GEMURUH pemeriksaan politik skandal pemberian dana talangan (bail out) dan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) ke Bank Century berakhir sudah. Proses terjal dan berliku dilalui.
Sejak pemeriksaan perdana dilakukan pengujung 2009 hingga masuk ke pelataran tahun 2010, banyak saling-silang pendapat, saling serang pernyataan, tak sedikit mengundang pertanyaan, yang mengiringi pemeriksaan politik kasus Bank Century di parlemen.
Dua kubu kelompok berhadapan antara yang membenarkan kebijakan menyelamatkan bank itu, dan kelompok yang menduga ada pelanggaran hukum dalam pola penyelamatan itu.
Namun sidang paripurna DPR, sebuah forum tertinggi pemeriksaan politik itu, pada malam yang bersamaan dengan lelah-lesu para pendemo setelah bentrok dengan aparat polisi di luar gedung rakyat (03/03/10), menyimpulkan bahwa kebijakan bail out tersebut menyimpang, salah!
Kesimpulan tersebut diamini oleh 325 anggota DPR setelah menepis 212 anggota DPR lainnya. Sebelumnya, proses yang membosankan dan cenderung tak etis mengawali proses pengambilan kesimpulan akhir paripurna angket Bank Century.
Betapa tidak, pada hari pertama sidang paripurna, anggota DPR menyuguhkan pentas yang dipandang inkompeten sebagai wakil rakyat. Ketua DPR dianggap tidak mendengarkan aspirasi anggotanya, dengan menutup sidang paripurna secara sepihak sehingga memicu anggota untuk merangsek ke depan meja pimpinan, menyerobot mikrofon, dan berusaha ”mengambil alih” kepemimpinan.
Tidak hanya di dalam ruangan DPR yang ramai, di luar Senayan pun massa mulai gerah dengan tontonan wakil mereka di ruang sidang. Mereka kemudian menumpahkan resahnya dengan ”menantang” polisi, melemparkan apapun yang ada di tangan, menuntut masuk ke gedung DPR, dengan niat akan memberi pelajaran kepada wakil rakyat yang mereka anggap tidak inkompeten. Seterusnya, untuk mengingatkan, bahwa saat itu rakyat sedang menajamkan mata mengawasi perilaku anggota Dewan.
Tak cukup hanya itu, pada sidang paripurna hari kedua, sekali lagi, anggota DPR bak membuat adonan alot kue yang tidak enak dimakan. Setelah sidang diskors untuk shalat dan makan siang, sidang tak kunjung dimulai. Agenda sidang molor. Sepertinya para anggota DPR memang menerapkan tiga waktu Indonesia, bagian barat, tengah, timur, sehingga susah mendefinisikan kapan sidang akan dilanjutkan.
Belum puas, lobi gencar dilakukan kelompok fraksi yang mendukung bail out, sekaligus mewarnai jejak lambat pengambilan kesimpulan di sidang paripurna. Lobi memuja, dan menuju, demi mengutip bahasa setuju untuk membenarkan kebijakan bail out Bank Century dari fraksi-fraksi yang konsisten menduga ada pelanggaran hukum dalam kebijakan itu.
Untung saja, sidang tetap berjalan meski lobi tetap menata lakunya menemukan kata sepakat antarpetinggi partai.
Setelah sidang paripurna ini usai, apakah pemeriksaan kasus penyertaan modal sementara tersebut turut selesai? Tidak!
Yang perlu ditekankan bahwa hasil penyelidikan Pansus Hak Angket DPR untuk Kasus Bank Century, yang kemudian dikuatkan dengan kesimpulan akhir di sidang paripurna, bukanlah babak akhir untuk menguak kebenaran dalam skandal yang diduga menggarong uang negara Rp 6,7 triliun.
Pertama, DPR harus menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukan pengawasan (monitoring) terhadap hasil simpulannya. Pernyataan DPR yang akan membuat lembaga pengawas agar implementasi kesimpulan paripurna tidak melenceng, harus segera dilaksanakan. Di samping itu, ini bagian dari amanah rakyat yang dititipkan ke lembaga perwakilan rakyat itu.
Kedua, indikasi yang didapatkan oleh Pansus adalah tindak pidana perbankan dan pencucian uang (money laundering). Kejaksaan tidak perlu tunggu umpan bola dari DPR. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, UU Nomor 16 Tahun 2004, korps Adyaksa itu bisa langsung melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam skandal Bank Century.
Apalagi tuntutan pidana yang dilayangkan kejaksaan terhadap Robert Tantular, salah satu pemilik Bank Century, sudah dimenangi oleh pengadilan. Dengan pintu masuk itu, dan dengan simpulan DPR, kejaksaan dapat menyibak lebih jelas serta memerkarakan lebih tegas oknum pejabat yang menikmati duit talangan Bank Century.
Dikembangkan
Ketiga, hampir sama dengan kejaksaan, Polri telah lebih dulu menyelidiki kasus Bank Century. Pengakuan petinggi kepolisian Susno Duadji, saat ditanyai sebagai saksi di Pansus Hak Angket Bank Century bahwa ada pejabat negara kala itu, yang konon ikut maju dalam pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2009, terlibat kasus Bank Century patut dikembangkan. Testimoni Susno mesti ditelusuri. Setidaknya, dapat dijadikan bahan tambahan untuk memudahkan penelusuran kasus.
Keempat, hasil Pansus juga mengemukakan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian dana talangan dan FPJP. Bagian ini adalah wilayah KPK. Berdasarkan sumber, KPK telah memulai memeriksa beberapa subjek.
Sejak 6 Januari hingga 2 Maret 2010, baru 8 orang yang diperiksa. Dokumen hasil Pansus dapat digunakan KPK agar pengusutan hukum kasus bank tersebut menjadi lebih mudah. Sebab, dalam dokumen tersebut ada nama-nama yang diduga melakukan pelanggaran hukum di kebijakan bail out.
Terakhir, kerja sama aparat penegak hukum dengan DPR untuk mengusut skandal itu, membuat dalang dari skandal itu mengaku, mutlak dibutuhkan. Namun kerja sama itu tetap dengan syarat: tidak ada kepentingan politik kelompok di DPR dan tidak ada pretensi penyelidikan hukum dari aparat penegak hukum. Niscaya, kebenaran akan menjadi nyata.
Dan, bukankah langkah-langkah itu sesuai dengan program pemerintah saat ini untuk, ”lanjutkan memberantas korupsi”. (10)
— Hifdzil Alim, peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM
Wacana Suara Merdeka 8 Maret 2010