PEMUDA adalah tulang punggung bangsa. Pemuda adalah harapan bangsa. Pemuda adalah masa depan bangsa. Sedemikian pentingnya kedudukan dan peranan pemuda, sampai-sampai Bung Karno berucap,’’ Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.” (Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia).
Dalam banyak pidatonya, Bung Karno juga kerap berseru,’’ Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan dengan mereka aku akan mengguncang dunia.’’
Kedudukan dan peran pemuda memang sangat vital dalam pembangunan sehingga masa depan bangsa berada di tangan mereka. Di pundak merekalah harapan dan cita-cita bangsa ini digantungkan sehingga pemuda dituntut berperan aktif dan tampil di garda terdepan pembangunan bangsa, baik fisik maupun mental spiritual atau karakter. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.
Sejarah membuktikan, pemudalah yang menjadi pendobrak dan penentu jalannya sejarah bangsa ini. Sebut saja Bung Karno yang pada 1927 mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), saat usianya baru 26 tahun (lahir di Surabaya, 6 Juni 1901). Dalam usia 44 tahun, dia bersama Bung Hatta yang saat itu baru berusia 43 tahun (lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902) memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Juga Bung Tomo yang mengobarkan perang melawan kedatangan kembali tentara Sekutu ke Indonesia pada 10 November 1945 di Surabaya. Saat itu Bung Tomo baru berusia 25 tahun (lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920). Tanggal 10 November kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Lalu Dokter Soetomo dan Dokter Wahidin Soedirohoesodo yang pada 20 Mei 1908 mendirikan Boedi Oetomo, cikal-bakal organisasi pergerakan modern di Indonesia. Pada saat itu usia Soetomo baru 20 tahun (lahir di Nganjuk, 30 Juli 1888), dan Wahidin berusia 56 tahun (lahir di Sleman, 7 Januari 1852). Tanggal 20 Mei kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Pun para pemuda yang mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Mereka berikrar, ‘’Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia; berbangsa satu, Bangsa Indonesia; dan berbahasa satu, Bahasa Indonesia.’’ Saat itu mereka rata-rata baru berusia 20-30 tahun. Sumpah Pemuda kemudian berujung pada Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Pilar Kelima
Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru pada 1998 juga dipelopori oleh pemuda dan mahasiswa. Betapa dengan gagah berani mereka berhadapan dengan senjata, bahkan ada yang tertembak dan tewas. Merekalah yang menduduki Gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta, sehingga memaksa Presiden Soeharto lengser.
Maka tidak berlebihan kiranya bila dikatakan pemuda adalah pilar kelima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, setelah Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Bila pada 20 Mei 1908 para pemuda tampil sebagai aktor utama Kebangkitan Nasional, pada 28 Oktober 1928 sebagai aktor utama Sumpah Pemuda, dan pada 17 Agustus 1945 sebagai aktor utama Proklamasi Kemerdekaan, serta pada 1998 tampil sebagai aktor utama gerakan reformasi, maka kini saatnya pemuda tampil sebagai aktor utama dalam pembangunan bangsa, baik pembangunan fisik maupun mental spiritual atau karakter.
Bila karakter bangsa ini sudah terbentuk sedemikian kuat, dan keberadaan lima pilar itu sudah kokoh, niscaya bangsa kita mengalami kejayaan dan NKRI tetap lestari. Sejarah membuktikan, bila sebuah bangsa dihancurkan dengan kekuatan senjata, niscaya akan cepat bangkit. Lihat saja Jepang yang pada 6 dan 9 Agustus 1945 dibom atom tentara Sekutu di Hiroshima dan Nagasaki.
Meskipun wilayah dan rakyat Jepang mengalami kehancuran luar biasa, karena karakter serta para pemudanya tetap terjaga dan bersemangat maka dalam waktu relatif singkat bangsa Jepang dapat bangkit, bahkan kini menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia. Tulang punggung kebangkitan bangsa Jepang itu adalah para pemuda.
Sebaliknya, bagi bangsa-bangsa yang mengalami kehancuran karakter, terutama karakter pemudanya maka akan hancur pula masa depan dan peradaban bangsa itu. Selama matahari masih terbit dari arah timur, selama bumi ini masih dihuni manusia, selama karakter bangsa Indonesia masih terjaga, dan selama pemuda masih tampil di garda terdepan dalam pembangunan bangsa, selama itu pula NKRI tetap jaya, abadi selama-lamanya. Insya Allah. (10)
— Drs H Sumaryoto, anggota MPR Fraksi PDIP
Wacana Suara Merdeka 14 Desember 2011
13 Desember 2011
Menjaga Karakter Pilar Kelima
Thank You!