20 November 2009

» Home » Solo Pos » Islam, kiamat dan film 2012

Islam, kiamat dan film 2012

Hadirnya film 2012 yang dibintangi Jhon Chusack, dalam beberapa hari ini, menyedot perhatian masyarakat dunia. Kontroversi bermunculan sebagai reaksi terhadap film yang mampu bertengger di papan atas perolehan rekor penonton film dunia tersebut. Di Indonesia, gedung bioskop yang semula biasa-biasa saja mendadak berubah menjadi penuh sesak lantaran begitu tingginya animo masyarakat terhadap film yang berkisah tentang berakhirnya peradaban manusia. Bahkan bisa dibilang antrean tiket di depan loket mirip dengan suasana loket stasiun KA saat musim mudik. Di Amerika Serikat, film ini langsung meraih US$225 juta (Rp 2 triliun).


Sebagaimana yang diprediksikan oleh publik dan diharapkan oleh produser, film ini telah banyak menuai kontroversi. Kontroversi itu antara lain datang dari Majelis Ulama Indonesia ( MUI) Kabupaten Malang, Jatim yang mengharamkan film 2012 karena dampak isi cerita film tersebut akan membuat masyarakat resah terkait tibanya hari kiamat pada 2012.
MUI Kabupaten Malang bahkan mengimbau umat Islam untuk tidak menonton film tersebut apalagi mempercayai isinya. Ketua MUI Malang, KH Mahmud Zubaidi, menyeru bahwa umat Islam memang harus mempercayai adanya hari kiamat. Namun, untuk penggambaran secara nyata dan kepastian terjadinya, merupakan kuasa dari Allah SWT. Ia beranggapan film tersebut sangat menyesatkan.
Pendapat tersebut berbeda dengan Ketua Umum MUI, KH Amidhan. Dia beranggapan selama film tersebut hanyalah cerita fiksi, boleh-boleh saja ditayangkan. Namun menurutnya harus disertai penjelasan dalam bentuk label dibungkusnya bahwa film itu adalah fiksi agar tidak menipu masyarakat. Kalau masalah ramalan orang itu sejak dulu sudah menjadi hal biasa dan tidak terbukti (Metro TV, 17/11).
Menurut penulis, film tersebut bertujuan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan film itu. Selain tergolong ide baru, juga merupakan alat penggugah warga bumi yang selama ini terlena dalam selimut peradaban hedonistik dan kapitalistik. Film yang lain dari yang lain ini juga sebagai obat kejenuhan dari film-film biasa yang cenderung monoton. Terkait dengan efek film itu, kemungkinan ada orang yang berubah hidupnya menuju pada jalan spiritual, mengingat dunia akan segera hancur dan mereka berharap ampunan Tuhan. Pada gilirannya bisa meminimalisasi maksiat sebagian penduduk dunia.
Dalam sinopsisnya, film yang menghabiskan biaya pembuatan US$200 juta tersebut mengisahkan tentang kiamat yang terjadi tepat pada 21 Desember 2012. Pada hari tersebut diceritakan akan muncul gelombang galaksi besar-besaran sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka bumi ini. Ada benda langit yang jatuh ke samudra dan membuat lautan memuntahkan airnya ke darat. Bumi bergoyang sangat hebat yang mengakibatkan lindu besar menyapu daratan. Tak ayal, gedung-gedung pencakar langit pun hancur. Manusia saat itu dicekam kepanikan yang luar biasa sehingga berhamburan untuk menyelamatkan diri.

Iman kepada kiamat
Film itu juga menggambarkan beberapa aktivitas pemeluk agama besar dunia yang dimunculkan dalam gambar. Misalnya, gambaran aktivitas manusia di Vatikan yang mempresentasikan umat Katolik juga aktivitas manusia yang sedang haji di Masjidil Haram Mekah. Dalam konteks ini, agama-agama besar di dunia mengajarkan iman kepada hari kiamat. Hal ini tidak bisa dipungkiri, meski persepsinya tidak bisa disamakan.
Dalam pandangan Islam, hari kiamat merupakan suatu kepastian yang tak diketahui oleh manusia kapan terjadinya. Jika dikontekstualisasikan terhadap film tersebut, ada beberapa titik persamaan namun juga banyak titik perbedaannya. Dalam surat Al Qaari’ah ayat 4-5, Allah menerangkan bahwa kiamat itu ditandai dengan kejadian-kejadian bahwa manusia seperti anai-anai yang bertebaran dan gunung-gunung seperti dihambur-hamburkan.
Dalam film tersebut ada titik persamaan yakni banyaknya orang pada berlarian menyelamatkan diri, termasuk Jackson Curtis yang berjuang mati-matian untuk tetap hidup bersama keluarganya di tengah malapetaka besar. Sedangkan gunung-gunung beterbangan ini tidak digambarkan secara lengkap pada film itu, hanya gempa dan tsunami besar yang mengakibatkan gedung runtuh. Sedangkan dalam surat Al Qiyamah 7-10, Allah berfirman, ”Apabila mata terbelalak, bulan telah hilang cahayanya, matahari dan bulan dikumpulkan, manusia berkata,’ke mana tempat lari?” Dalam film tersebut, manusia sedang bingung terhadap apa yang terjadi dan hendak menyelamatkan diri, ini juga menjadi titik persamaan.
Lain lagi dengan pesan surat Al Haaqqah 13-16 yakni, ”Apabila sangkakala ditiup dan diangkatlah bumi-bumi dan gunung-gunung lalu dibenturkannya sekali bentur maka pada hari itu terjadilah kiamat dan terbelahlah langit karena pada hari itu langit menjadi lemah.” Semua manusia mati dan tak ada lagi kehidupan dunia selain dihidupkannya kembali manusia dengan alam yang bernama padang mahsyar. Jelas pada film tersebut tidak sampai pada keadaan ini. Namun dengan hancurnya dunia, kemungkinan akan muncul peradaban baru yang lebih primitif sebagaimana zaman kepunahan dinosaurus.
Padahal dalam teologi Islam berkeyakinan setelah kiamat tidak ada lagi kehidupan fana sebagaimana dunia. Lihat surat Al Waaqi’ah: 4-7, ”Apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya, maka jadikan dia debu yang beterbangan dan kamu menjadi tiga golongan.” Tiga golongan di sini adalah golongan yang menerima amalan ketika di dunia.
Sementara surat Az Zumar: 68-69 juga makin menjelaskan, ”Dan ditiuplah sangkakala maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing) dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dan cahaya keadilan Tuhannya dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil. Sedang mereka tidak dirugikan.”
Pada bagian lain, surat Az Zalzalah 1- 3 menerangkan, ”Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya yang dahsyat dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya, dan manusia bertanya mengapa bumi (jadi begini)?” Ini persis yang terjadi pada gambaran film tersebut.
Kesimpulannya bahwa film 2012 hanyalah film yang memiliki motif ekonomi dari lahirnya sebuah ide pengarangnya. Bagi orang yang beriman, tidak masalah untuk melihat film tersebut. Namun secara teologis, apa yang dikatakan dalam firman Tuhan tentu yang wajib kita imani. - Oleh : Dwi Haryanto Pekerja Media Center Majlis Tafsir Alquran ( MTA), alumnus STAIN Surakarta

Opini Solo Pos 20 November 2009