20 November 2009

» Home » Kedaulatan Rakyat » Memasyarakatkan Industri Pariwisata

Memasyarakatkan Industri Pariwisata

Program Visit Indonesia Year  akan  tetap dilanjutkan hingga pada tahun 2010, karena dari tahun ke tahun dinilai mampu menggerakkan daerah-daerah untuk semakin bergairah membangun pariwisata wilayahnya.  Program ini dinilai telah sukses menjaring dan mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman) untuk berkunjung ke tanah air hingga mampu mencatat rekor jumlah kunjungan 6,4 juta  pada 2008 dengan jumlah devisa mencapai 7,5 juta dolar AS. Tahun ini diprediksikan target sebesar 6,5 juta wisman akan terlampaui hingga tutup tahun 2009.  Sesuai hasil survei World Economic Forum pada 2009, Indonesia menempati posisi 81 dari 133 negara di dunia  tentang  daya saing pariwisata. Indeks daya saing kepariwisataan itu dinilai dari tiga hal yakni kerangka regulasi, infrastruktur dan bisnis, serta sumber daya manusia, budaya, dan alam. Rangking ini sangat jauh dibandingkan dengan negara tetangga, Singapore pada peringkat 10, Malaysia peringkat 32, Thailand ke 39, dan Brunei ke 69.  
Meskipun dipandang efektif namun program tersebut belumlah optimum. Program tersebut lebih berkonsentrasi pada promosi, belum menyentuh pada bidang-bidang  lintas sektoral, seperti pemberdayaan masyarakat, budaya, infrastruktur dan  lingkungan. Meningkatkan peringkat Indonesia diperukan koordinasi seluruh pemangku kepentingan termasuk peran aktif masyarakat.
Pariwisata merupakan fenomena yang kompleks, bukan sekadar kegiatan dengan objek utama industri pelayanan yang melibatkan manajemen produk dan pasar, tetapi lebih dari itu merupakan proses dialog antara wisatawan sebagai guest dan masyarakat sebagai host. Kegiatan pengembangan yang terkait dengan karakteristik masyarakat namun hanya menggunakan pendekatan sepihak dari sisi pasar merupakan konsep yang tidak proporsional. Suatu kegiatan pengembangan terhadap lokasi komunitas tertentu di mana karakter masyarakat secara fisik sosial budaya merupakan sumber daya utama, maka pengembangan perlu memandang masyarakat dalam hal ini seniman, swasta, dan budayawan sebagai sumber daya yang berkembang dinamis untuk berkembang sebagai subjek bukan sekedar objek. 
Pendekatan ini perlu ditempuh karena masyarakat setempat adalah komunitas yang paling tahu kondisi sosial budaya setempat, dan setiap kegiatan pembangunan harus memperhitungkan nilai-nilai sosial budaya yang berkembang di sekitar wilayah perencanaan. Oleh karena itu setiap langkah keputusan perencanaan harus mencerminkan masyarakat lokal yang secara aktif ikut terlibat di dalamnya.
Dengan melibatkan masyarakat sejak awal akan lebih menjamin kesesuaian program pengembangan dengan aspirasi masyarakat setempat, kesesuaian dengan kapasitas yang ada, serta menjamin adanya komitmen masyarakat karena adanya rasa memiliki yang kuat dan dalam jangka panjang akan memungkinkan tingkat kontinuitas yang tinggi. Pemberdayaan masyarakat lokal perlu didasarkan pada kriteria berikut ini : 1. Memajukan tingat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas budaya dan tradisi lokal, 2. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus pemerataan distribusi kepada penduduk lokal, 3. Orientasi diarahkan pada upaya pengembangan usaha berskala kecil dan menengah dengan daya serap tenaga yang lebih besar dengan fokus aplikasi teknologi tepat guna, 4. Mengembangkan semangat kompetisi sekaligus kooperatif yang kuat sebagai bagian dari karakter bangsa, 5. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai agen penyumbang tradisi budaya dengan dampak seminimal mungkin
Salah satu kendala dalam mencapai kemajuan pengembangan pariwisata di daerah adalah (1) tumpang tindih kepentingan dari berbagai sektor yang berwenang, (2) lemahnya perencanaan, arahan serta kebijakan dari Badan atau Dinas yang diserahkan wewenang untuk mengelola, dan  (3) lemahnya sumber daya manusia di daerah dalam bidang pengembangan pariwisata. Pemberdayaan masyarakat dalam pariwisata memerlukan manajemen kolaborasi. Manajemen kolaborasi adalah pembagian kewenangan, fiskal dan administrasi tertentu di bidang pariwisata antara para pihak yang mewakili tingkatan dari pemerintah, masyarakat dan swasta. Ketiga kendala di atas umumnya teridentifikasi sebagai kendala utama yang akan menghambat pengembangan pariwisata di daerah, oleh karena itu sebagai salah satu solusinya adalah dengan mengembangkan pola Manajemen Kolaborasi, yang anggota-anggotanya terdiri dari berbagai sektor pemerintahan dan juga melibatkan elemen masyarakat dan pihak swasta. Manajemen kolaborasi ini dapat menjadi salah satu jawaban tepat untuk mengembangkan desentralisasi pengelolaan pariwisata yang efektif dan saling menguntungkan.
Pariwisata merupakan sektor yang sangat penting sebagai penyedia lapangan kerja. Sehingga bila terjadi permasalahan yang menghambat pertumbuhan pariwisata pasti akan memberikan dampak negatif terhadap penyediaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat seluruh lapisan.  Industri Pariwisata merupakan salah satu industri yang paling demokratis di dunia ini. Pariwisata mempunyai multiplier efek yang merata diberbagai bidang.  Mulai dari pedagang asongan, perajin souvenir, batik, warung makan, restoran, hotel, pemandu wisata, tukang parkir, transportasi, objek wisata, pesawat udara hingga investor besar, semua mendapat bagiannya secara proporsional. Tak akan ada industri yang dapat menyaingi Industri Pariwisata dengan efek yang ditimbulkannya.
Solusi lain yang dapat mendukung program memasyarakatkan pariwisata yaitu kampanye pariwisata secara menyeluruh pada lapisan masyarakat, seperti apa yang telah kita kenal dulu dengan Sapta Pesona.  Makna logo Sapta Pesona dilambangkan dengan Matahari yang bersinar sebanyak 7 buah yang terdiri atas unsur Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan. Tujuan diselenggarakan program Sapta Pesona adalah untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab segenap lapisan masyarakat, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat luas untuk mampu bertindak dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu disadari  bahwa kekuatan pariwisata Indonesia terletak pada keamanan, masyarakat hangat, murah senyum, gemar menolong tamu , sehingga membuat mereka betah dan kembali lagi.  Sapta Pesona masih relevan sampai saat ini untuk membangun pariwisata di tanah air.  Promosi pariwisata diberbagai penjuru dunia memang penting, akan tetapi tak kalah pentingnya kampanye memasyarakatkan pariwisata kepada seluruh lapisan masyarakat, dengan manajemen kolaborasi seluruh komponen masyarakat dan pemerintah.  q - C. (1405-2009).
*) Drs Budi Hermawan MM,
Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA, Yogyakarta. 


Opini Kedaulatan Rakyat 20 November 2009