30 November 2009

» Home » Republika » Urgensi Angket Century

Urgensi Angket Century

Oleh Saldi Isra
(Dosen Hukum Tata Negara)

Ketika menyampaikan tanggapan atas rekomendasi Tim Delapan (24/11), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak hanya merespons tindak lanjut skandal proses hukum yang menimpa Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, tetapi sekaligus juga memberikan respons atas kasus Bank Century. Sepertinya, respons itu memberi penjelasan kepada masyarakat bahwa kasus Bank Century bukan kasus biasa. Sebagaimana dikemukakan banyak kalangan, kasus Bank Century dapat dikatakan sebagai skandal perbankan terbesar setelah skandal BLBI.

Karena itu, menjadi masuk akal jika skandal Bank Century berkembang dan bergerak begitu cepat. Pergerakannya itu menerjang ke segala penjuru angin. Tanpa menunggu waktu lama, isu tak sedap di sekitar penyelamatan Bank Century ini berembus sampai ke ruang tamu istana. Hal ini diakui Presiden Yudhoyono: berkembang pula desas-desus, rumor yang mengatakan bahwa sebagian dana itu dirancang untuk dialirkan ke dana kampanye Partai Demokrat dan Capres SBY. Terkait hal itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, desas-desus atau rumor yang berkembang sebagai fitnah yang kejam dan sangat menyakitkan.

Barangkali, agar skandal Bank Century tidak berubah menjadi sekadar desas-desus atau rumor, sejumlah kekuatan politik di DPR telah melangkah dalam bentuk menghimpun dukungan untuk menggunakan hak angket guna melakukan penyelidikan. Seperti air bah, dukungan penggunaan hak angket menjadi sulit dibendung. Bahkan, Fraksi Partai Demokrat, yang semula tidak mendukung rencana tersebut berbalik dan memberikan dukungan 100 persen. Tidak hanya itu, agar isu di seputar masalah ini menjadi jelas, Presiden SBY menyambut baik penggunaan hak angket DPR tersebut.

Masalahnya, adakah urgensi angket Century ini? Pertanyaan tersebut terasa begitu penting dikemukakan. Pengalaman sebelumnya membuktikan, sejumlah anggota DPR begitu mudah menggadaikan hak konstitusional mereka (termasuk dalam penggunaan hak angket) karena kepentingan politik sesaat.

Mencermati wacana yang berkembang dalam beberapa waktu terakhir, terlihat jelas skandal Bank Century menyimpan banyak misteri. Bahkan, banyak kalangan menilai, skandal proses hukum atas Bibit-Chandra terkait dengan misteri yang berada di sekitar pengucuran dana ke Bank Century. Alasannya sangat sederhana, dari semua penegak hukum yang ada, hanya KPK yang paling mungkin untuk melakukan proses hukum atas skandal Bank Century. Sementara itu, berkaca pada proses hukum atas megaskandal BLBI, hampir tidak mungkin menaruh harap kepada kepolisian dan kejaksaan.

Karena itu, penggunaan hak angket menjadi salah satu harapan untuk membongkar semua misteri yang berada di belakang skandal BLBI. Sekalipun belum tentu dapat berharap sepenuhnya, posisi sebagai wakil rakyat masih mungkin untuk mendesak DPR bekerja sesuai dengan logika masyarakat. Hal itu pulalah menjadi salah satu urgensi angket Bank Century, yaitu untuk menilai seberapa jauh komitmen anggota DPR dengan jeritan masyarakat. Sulit dibantah, mengabaikan logika masyarakat akan semakin memperlebar jarak antara anggota DPR dan rakyat yang mereka wakili.

Selain itu, proses angket Century terasa semakin urgen jika dilakukan berbarengan dengan penyelesaian melalui jalur hukum oleh KPK. Banyak kalangan percaya, proses angket Century bisa saling mengisi dengan proses hukum di KPK. Bagaimanapun, proses hukum diharapkan mampu meminta pertanggungjawaban setiap orang yang berperan dan yang terbukti menyalahgunakan kewenangan di balik pengucuran dana ke Bank Century.

Berbarengan bekerjanya hak angket dengan proses hukum menjadi cara lain untuk mempersiapkan sekoci, guna mengantisipasi kemungkinan gagalnya proses di DPR. Meskipun dukungan yang ada saat ini terbilang cukup kuat, peluang gagalnya proses angket di DPR juga cukup besar. Bagaimanapun, sulit menggantungkan harap kepada semua kekuatan politik di DPR, terutama partai politik yang berada di barisan koalisi pendukung Presiden SBY untuk bekerja secara optimal membongkar skandal Bank Century.

Dalam UUD 1945, ditegaskan bahwa salah satu fungsi DPR adalah fungsi pengawasan. Untuk melaksanakan fungsi itu, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Terkait dengan hak angket, UU No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menegaskan bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Merujuk hasil audit BPK, sebagaimana dikemukakan Ketua BPK Hadi Poernomo, hasil audit investigatif BPK menegaskan, pengelolaan Bank Century penuh dengan rekayasa dan praktik tidak sehat. Meski demikian, Lembaga Penjamin Simpanan tetap mengucurkan dana penyertaan modal kepada Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Yang paling sulit dimengerti dan diterima akal sehat, adalah hasil temuan BPK yang membuktikan masih ada aliran dana penyertaan modal sementara (Rp 2,866 triliun) setelah tanggal 18 Desember 2008, atau saat DPR menyatakan tidak menerima Perppu No 4/2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.

Maka itu, alasan DPR untuk menggunakan hak angket menjadi tidak terbantahkan. Paling tidak, penyertaan modal ke Bank Century benar-benar menyangkut dan terkait dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat. Selain itu, pengucuran dana setelah penolakan Perppu No 4/2008 merupakan pelanggaran nyata terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tidak terbantahkan, dengan penolakan atas Perppu No 4/2008, dasar hukum pengucuran dana ke Bank Century tidak ada lagi.

Sekiranya diletakkan dalam bingkai UU MD3, tidak sulit untuk mendapatkan dukungan dan terbentuknya panitia angket dalam rapat Paripurna DPR besok (1/12). Selain telah berhasil mendapat dukungan semua fraksi DPR, amat mudah untuk mengemukakan materi kebijakan dan/atau pelaksanaan UU yang akan diselidiki dan alasan melakukan penyelidikan sesuai persyaratan dalam UU MD3. Dengan demikian, dukungan setengah dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam paripurna sebagai syarat untuk membentuk panitia angket akan terpenuhi.

Salah satu masalah besar yang tengah menghadang, siapakah yang seharusnya diberikan amanah untuk menjadi dan memimpin panitia angket. Hal ini penting dipikirkan agar keberadaannya dapat membantu bekerjanya panitia angket secara optimal.

Bagaimanapun, dengan tenggat 60 hari harus melaporkan tugasnya kepada rapat paripurna, komitmen mereka yang tergabung dalam panitia angket akan sangat menentukan keberhasilan hak angket. Karena itu, jauh lebih tepat jika panitia angket diisi oleh mereka yang benar-benar mendukung hak angket.

Selain itu, karena secara hukum semua fraksi harus menjadi panitia angket, pimpinan panitia angket sebaiknya berasal dari kalangan yang sejak semula mendukung penggunaan hak angket. Jauh lebih baik, jika ketua panitia angket berasal dari fraksi yang tidak menjadi salah satu anggota koalisi pemerintah.

Pilihan ini menjadi sebuah keniscayaan karena yang akan diselidiki adalah kebijakan pemerintah. Langkah itu perlu dilakukan untuk menghindari conflict of interest yang dapat menggerogoti panitia angket. Untuk itu, logika bahwa kekuatan politik terbesar secara otomatis menjadi ketua panitia angket harus disingkirkan jauh-jauh.

Sekiranya tidak ada keberanian melakukan terobosan, hak angket akan kandas. Perlu dicatat, masyarakat tidak akan pernah dapat dan mau menerima mereka yang menggadaikan hak konstitusionalnya untuk kepentingan politik sesaat.

Opini Republikas 30 November 2009