Pernikahan memiliki makna sangat luas, meskipun pada intinya hanya menyatukan dua insan berbeda jenis dalam sebuah ikatan syah untuk hidup bersama, namun pada praktiknya tidaklah sesederhana itu. Pernikahan diartikan sebagai upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat.
Keberadaan upacara perayaannya sendiri memiliki banyak ragam dan variasi antarbangsa, suku satu dan yang lain pada satu bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.
Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk mmelakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan.
Indonesia memiliki beragam suku dan kebudayaan, jadi tidak heran apabila kita sering melihat upacara-upacara adat yang sangat unik. Upacara pernikahan adalah termasuk upacara adat yang harus kita jaga, karena dari situlah akan tercermin jati diri kita, bersatunya sebuah keluarga bisa mencerminkan bersatunya sebuah negara. Seperti pernikahan Edhie Baskoro Yudhoyono dan Siti Rubi Aliya Rajasa yang dalam pernikahannya menggunakan adat Sumatera dan Jawa. Dua unsur kebudayaan yang mengental di tanah air, dari sekian banyak kebudayaan yang ada di Indonesia.
Pernikahan putra Presiden Republik Indonesia dikatakana sebagian para politisi di Indonesia mengandung banyak arti dalam dari pernikahan tersebut. Sebut saja salah satunya Juru bicara Partai Gerindra Martin Hutabarat mengatakan pernikahan itu semakin memperkuat "syahwat" Hatta Rajasa sebagai calon presiden pada pemilihan presiden tahun 2014. Pernikahan Edhie Baskoro Yudhoyono dan Siti Rubi Aliya Rajasa diyakini juga oleh sebagian pengamat politik di Indonesia sebagai pernikahan politik antara Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional.
Di masa kerajaan, pernikahan politik dilakukan untuk menghindarkan pertempuran guna "melikuidasi" sebuah kerajaan, seperti saat masa kerajaan Mataram dan juga Majapahit, perkawinan politik semacam itu menjadi hal yang biasa. Menurut catatan sejarah, pada awal era Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya, sekaligus melakukan perkawinan politik puteranya, Samaratungga, dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Sehingga pada tahun 790, Syailendra berhasil menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian berkuasa di sana selama beberapa tahun. Perkawinan trah atau keturunan Mataram Kuno dengan trah Sriwijaya, terbukti menjadi kekuatan yang besar untuk memperluas daerah mereka.
Menyadari atau tidak perkawinan antara Edhie Baskoro Yudhoyono dan Siti Rubi Aliya Rajasa tersebut, bisa memperpanjang kekuasaan SBY melalui anaknya. Pernikahan akan dapat digunakan sebagai modal politik dan memperkuat jaringan ekonomi dan sosial. Bahkan bisa di artikan lebih dengan adanya Pernikahan yang merekatkan hubungan Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional sekaligus membuka jalan bagi Hatta Rajasa untuk tampil sebagai salah satu calon presiden pada pemilihan presiden tahun 2014. Apalagi sampai dengan saat ini Partai Demokrat belum memiliki tokoh menonjol untuk diajukan sebagai calon presiden.
Keberadaan Hatta Rajasa yang selama menjabat sebagai menteri adalah salah satu menteri yang sangat loyal terhadap SBY, Hatta Rajasa juga pernah menyukseskan SBY sebagai Presiden dalam priode kedua saat Hatta Rajasa sebagai ketua team Pemenangan SBY-Boediono. Hatta Rajasa juga memiliki peran yang penting di pemerintahan SBY, selain loyal dia juga mampu melakukan loby yang terkait dengan kepentingan pemerintah. Hatta sempat dikatakan sebagai menteri yang paling komunikatif mengutip hasil rilis DCSC Indonesia, menteri yang paling sering disebut oleh media karena sikap yang komperatif sebagai menteri.
Terlepas nuansa tersembunyi apa pun itu Kita memang tidak bisa memungkiri bahwa perkawinan adalah jodoh yang diatur dari atas. Apa pun bisa terjadi, bahkan jika memang antara kedua insan tersebut tidak ada jodoh, bisa saja rencana bersatu batal. Kita juga bisa saja menyatakan bahwa ikatan antara Ibas dengan Aliya adalah murni pertunangan yang manusiawi, tidak ada hubungannya dengan politik. Mengaitkan atau ada rencana lain di balik perjodohan Ibas dengan Aliya tentu saja cukup riskan. Perkawinan diniatkan abadi dan langgeng sampai kakek-nenek, sementara pernikahan politik tidaklah abadi. Ada saatnya berkawan, ada saatnya bermusuhan, Berkawan-bermusuhan, begitu seterusnya. Pernikahan, sebaiknya berlandaskan cinta dan hati. Namun jika toh nantinya berdampak politik, biarlah itu sebagai faktor tambahannya saja.
Ahmad Husni, S.Sos
Penulis adalah Wakil Ketua DPD II KNPI Jakarta Selatan
Mantan Pengurus PB HMI Priode 2008-2010 Wakil Ketua Bidang Hubungan Internasional
Opini Okezone 29 November 2011
13 Desember 2011
Pernikahan Politik dengan Nuansa Politik
Thank You!