Didik Kusno Aji
Mahasiswa Magister Hukum Bisnis Syariah Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
MIMPI. Ya, semuamnya berawal dari mimpi. Sebuah mimpi yang berawal dari keinginan penyatuan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Mungkin kalimat ini cukup bisa mewakili mimpi Gurbenur Lampung saat ini. Betapa tidak, rencana pembangunan jembatan Selat Sunda (JSS) tentu menyita banyak perhatian, jika jembatan ini terwujud, tentu cukup fenomenal dan mengejutkan. Jembatan terpanjang di dunia sudah barang tentu akan disandang.
Saat ini banyak orang yang bermimpi menjadi yang nomor satu di dunia, Menara Dubai salah satu contohnya. Menara tersebut dibangun ketika keadaan ekonomi negara tersebut sedang dalam keadaan tidak menguntungkan. Namun Menara Dubai tetap saja diteruskan. Mungkin, jika jembatan Selat Sunda jadi terwujud, tak akan jauh bedanya dengan Menara Dubai tersebut, yaitu dibangun ketika negara sedang dalam kondisi ekonomi yang kurang baik.
Gaung rencana JSS saat ini begitu menggema, sampai-sampai rencana JSS ini menjadi salah satu misi yang ingin diwujudkan kepemimpinan Sjachroedin. Bahkan, mimpi JSS sering digadang-gadang beliau saat kampanye. Jika ini terwujud, sebuah mimpi indah tentunya. Namun, belajar dari sebuah mimpi. Tentunya banyak hal yang harus diwujudkan. Belajar dari rencana JSS tentu ada hal yang bisa dicermati, dikaji, dan diteliti. Mengapa? Agar mimpi itu bukan hanya sekadar mimpi. Jika dicermati, dilihat dari sisi kebutuhan, apakah iya pembuatan JSS sudah cukup mendesak. Selain itu, dilihat dari sisi ekonomi, kehadiran JSS apakah benar dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat Sumatera, khususnya Lampung
Sementara di sisi lain, sebenarnya ada banyak hal yang harus dibenahi oleh Pemerintah Lampung. Seperti infrastruktur jalan yang tak kunjung bagus. Dari sisi anggaran, sebenarnya masih banyak PR yang harus dipecahkan, mulai dari belum adanya anggaran dana APBN maupun APBD Provinsi Lampung. Selain itu, pembebasan lahan di sekitar pintu masuk jembatan juga belum terlaksana, dan dilihat dari faktor ekonomi, bisa jadi, dengan adanya JSS pertumbuhan ekonomi justru akan semakin menopang perekonomian DKI Jakarta, sebab jarak tempuh yang tidak terlalu lama, bisa jadi masyarakat dengan beralasan sambil jalan-jalan. Dalam hal ini Jakarta jelas lebih potensial dibanding Lampung. Semua fasilitas tentu lebih menggiurkan di Jakarta. Jangan-jangan Lampung hanya sebagai tempat numpang lewat saja.
Selain itu, rencana jalur kereta api dan jalan tol juga belum mendapat perhatian. Memang, kehadiran kereta api (KA) memiliki nilai positif, secara ekonomis, kerta api jelas lebih hemat bahan bakar dibanding dengan jalur transportasi darat lainnya. Selain itu, kehadiran jalan tol juga akan semakin memperkecil waktu tempuh. Namun, dilihat dari sisi kebutuhan, apakah moda transportasi ini sudah benar-benar diperluhkan. Sementara saat ini tiket pesawat saja sudah mulai menunjukkan persaingan harga yang tak terpaut jauh dengan transportasi darat.
Dari sini, jika JSS benar-benar terwujud, berarti ada empat jalur transpotasi menuju dan dari Jakarta--Lampung. Pertama, jalur transportasi laut. Kedua, jalur transportasi darat via tol. Ketiga, jalur transportasi kereta api. Keempat, jalur transportasi udara.
Dari keempat jalur transportasi ini, lantas apakah memang sudah cukup mendesak untuk masyarakat Lampung dan sekitarnya. Hal ini bisa lihat dari prosentasi mobilitas masyarakat dari dan menuju Jakarta Lampung/Sumatera. Nyatanya, dari empat dermaga yang ada di Bakauheni, tidak semuanya digunakan. Pelabuhan ini terlihat sangat sibuk hanya hari-hari tertentu saja, seperti libur Lebaran, Natal dan hari besar lain. Namun, hal tersebut masih juga teratasi. Dengan dibangunya JSS, tidak menutup kemungkinaan keadaan ini justru bisa menjadi arus urbanisasi besar-besaran menuju Jakarta dan sekitarnya.
Di sisi lain, anggaran dana yang diperkirakan untuk mewujudkan JSS bisa mencapai Rp100 triliun, padahal, dana sebasar itu kemungkinan bisa dialokasikan di sektor lain yang memang lebih diperlukan dan mendesak. Kemiskinan, pendidikan, kesehatan, perbaikan jalan dan sektor layanaan publik lain. Selain itu rencana jalur KA untuk menghubungkan jarak Jawa--Sumatera juga belum ada. Saat ini jalur kereta api dari Lampung hanya mentok di Palembang. Tentu hal ini berbeda dengan Pulau Jawa yang sudah terintegrasi hingga Surabaya. Dari sini dilihat secara matematis ekonomi tentu JSS akan lebih berpihak pada Pulau Jawa.
Tentu kita sepakat atak ada yang bisa menjamin bahwa setelah JSS terwujud, maka perekonomian masyarakat Lampung akan meningkat. Bisa jadi keadaanya justru malah sebaliknya. Mengapa? Dari akses jalan tol saja, Jawa jelas lebih siap, mulai dari Banten hingga Jawa Timur. Bandingkan dengan Sumatera yang masih dalam rencana dan angan-angan. Tentu keadaan ini tak akan mudah untuk diwujudkan. Dalam tataran pemerintah Lampung saja, saat ini masih disibukan dengan pembebasan lahan untuk pintu masuk kaki jembatan. Belum lagi pembuat jalan tol, tentu akan memakan waktu yang panjang.
Mungkin alangkah lebih baik jika pembangunan difokuskan satu-satu terlebih dahulu. Dengan begitu tentu akan lebih terarah.
Penulis berpendapat, apakah tidak lebih baik jika difokuskan terlebih dahulu pengefektifan infrastruktur di lingkup provinsi terlebih dahulu. Seperti adanya kereta yang beroperasi dalam provinsi, seperti jenis kereta Jabodetabek, Yogyakarta--Jawa Tengah. Dengan hal seperti ini, tentu mobilitas dan ekonomi masyarakat Lampung akan lebih baik. Hal ini misalnya dimulai dari jalur KA Bandar Lampung--Metro--Lampung Timur--Lampung Tengah, dan lain sebagainya.
Namun, terlepas dari semua itu, rencana ini perlu juga mendapat apreasi yang baik. Ya, barang kali saja dengan adanya JSS benar-benar akan membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat Lampung dan Sumatera. Ya, namanya juga mimpi, barangkali saja mimpi itu bukan benar-benar sebuah mimpi. Namun, sebuah mimpi dan obsesi yang terbungkus atas nama kebutuhan dan perbaikan ekonomi.
OPini Lampung Post 15 Februari 2010