BISNIS kuliner kini banyak diminati oleh kalangan dunia usaha, tak terkecuali di Kota Kebumen. Selain berbekal intuisi, mereka membaca tren dan adanya peluang yang terbuka lebar.
Intuisi berbisnis kuliner itu antara lain menjelma dalam bentuk kedai-kedai baru yang menyajikan beraneka resep masakan. Saking tingginya animo usaha kuliner seakan-akan terjadi perlombaan. Satu gerai berdiri tak berselang lama yang lain menyusul. Warung atau kedai makan itu didesain sedemikian rupa, tujuannya untuk membuat pengunjung merasa nyaman dan betah berlama-lama. Unsur kenyamanan tempat, dijadikan alasan untuk menyelenggarakan beberapa agenda oleh sejumlah kalangan. Mulai arisan keluarga, merayakan pesta ulang tahun, hingga diskusi politik dan debat kandidat jelang pilkada.
Tak ketinggalan, kesan alami dan back to nature turut diwujudkan dalam hal pemilihan material bangunan seperti konstruksi dari kayu dan bambu. Selain menyajikan menu spesial seperti ayam, ikan bakar atau goreng, sea food, bakso, soto khas Kebumen, sebagian lokasi kuliner lainnya menyuguhkan kombinasi bermacam menu makanan dan minuman tak ubahnya sebuah restoran.
Kemerebakan bisnis kuliner di kota yang berslogan Kota Beriman ini menarik dicermati. Sebab fenomena seperti ini termasuk hal baru seiring makin ramainya suasana kota, terutama pada malam hari. Jika dihitung mundur 5 atau 10 tahun silam, jantung kota Kebumen belumlah sesemarak saat ini. Kala itu, paling banter hanya berdiri belasan warung angkringan bermenu ala kadarnya. Sebut saja sajian kopi panas, jigur atau wedang ronde ditemani menu gorengan, mi rebus, mi goreng, nasi goreng, serta beberapa kedai sate dan gulai kambing serta sate ayam di beberapa lokasi.
Era warung angkringan dan warung tenda boleh dibilang masih tetap eksis hingga sekarang. Jika dahulu berkisar puluhan saat ini telah berkembang menjadi ratusan. Pada tiap petang hingga menjelang tengah malam, apalagi jika didukung cuaca cerah, bisnis kuliner di seputar kota tampak makin menggeliat. Lebih-lebih saat akhir pekan dan musim liburan.
Keramaian di ruas-ruas jalan mulai kawasan Ronggowarsito, seputar alun-alun, Jalan Pahlawan, Jalan Sutoyo, kawasan A Yani hingga di sekitar Stadion Candradimuka semakin meneguhkan citra kota tersebut tak ubahnya sebagai tempat rekreasi favorit khusus untuk memanjakan lidah.
Hampir di semua tempat yang penulis sebutkan itu berjajar lokasi-lokasi dari kelas kaki lima (PKL) hingga yang memiliki lokasi nyaman ala kafe. Semuanya menjadi jujugan untuk berburu hidangan, baik oleh warga setempat maupun pendatang. Termasuk oleh mereka yang tengah dalam perjalanan lantas mampir sekadar mengisi perut sekaligus mengaso sejenak.
Aset Daerah Banyaknya jumlah usaha kuliner sudah sejak lama ditangkap oleh Pemkab Kebumen sebagai salah satu aset bagi daerah. Terbukti Pemkab menggagas satu ruas jalan dijadikan Pusat Jajanan Khas Kebumen. Diharapkan sentralisasi lokasi kuliner bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak. Launching di lokasi baru yang dilakukan oleh Bupati KH M Nashirudin Al Mansyur pada 21 November 2009 berjalan cukup meriah (SM, 24/11/2009). Pada saat diresmikan ada 92 PKL ambil bagian. Pemkab pun memfasilitasi pengadaan 40 unit gerobak dan 138 tenda.
Sayangnya, tidak semua PKL yang ditempatkan di sepanjang Jalan Sutoyo mampu bertahan. Lokasi yang sepi dijadikan alasan. Padahal fasilitas permanen seperti listrik serta saluran air bersih dari PDAM berwujud instalasi pipa dan kran telah tersedia.
Tentu semua itu tidak boleh menghalangi niat baik Pemkab untuk melakukan penataan, sebab tertatanya PKL bisa mempermudah perawatan fasilitas umum di lingkungan kota. Banyaknya titik-titik konsentrasi pengunjung yang berwisata kuliner pada malam hari menyisakan persoalan terkait masalah kebersihan pada pagi ataupun siang harinya.
Seyogianya penataan yang telah dilakukan tidak begitu saja dilepas setelah peresmian. Pembinaan PKL terkait kebersihan makanan, proses memasak yang higienis, pencucian peralatan makan penting dilakukan.
Di samping sangat dibutuhkan adanya paket promosi misalnya melalui media on line bahwa di Kebumen terdapat paket wisata kuliner yang buka saban malam harinya. Jika promosi tidak lekas digencarkan, dikhawatirkan jumlah pengunjung makin menyusut, dan berdampak pada PKL yang sudah menempati kawasan pusat jajanan itu.
Kuatnya persaingan bisnis kuliner mesti disiasati oleh kalangan PKL. Jika lokasi ditata nyaman, mutu sajian benar-benar terjaga, penerangan cukup serta kebersihan terjamin, sudah tentu mereka tidak akan mudah kehilangan pelanggan setia. Karena bagaimanapun PKL mempunyai satu keunggulan. Apalagi kalau bukan harga makanannya relatif lebih merakyat.(10)
— Sukron Makmun, warga Kebumen, sekretaris Forum Penulis Kebumen
Wacana Suara MErdeka 6 Maret 2010