Pada hari-hari ini, semua kegiatan  tertuju untuk merayakan Natal sebagai suatu perayaan mendunia.  Hiruk-pikuk Natal tak terbatas di lingkungan gereja atau keluarga  Kristiani, tetapi juga meliputi maskyarakat pada umumnya dengan tur  Natal ke Betlehem, obral Natal di mal, atau acara apa saja yang  mengatasnamakan Natal. Diharapkan kemeriahan Natal tersebut tidak  menghapus nilai spiritualitas Natal itu sendiri.
Natal yang merupakan perayaan rohani  menampilkan nilai spiritualitasnya, sehingga kita tetap fokus kepada  hakikat Natal. Perkara-perkara di bawah ini hendak mengungkapkan nilai  spiritual Natal.
Pertama, intervensi Ilahi. Menyangkut  intervensi Ilahi dalam peristiwa Natal, kita dapati pada nubuat para  nabi pada zaman dahulu kala. Mereka berbicara tentang peristiwa Natal  yang kelak terjadi, misalnya Nabi Yesaya berbicara tentang datangnya  keadilan bersamaan dengan datangnya Sang Mesias. Sekaligus juga  perdamaian dalam bentuk simbolisnya berupa kehidupan yang rukun di  antara serigala dengan domba, macan tutul dengan kambing, lembu dengan  beruang, singa dengan lembu, anak kecil dengan ular tedung (Yesaya 9,  11). Juga Kota Betlehem sebagai kota kelahiran Sang Mesias yang  dikonfirmasi oleh para imam kepala dan ahli Taurat (Mikha 5 : 1; Matius 2  : 6). Kemudian pada saat Natal tiba, para malaikat sebagai makhluk  surgawi memberitakan kabar suka cita tentang kelahiran Kristus (Mesias)  itu di Kota Betlehem (Lukas 2 : 10-12). Allah juga menggunakan  tanda-tanda alam seperti bintang di langit sebagai petunjuk jalan, agar  para orang Majus dituntun sampai ke kota itu (Matius 2 : 1). Bahkan  waktunya pun jelas yakni pada zaman kaisar Agustus (63 s. M - 14 M) ,  Maria dan Yusuf pergi ke Betlehem, sehingga kelahiran Tuhan Yesus pun  terjadi di sana. 
Kedua, kebutuhan hakiki umat manusia.  Natal adalah langkah Allah untuk memenuhi kebutuhan hakiki umat manusia,  yakni keselamatan dari hukuman kekal akibat dosa-dosanya. Oleh karena  itu, sebutan "Juruselamat" menunjuk ke tujuan kelahiran Tuhan Yesus yang  memikul beban tugas untuk menyelamatkan umat manusia. Menyangkut  masalah dosa, kesaksian Alkitab menyatakan, dosa telah membuat  terputusnya hubungan antara Allah dan manusia. Pemulihannya kembali  hanya dapat terjadi atas prakarsa Allah melalui kehadiran Sang Mesias  yang memiliki dua kodrat, yakni kemanusiaan dan ke-Allahan-Nya. 
Berkaitan dengan kemanusiaan-Nya,  karena yang jatuh ke dalam dosa adalah manusia, sehingga keadilan Allah  menuntut agar manusialah yang harus menanggung akibat hukumannya.  Berkaitan dengan ke-Allahan-Nya, karena ketika tak seorang manusia pun  mampu menyelamatkan dirinya, Allah menyatakan kasih-Nya untuk  menyelamatkan manusia. Itulah yang dikatakan, bahwa Allah telah  menjelmakan diri-Nya dalam pribadi manusia Yesus Kristus dan tinggal di  antara manusia (Yohanes 1 : 14). 
Ketiga, rekonsiliasi vertikal dan  horizontal. Nilai spiritualitas Natal adalah terjalinnya kembali  hubungan Allah dengan manusia dan antarmanusia. Berkat kelahiran Tuhan  Yesus, hubungan vertikal di antara Allah dan manusia terjalin kembali  dalam suasana kasih (II Korintus 5 : 18, 19). Demikian pula hubungan  horizontal antarmanusia yang sempat rusak akibat sikap Adam yang  menyalahkan Hawa atas perbuatan dosanya (Kejadian 3 : 12), juga  dipulihkan kembali (Efesus 2 : 13, 14).
Keempat, nama Yesus dan sebutan  Immanuel. Nama Yesus berarti "yang menyelamatkan umat-Nya dari dosa  mereka" (Matius 1 : 21) dan sebutan Immanuel berarti "Allah menyertai  kita" (Matius 1 : 23). Kedua nama itu menunjuk kepada diri Tuhan Yesus.  Nama "Yesus" diamanatkan Allah dari surga kepada Yusuf dan Maria melalui  para malaikat-Nya, dan sebutan "Immanuel" berasal dari zaman lampau  (700 SM; Yesaya 7 : 14). 
Kelima, peran para gembala dan orang  Majus. Kendati para gembala menduduki strata yang rendah, tetapi mereka  tidak terhalang mendapat kehormatan sebagai kelompok pertama yang  mendengar berita suka cita dari para malaikat. Kelompok yang lain adalah  orang Majus dari Timur yang berdasarkan petunjuk bintang telah diantar  dan akhirnya sampai di Kota Betlehem. Kita temukan kuasa Allah telah  dinyatakan kepada kedua kelompok tersebut.
Keenam, Kota Betlehem. Kita mengenal  Kota Betlehem sebagai "Kota Daud", kota kelahiran Raja Daud selaku nenek  moyang Tuhan Yesus dan juga menjadi kota kelahiran-Nya. Sekaligus nama  kota itu berarti "rumah roti" dan Ia disebut sebagai "roti hidup yang  turun dari surga". Maka "makanan" yang turun dari surga ini akan membuat  manusia hidup selama-lamanya (Yohanes 6 : 51). Tidak kebetulan Betlehem  menjadi kota kelahiran-Nya, sebab Nabi Mikha telah menubuatkannya sejak  700 tahun lalu.
Ketujuh, Natal dan kita. Nyata bagi  kita, Natal adalah prakarsa Allah bagi kepentingan umat manusia. Natal  memberikan suasana syahdu, khidmat, dan damai. Pada zaman kita sekarang  perlu mengangkat nilai spiritualitas Natal itu untuk memberi pengaruh  dalam hati dan pikiran manusia. Selanjutnya nilai spiritualitas Natal  itu kita jadikan titik awal terwujudnya perdamaian yang berkelanjutan.  Sebuah harapan yang tak mustahil untuk kita realisasikan dalam kehidupan  bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita di Indonesia. 
**
Menyimak fenomena kegiatan masyarakat  di sekitar Natal, lalu kita hadapkan pada nilai spiritualitas Natal,  kita berharap dapat menghayati hakikat Natal yang sebenarnya. Yang  pertama kita hayati nilai spiritualitasnya. Yang kedua kita mengisinya  dengan suka cita Natal secara proporsional. Teriring ucapan "Selamat  hari Natal, semoga damai Natal senantiasa mengiringi hidup kita."***
Penulis, pendeta emeritus Gereja Kristen Indonesia Taman Cibunut BandungOpini Pikiran Rakyat 24 Desember 2010