01 Februari 2010

» Home » Suara Merdeka » Menuju Sistem Stasiun Jaringan

Menuju Sistem Stasiun Jaringan

Yang dibutuhkan adalah niat baik dari pelaku penyiaran dari Jakarta, di sisi lain kesiapan, keterbukaan, dan kemauan pelaku di daerah untuk bekerja sama

SISTEM stasiun jaringan (SSJ) secara resmi telah berlaku sejak 28 Desember 2009 melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 43 Tahun 2009.


Konsekuensinya  seluruh televisi Jakarta yang selama ini memancarkan siarannya secara nasional melalui relai, mau tidak mau, suka atau tidak suka, harus melakukan jaringan kerja sama dengan televisi lokal/ daerah.
Meskipun mengalami penundaan selama 2 tahun, akhirnya regulasi untuk memperkuat proses demokratisasi penyiaran di Indonesia tersebut dikeluarkan.

Memang tidak serta merta aturan ini bisa menjamin terjadinya sistem penyiaran yang berkeadilan karena terdapat beberapa persyaratan yang harus terpenuhi. Namun paling tidak peraturan tersebut telah mendorong dan sebagai trigger bagi terciptanya sistem penyiaran pro public.

Selain, itu SSJ diharapkan mampu mengurangi hegemoni isi siaran yang selama ini dinilai kurang mendidik. Masyarakat disuguhi tontotonan yang asing hasil impor dari negara lain yang memiliki cara pandang serta nilai berbeda. Acara Take Me Out atau Take Him Out adalah contoh dari acara dengan dimensi perbedaan budaya antara kita sebagai penonton dan mereka sebagai sumber atau penggagas acara.

Meskipun program tersebut memiliki rating  lumayan,  dilihat dari aspek budaya dan bahkan agama, tayangan tersebut bisa kategorisasikan ke dalam suatu tindakan yang mendegradasi diri. (Ahmad Rofiq, 2009)

Di sisi lain, spirit SSJ ini adalah memberikan ruang publik kepada masyarakat daerah untuk mengekspresikan cipta, karsa, dan karyanya pada bidang penyiaran. Kepentingan masyarakat daerah akan terakomodasi secara proporsional dengan memiliki kesempatan yang sama dalam haknya sebagai subjek penyiaran. Perubahan peran masyarakat dari pihak yang pasif menjadi subjek aktif tentunya merupakan sebuah modal dalam meningkatkan partisipasi publik dalam pembangunan nasional

Meskipun secara de jure peraturan berjaringan telah ditetapkan, ternyata kurun waktu 2 tahun dari penundaan sistem ini pada tahun 2007, pihak televisi nasional belum semuanya melakukan persiapan menuju ke arah sistem jaringan. Dokumen yang masuk ke KPID Jateng menunjukkan bahwa hanya 3 televisi yang sudah ancang-ancang mengurus perizinan sejak awal 2009, yaitu TV One, Trans7, dan Trans TV. Sementara 7 stasiun televisi lainnya mengajukan izin  setelah diterbitkannya Permen Kominfo.

Sesuai dengan Permen Kominfo Nomor 28 Tahun 2008 bahwa pengajuan izin penyelenggaraan penyiaran diajukan pemohon kepada Menteri melalui KPI, dan komisi itu selanjutnya melakukan verifikasi administrasi dalam bidang program dan isi siaran, sementara itu bidang administratif dan teknis dilakukan oleh pemerintah daerah yang membidangi persoalan komunikasi dan informasi.
Secara terminologi, sistem stasiun jaringan (SSJ) adalah stasiun penyiaran yang mengatur relai siaran secara tetap antarlembaga penyiaran.

Dalam implementasinya diperlukan sebuah kesepahaman untuk menentukan siapa yang akan induk jaringan dan anggota jaringan. Pasal 5 (1) Permen Kominfo Nomor 43 menyebutkan bahwa stasiun induk bertindak selaku koordinator siaran yang direlai oleh stasiun anggotanya. Kejelasan status ini menjadi penting artinya dalam hal pertanggungjawaban isi siaran.

Berkaitan dengan lokasi, induk jaringan berkedudukan di ibu kota provinsi dan anggota jaringan berkedudukan di ibu kota provinsi, kabupaten dan/atau kota.

Kesepahaman

Dengan pertimbangan tersebut maka diperlukan adanya nota kesepahaman antara induk dan anggota jaringan. Isi kerja sama paling tidak memuat 5 hal: penetapan induk dan anggota jaringan, jenis program yang akan direlai, persentase durasi relai per hari dari seluruh waktu siaran, persentase siaran lokal dari seluruh waktu siaran per hari, dan penentuan alokasi waktu (time slot) untuk siaran lokal

Berdasarkan evaluasi KPID Jawa Tengah, nota kesepahaman tersebut belum dilampirkan dalam permohonan izin siaran oleh televisi Jakarta yang selama ini sudah memancarkan siarannya di Jawa Tengah. Padahal, di Jawa Tengah sendiri sudah memiliki televise lokal yang mengudara seperti TVKU, CakraTV, TVB, ProTV (Semarang), TATV (Solo), dan BMS TV (Banyumas), SM TV (Pati, dalam tahap uji coba), serta beberapa TV lokal yang saat masih dalam proses perizinan.

Keberadaan televisi lokal tersebut merupakan sebuah aset yang bisa dioptimalkan peranan dan fungsinya sebagai mitra dalam upaya mengembangkan sistem penyiaran lokal yang berkualitas melalui sistem berjaringan.

Hal ini akan mendorong terjadinya pemerataan kesempatan bagi sumber daya lokal untuk mengembangkan potensi daerah melalui dunia penyiaran sesuai dengan spirit Undang-Undang Penyiaran, yaitu keragaman kepemilikan (diversity of ownership), dan keragaman isi (diversity of content).

Juga akan mampu menumbuhkembangkan ide-ide baru dari sumber daya lokal yang sementara ini termarginalkan oleh adanya hegemoni acara yang berasal dari luar negeri.

Yang dibutuhkan adalah niat baik (good will) dari para pelaku penyiaran baik yang berasal dari Jakarta dengan segudang pengalaman dalam bidang teknis, bisnis dan pemrograman di satu sisi,  dan di sisi lainnya adalah kesiapan, keterbukaan serta kemauan para pelaku penyiaran di daerah untuk melakukan kerja sama.

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam sistem berjaringan adalah masuknya muatan lokal paling sedikit 10 persen dari seluruh waktu siaran per hari. Jumlah persentase tersebut sifatnya sementara, karena Peraturan Menteri mengharuskan adanya kenaikan secara bertahap menjadi 50 persen disesuaikan dengan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran.

Secara jujur diakui bahwa berkaitan dengan kriteria siaran lokal sampai saat ini masih menimbulkan perdebatan. Apakah sebuah program bisa dikatakan bermuatan lokal bila narasumbernya dari daerah, atau menggunakan bahasa daerah, atau isinya mengangkat isu kedaerahan, atau seperti apa. Kejelasan mengenai kriteria lokal mesti secepatnya dibuat dan tentunya dengan melibatkan berbagai pihak terkait

Meskipun demikian, secara garis besar penulis setuju dengan definisi yang tercantum dalam Pasal 9 Permen Kominfo Nomor 43 bahwa siaran lokal adalah siaran dengan muatan lokal pada daerah setempat.(10)

— Drs Najahan Musyafak MA, Wakil Ketua KPID Jawa Tengah
Wacana Suara Merdeka 2 Februari 2010