23 Desember 2010

» Home » Opini » Pikiran Rakyat » Nilai Spiritualitas Natal

Nilai Spiritualitas Natal

Pada hari-hari ini, semua kegiatan tertuju untuk merayakan Natal sebagai suatu perayaan mendunia. Hiruk-pikuk Natal tak terbatas di lingkungan gereja atau keluarga Kristiani, tetapi juga meliputi maskyarakat pada umumnya dengan tur Natal ke Betlehem, obral Natal di mal, atau acara apa saja yang mengatasnamakan Natal. Diharapkan kemeriahan Natal tersebut tidak menghapus nilai spiritualitas Natal itu sendiri.
Natal yang merupakan perayaan rohani menampilkan nilai spiritualitasnya, sehingga kita tetap fokus kepada hakikat Natal. Perkara-perkara di bawah ini hendak mengungkapkan nilai spiritual Natal.
Pertama, intervensi Ilahi. Menyangkut intervensi Ilahi dalam peristiwa Natal, kita dapati pada nubuat para nabi pada zaman dahulu kala. Mereka berbicara tentang peristiwa Natal yang kelak terjadi, misalnya Nabi Yesaya berbicara tentang datangnya keadilan bersamaan dengan datangnya Sang Mesias. Sekaligus juga perdamaian dalam bentuk simbolisnya berupa kehidupan yang rukun di antara serigala dengan domba, macan tutul dengan kambing, lembu dengan beruang, singa dengan lembu, anak kecil dengan ular tedung (Yesaya 9, 11). Juga Kota Betlehem sebagai kota kelahiran Sang Mesias yang dikonfirmasi oleh para imam kepala dan ahli Taurat (Mikha 5 : 1; Matius 2 : 6). Kemudian pada saat Natal tiba, para malaikat sebagai makhluk surgawi memberitakan kabar suka cita tentang kelahiran Kristus (Mesias) itu di Kota Betlehem (Lukas 2 : 10-12). Allah juga menggunakan tanda-tanda alam seperti bintang di langit sebagai petunjuk jalan, agar para orang Majus dituntun sampai ke kota itu (Matius 2 : 1). Bahkan waktunya pun jelas yakni pada zaman kaisar Agustus (63 s. M - 14 M) , Maria dan Yusuf pergi ke Betlehem, sehingga kelahiran Tuhan Yesus pun terjadi di sana.
Kedua, kebutuhan hakiki umat manusia. Natal adalah langkah Allah untuk memenuhi kebutuhan hakiki umat manusia, yakni keselamatan dari hukuman kekal akibat dosa-dosanya. Oleh karena itu, sebutan "Juruselamat" menunjuk ke tujuan kelahiran Tuhan Yesus yang memikul beban tugas untuk menyelamatkan umat manusia. Menyangkut masalah dosa, kesaksian Alkitab menyatakan, dosa telah membuat terputusnya hubungan antara Allah dan manusia. Pemulihannya kembali hanya dapat terjadi atas prakarsa Allah melalui kehadiran Sang Mesias yang memiliki dua kodrat, yakni kemanusiaan dan ke-Allahan-Nya.
Berkaitan dengan kemanusiaan-Nya, karena yang jatuh ke dalam dosa adalah manusia, sehingga keadilan Allah menuntut agar manusialah yang harus menanggung akibat hukumannya. Berkaitan dengan ke-Allahan-Nya, karena ketika tak seorang manusia pun mampu menyelamatkan dirinya, Allah menyatakan kasih-Nya untuk menyelamatkan manusia. Itulah yang dikatakan, bahwa Allah telah menjelmakan diri-Nya dalam pribadi manusia Yesus Kristus dan tinggal di antara manusia (Yohanes 1 : 14).
Ketiga, rekonsiliasi vertikal dan horizontal. Nilai spiritualitas Natal adalah terjalinnya kembali hubungan Allah dengan manusia dan antarmanusia. Berkat kelahiran Tuhan Yesus, hubungan vertikal di antara Allah dan manusia terjalin kembali dalam suasana kasih (II Korintus 5 : 18, 19). Demikian pula hubungan horizontal antarmanusia yang sempat rusak akibat sikap Adam yang menyalahkan Hawa atas perbuatan dosanya (Kejadian 3 : 12), juga dipulihkan kembali (Efesus 2 : 13, 14).
Keempat, nama Yesus dan sebutan Immanuel. Nama Yesus berarti "yang menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka" (Matius 1 : 21) dan sebutan Immanuel berarti "Allah menyertai kita" (Matius 1 : 23). Kedua nama itu menunjuk kepada diri Tuhan Yesus. Nama "Yesus" diamanatkan Allah dari surga kepada Yusuf dan Maria melalui para malaikat-Nya, dan sebutan "Immanuel" berasal dari zaman lampau (700 SM; Yesaya 7 : 14).
Kelima, peran para gembala dan orang Majus. Kendati para gembala menduduki strata yang rendah, tetapi mereka tidak terhalang mendapat kehormatan sebagai kelompok pertama yang mendengar berita suka cita dari para malaikat. Kelompok yang lain adalah orang Majus dari Timur yang berdasarkan petunjuk bintang telah diantar dan akhirnya sampai di Kota Betlehem. Kita temukan kuasa Allah telah dinyatakan kepada kedua kelompok tersebut.
Keenam, Kota Betlehem. Kita mengenal Kota Betlehem sebagai "Kota Daud", kota kelahiran Raja Daud selaku nenek moyang Tuhan Yesus dan juga menjadi kota kelahiran-Nya. Sekaligus nama kota itu berarti "rumah roti" dan Ia disebut sebagai "roti hidup yang turun dari surga". Maka "makanan" yang turun dari surga ini akan membuat manusia hidup selama-lamanya (Yohanes 6 : 51). Tidak kebetulan Betlehem menjadi kota kelahiran-Nya, sebab Nabi Mikha telah menubuatkannya sejak 700 tahun lalu.
Ketujuh, Natal dan kita. Nyata bagi kita, Natal adalah prakarsa Allah bagi kepentingan umat manusia. Natal memberikan suasana syahdu, khidmat, dan damai. Pada zaman kita sekarang perlu mengangkat nilai spiritualitas Natal itu untuk memberi pengaruh dalam hati dan pikiran manusia. Selanjutnya nilai spiritualitas Natal itu kita jadikan titik awal terwujudnya perdamaian yang berkelanjutan. Sebuah harapan yang tak mustahil untuk kita realisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita di Indonesia.
**
Menyimak fenomena kegiatan masyarakat di sekitar Natal, lalu kita hadapkan pada nilai spiritualitas Natal, kita berharap dapat menghayati hakikat Natal yang sebenarnya. Yang pertama kita hayati nilai spiritualitasnya. Yang kedua kita mengisinya dengan suka cita Natal secara proporsional. Teriring ucapan "Selamat hari Natal, semoga damai Natal senantiasa mengiringi hidup kita."***
Penulis, pendeta emeritus Gereja Kristen Indonesia Taman Cibunut Bandung

Opini Pikiran Rakyat 24 Desember 2010