30 November 2009

» Home » Suara Merdeka » Bailout Bank Century dan Akibatnya

Bailout Bank Century dan Akibatnya

Perhatian publik kini tertuju ke kasus Bank Century. Publik tidak hanya menunggu kiprah Dewan Perwakilan Rakyat untuk menguak misteri kasus Bank Century lewat hak angket, tetapi juga menunggu akankah kasus tersebut bisa dituntaskan. Hal itu penting mengingat kasus itu telah melibatkan sejumlah petinggi negara, bahkan sudah mengakibatkan fragmentasi antarlembaga negara. Sebagai guru besar emeritus yang telah masuk usia tujuh puluhan (club of seventies), saya sangat prihatin terhadap pengambil kebijakan negara dewasa ini. Seyogianya mereka harus tahu bagaimana proses pengelolaan negara yang fokusnya adalah kesejahteraan dan kepentingan rakyat banyak: adil dan makmur. Sebagai pengambil keputusan (decision maker) mereka kadang tidak konsisten dan keputusannya lebih banyak ditentukan oleh faktor intuisi yang subjektif. Padahal bila suatu keputusan dilandasi oleh pengalaman dan fakta, ia akan menjadi lebih objektif apalagi bila dibantu oleh statistical techniques yang sekarang ini makin canggih.


Hasil kajian Tim Pencari Fakta bentukan presiden dan hasil investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan beberapa 'kejanggalan' pada proses keputusan bailout Bank Century. Dasar keputusannya Bank Century adalah bank gagal yang dapat menimbulkan dampak sistemik sehingga menyebabkan instabilitas sistem keuangan nasional dan memerlukan penalangan. Pertanyaannya: apa benar? Bank hasil akuisisi dan merger dari Bank Danpac, CIC, dan Pikko dengan nasabah sebanyak 65.000 orang apakah dapat menimbulkan instabilitas keuangan nasional? Kalaupun terjadi rush, rush ini tentu disebabkan oleh nasabah bank itu sendiri. Logikanya, risiko ditanggung sendiri. Apalagi kerugian yang diderita adalah akibat pelanggaran dan mismanagement pengurus dan pemegang saham. Walaupun demikian, BI (Bank Indonesia) sebagai lender of the last resort harus mencari upaya lebih dahulu.
Yang lemah selama ini adalah 'pengawasan BI' antara lain (a) mengapa bank Century tidak dimasukkan ke pengawasan khusus 2005-2008 padahal CAR-nya -132,5%; (b) sewaktu ada pelanggaran BMPK, kenapa BI tidak memberi sanksi pidana bahkan ia malah memberi keringanan sanksi denda atas pelanggaran posisi denda neto. Apa sumbangsih mereka pada perekonomian nasional sehingga mendapat perlakuan khusus? BI seharusnya belajar atas kebijakan BLBI sebesar ± Rp650 triliun yang belum terselesaikan hingga kini, bahkan BPPN pun tidak berhasil.
Apa bank ini memiliki peran penting dan strategis sehingga tim KSSK (BI, Departemen Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan) yang mengadakan rapat secara intensif pada 13, 14, 17, dan 18 November dan bahkan pada 20 November melakukan rapat hingga pukul 05.30 WIB dan meminta LPS mengucurkan dana sebelum 21 November seolah-olah terjadi keadaan darurat karena terjadi krisis keuangan nasional? Apa kita tidak prihatin pada peristiwa Syahril Sabirin dan Burhanuddin Abdullah akibat kebijakan yang mereka tempuh?

Hak angket
Anggota DPR sebagai wakil rakyat yang bertanggung jawab tentu terdorong secara sadar untuk mengajukan angket membawa aspirasi rakyat yang memilihnya. Mereka mencari kebenaran, kejujuran, dan keterbukaan atas kebijakan eksekutif/penyelenggara negara. Mereka melakukan pengawasan penggunaan uang rakyat. Wajar sekali bila mereka mempertanyakan agar persoalan dibuka terang benderang, tidak ditutup-tutupi agar tidak terjadi penyelewengan penggunaan APBN. DPR memiliki hak angket dan mosi tak percaya.
Kita memaklumi bahwa untuk mengejar laju pertumbuhan ekonomi, diperlukan investasi dari dalam dan luar negeri. Investor dari luar negeri selalu melihat indeks globalisasi inovasi (RI menempati rangking 54) dan indeks daya saing global (RI pada rangking 71) dari World Economic Forum. Selain melihat bagaimana institusi publik dan hak kepemilikan (property right) dan kepercayaan publik terhadap politisi (public trust of politician) serta keandalan pelayanan polisi (reliability of police service). Syarat yang dituntut adalah stabilitas politik, keamanan dan kepastian hukum. Dengan kasus Bank Century ini mereka melihat kepastian hukum tidak ada dan korupsi masih ada (still exist) di Polri, kejaksaan, KPK, dan di mana-mana. Pimpinan pemerintahan sendiri cenderung 'mengambangkan' persoalan, bukannya segera menyelesaikan masalah. Momentum menarik investor menjadi hilang.
Sekadar mengingatkan, ada dua pesan yang perlu direnungkan oleh bangsa ini.
(a) Kabura maktan indallaahi an takuulu maa laa tafalun (Allah akan menurunkan bencana pada umat yang 'beda kata dan perbuatan' –Quran).
(b) Narekko mabbelleni arunge, na enrekini warang-parang pabbicarae tajenni dua papolei. Genggoni paso e na laoni to tebbe e sappa arung lain (bila pemimpin pemerintahan berbohong dan para penegak hukum telah menerima barang suap/sogokan, tunggulah dua akibat: tiang/tata pemerintahan akan goyah dan rakyat akan pergi mencari pemimpin pemerintahan lain –Lontarak Bugis). Semoga kita sadar dan terhindar dari peristiwa tersebut.

Oleh H Halide, Guru Besar emeritus
Opini Media Indonesia 1 Desember 2009