Tahun Baru Islam, 1 Muharam 1432 Hijriah. Rasanya bukan satu hal kebetulan di tengah goncangan dan gejolak pemberitaan yang merobek hati nurani bangsa mulai kasus Century hingga kasus pajak Gayus, Hari Antikorupsi Sedunia tahun ini bertepatan dengan semangat menggeloranya nilai-nilai hijrah.
Di zaman Rasulullah Muhammad saw. pernah terjadi suatu fase di mana moral beberapa sahabat mengalami penurunan. Ketika itu kemenangan demi kemenangan di medan peperangan berhasil diraih pasukan Islam.
Rampasan perang sangat melimpah berupa berbagai macam barang berharga. Segelintir oknum sahabat ada yang tergoda melakukan tindak korupsi dengan mengambil barang pampasan perang sesukanya sendiri tanpa seizin Rasulullah.
Atas tindakan melanggar hukum itu, Allah segera menurunkan peringatan keras seperti yang bisa kita baca dalam surah Ali Imran. "Barang siapa yang berkhianat (korupsi?) dalam urusan harta rampasan perang, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianati itu." (Q.S. 3:161)
Peringatan Allah yang keras itu kemudian dijabarkan lebih jauh oleh hadis, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad. "Maka demi zat yang diri Muhammad di dalam genggaman-Nya, tidaklah tindakan khianat/korupsi salah seorang dari kalian atas sesuatu, kecuali dia akan datang pada hari kiamat nanti dengan membawa di lehernya. Kalau yang dikorupsi itu adalah unta, maka ia akan datang dengan melenguh." (H.R. Bukhari-Muslim)
Korupsi adalah kejahatan pengambilan kekayaan dan hak orang lain secara tidak sah untuk memperkaya diri sendiri. Oleh karenanya, Islam mengharamkan tindak korupsi termasuk memakan hasil dari tindak korupsi.
Beberapa ulama berpendapat Islam mengategorikan tindak pidana korupsi dalam beberapa jenis perbuatan, yaitu sariqah (pencurian), ikhtilaf (menjambret), khiyanah (menggelapkan), ikhtilas (mencopet), al-nahb (merampas), dan al-ghasb (menggunakan tanpa seizin).
Dalam batasan pengertian korupsi sebagai tindak kejahatan sariqah (pencurian dan suap), Allah tegas sekali mengutuk perbuatan tersebut, seperti firman-Nya dalam surah Al Anfal (harta pampasan perang). "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Q.S. 8:27)
Rasulullah mengingatkan kita lewat sabdanya, "Rasulullah melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap, dan yang menjadi perantara." (H.R. Ahmad dan Hakim)
Korupsi dalam batasan pengertian sebagai tindak penggelapan (khiyanah), dan merampas harta dan hak orang lain (al-nahb), Rasulullah memperjelas dalam sabdanya, "Barangsiapa yang kami pekerjakan pada suatu jabatan, kemudian kami beri gaji, malahan yang diambilnya selebih dari itu, berarti suatu penipuan." (H.R. Abu Daud)
Dari penegasan Allah dan Nabi Muhammad tersebut, jelas bahwa Islam melarang tindak korupsi-suap dalam berbagai batasan tersebut di atas, dan mengategorikannya dalam tindakan yang haram. Islam juga memandang bahwa tindak pidana korupsi telah merendahkan martabat manusia di mata Allah. Oleh karenanya kita dilarang mendekatinya, apalagi melakukannya.
Apa yang diingatkan oleh Allah tentang korupsi seperti termaktub dalam ayat-ayat Alquran di surah Harta Pampasan Perang (Al Anfal), sesungguhnya sebuah isyarat bahwa manusia memang cenderung berlaku korup. Korupsi merupakan penyakit masyarakat dari bangsa apa pun. Maka, pantaslah bila secara mondial kita memperingati Hari Antikorupsi yang jatuh pada 9 Demseber yang lalu.
Era reformasi mengamanatkan perang terhadap korupsi. Genderang perang itu kemudian dituangkan dalam KUHP maupun UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, secara kasatmata, kita melihat bahwa praktek korupsi kian menjadi-jadi di negeri ini.
Tahun 2003 dan 2004, China ditetapkan sebagai negara paling korup di dunia disusul kemudian Indonesia, India, Brasil, dan Peru. Peringkat Indonesia dalam bidang negara terkorup terkoreksi pada 2009. Menurut lembaga riset Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, kini Indonesia berada di peringkat ke-79 negara terkorup di dunia. Memang ada kemajuan.
Memang, betapa malunya kita atas predikat menjadi negara yang tergolong terkorup di seluruh dunia. Di luar sana, bangsa-bangsa lain juga sudah lama membicarakan bangsa kita yang mayoritasnya beragam Islam, tetapi kenapa tingkat tindak sariqah-nya (korupsi dan suap) tergolong tinggi. Rasanya bangsa lain itu hendaknya kita jadikan bahan introspeksi diri. Dan, sebaiknya marilah kita mulai dari diri kita sendiri masing-masing untuk patuh dan taat kepada ajaran Allah dan Rasulullah Muhammad untuk tidak melakukan tindak korupsi dalam bentuk apa pun sekecil apapun. Karena yang demikian itu sesungguhnya adalah ukuran dan indikator dari salah satu takwa yang berkualitas.
Beberapa upaya telah ditempuh untuk membrantas korupsi , saat ini dilakukan oleh beberapa institusi: Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi), KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), kepolisian, kejaksaan, BPKP, lembaga nonpemerintah: media massa organisasi massa (misalnya ICW).
Sesungguhnya bila dibandingkan dengan Orde Baru, pada zaman reformasi ini pemberantasan korupsi di Indonesia sudah berkembang. Namun, hingga kini hasilnya belum menunjukkan titik terang, mungkin karena sumber oknum korupsi justru berada di dalam institusi penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan).
Hal itu yang membikin pemberantasan korupsi susah diuraikan. Mungkin yang paling tepat pemberantasan korupsi itu dimulai dari diri sendiri.
Tanggal 9 Desember telah ditetapkan sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Sebagai orang muslim harus menanggapi sebagai aksi gerakan moral yang cukup baik untuk memulai mengetuk pada diri sendiri dan terus menjaga kebenciannya terhadap korupsi. Maka, momen hijrah sejatinya bukan hanya bermakna pindah belaka, melainkan lebih jauh dari itu. Hijrah yang aktual sesungguhnya mampu mereformasi keberpindahan dari yang tidak baik menuju kebaikan.
Opini Lampung Post 11 Desember 2010