Calo juga semakin menjamur ketika musim penerimaan CPNS. Bahkan tidak sedikit calo tersebut berasal dari kalangan para PNS.
MEMASUKI penghujung 2009, Indonesia gegap gempita oleh pengumuman rekrutmen CPNS. Fasilitas dan ”keistimewaan” seorang PNS masih menjadi magnet dan mampu menggantikan pesona Miyabi alias Maria Ozawa, bagi mayoritas pemuda Indonesia.
Jam kerja yang pasti, gaji tetap yang setiap tahun naik, tunjangan macam-macam, belum lagi honor-honor untuk kerja tertentu yang seharusnya menjadi tugas utama mereka. Persoalannya, upaya rekrutmen yang katanya selalu mengalami perbaikan, ternyata tidak juga membuat mental PNS terpilih ikut baik, apalagi kinerjanya. Salah satunya masih terjadi korupsi waktu.
Sejatinya, korupsi tidak sebatas pada korupsi uang. Tetapi segala tindakan yang merugikan negara pada substansinya juga perilaku berkorupsi. Seperti dalam bentuk korupsi kinerja dan korupsi waktu atau time corruption. Dampak korupsi kinerja dalam bentuk rendahnya produktivitas. Seperti kritikan publik terhadap rendahnya tingkat produktivitas PNS.
Bahaya Time Corruption
Demikian juga dengan adanya time corruption. Sebuah korupsi dalam wujud mengurangi jam kerja yang telah ditentukan. Korupsi waktu justru lebih berbahaya jika dibandingkan dengan korupsi uang dan kinerja. Korupsi uang dan kinerja bisa digantikan.
Korupsi uang bisa diganti dengan membayar kerugian negara, korupsi kinerja bisa diganti dengan lembur tanpa upah. Namun korupsi waktu tidak dapat tergantikan oleh apa pun dan oleh siapa pun. Mengingat, waktu terus berputar dan tidak akan pernah kembali lagi. Maka korupsi waktu jelas merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan sebuah bangsa.
Semua jenis korupsi tersebut awalnya adalah virus, kemudian berkembang menjadi penyakit, dan akhirnya menjadi karakter. Jika dibiarkan akan melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Maka sudah saatnya diperlukan sebuah sanksi hukum. Serta, gerakan moral dari masyarakat untuk memberantas berbagai jenis korupsi tersebut.
Maraknya korupsi waktu oleh oknum PNS sepertinya sulit diberantas. Lemahnya sistem pengawasan jam kerja di lingkungan PNS, didukung mentalitas oknum PNS yang memang sedemikian rendahnya. Dengan demikian, sudah tidak lagi menghargai waktu untuk sebuah pengabdian yang mulia.
Bukan rahasia lagi jika banyak oknum PNS melakukan korupsi waktu. Di antaranya adanya upaya mangkir pada jam kerja, serta sering bolos kerja dengan alasan klasik, seperti kunjungan lapangan, rapat di luar kota atau dinas luar. Padahal, mereka menghabiskan jam kerjanya di warung makan, mal, bahkan ada yang berkeliaran di hotel-hotel atau tempat wisata dengan pasangan selingkuhannya.
Lihat saja setiap Jumat di kawasan wisata Bandungan, Ambarawa. Perilaku korupsi waktu akan semakin terlihat ketika awal masuk kerja. Seperti pascalibur panjang Lebaran. Karena tidak sedikit oknum PNS yang membolos pada awal kerja tersebut.
Upaya Pencegahan
Pemberantasan perilaku koruptif akan lebih efisien dan efektif jika dilakukan sejak dini. Ketika akan dilakukan proses rekrutmen calon pegawai negeri sipil atau CPNS, seperti saat ini.
Pesona CPNS yang menyihir menyebabkan angkatan kerja menempatkan PNS dalam prioritas utama mencari kerja. PNS merupakan harapan dan kebanggaan. Terlebih lagi ketika adanya ancaman krisis ekonomi global.
Ini ditandai adanya pemutusan hubungan kerja di sebagian besar sektor swasta. Akan semakin memperkuat anggapan jika menjadi PNS lebih terjamin dari ancaman krisis. Mengingat kehidupan dan masa depan telah dijamin pemerintah.
Informasi penerimaan CPNS yang semakin terbuka dan transparan. Namun rekrutmen tersebut bukan lagi karena negara membutuhkan tenaga terampil, hanya sekadar untuk mengurangi pengangguran. Pemerintah sepertinya kurang bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan keberadaan PNS.
Namun demikian, rekrutmen pegawai negeri tidak akan mampu membendung gelombang pencari kerja yang kian membengkak. Mengingat sudah tidak balance lagi antara demand dan supply di bursa kerja.
Karena tujuan pemerintah dengan membuka peluang CPNS untuk mencarikan solusi problematika jumlah pengangguran.
Kebijakan open house recruitmen CPNS akan direspons positif oleh publik. Sehingga sudah menjadi pemandangan umum ketika musim penerimaan CPNS. Akan terjadi antrean panjang bagi calon pegawai untuk beradu nasib, demi menduduki formasi yang sedang dibutuhkan tersebut.
Banyaknya para pencari kerja itu selain berdampak pada kompetisi yang tajam. Juga memancing terjadinya praktik curang dalam proses rekrutmen. Bukan rahasia lagi jika banyak yang bersedia mengeluarkan uang jutaan rupiah sekadar bisa menjadi PNS.
Lalu, calo juga semakin menjamur ketika musim penerimaan CPNS. Bahkan tidak sedikit calo tersebut berasal dari kalangan para PNS. Sebuah moral hazart atau aji mumpung bagi para PNS nakal. Mereka mencoba mencari keuntungan di tengah upaya proses rekrutmen. Antusiasme tinggi dari sebagian besar publik untuk menjadi PNS. Jika tidak diimbangi dengan niatan yang baik, persiapan mental, serta kesadaran yang tinggi untuk mengabdi pada negara.
Ini justru akan berdampak buruk pada kinerja PNS ke depan.
Aspek pribadi akan lebih diutamakan. Mengingat, ada kepentingan mengejar kesejahteraan, serta demi menyandang sebuah status PNS. Dampak buruk dari antusiasme yang tinggi untuk menjadi PNS, di antaranya akan memunculkan calon koruptor waktu. (80)
—Iptu Imara Utama SH, mahasiswa PTIK angkatan 54 Ton C
Wacana Suara Merdeka 6 November 2009