13 Desember 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Bencana dan Kesiapan TNI

Bencana dan Kesiapan TNI

PENINGKATAN status Gunung Sindoro beberapa waktu lalu mengundang keprihatinan banyak pihak, sekaligus mengingatkan pentingnya kewaspadaan. Kondisi itu juga memunculkan berbagai komentar dan tentang kesiapan aparat pemerintah dalam penanggulangan bencana, termasuk peran TNI, walaupun secara individu dan satuan telah berbuat sejak awal bencana. TNI dinilai terlambat bertindak, kurang tanggap, dan sebagainya.
Bila kita cermati, baik UU tentang Pertahanan Negara maupun UU tentang TNI  menyebutkan bahwa TNI hanya sebatas membantu. Misalnya Pasal 10 UU Nomor  3 Tahun 2002 dan Pasal 6 dan 7 UU Nomor 34 Tahun 2004 beserta penjelasannya menempatkan TNI pada posisi membantu instansi lain, sesuai permintaan.
Selain itu, dalam melaksanakan  tugas operasi militer selain perang, seperti penanggulangan bencana alam, TNI hanya dimungkinkan memanfaatkan idle capacity. Membina dan mengerahkannya untuk tugas seperti ini belum didukung anggaran, baik terkait bantuan untuk korban maupun kebutuhan operasional. Anggota TNI melaksanakan tugas dulu, baru kemudian mengajukan anggarannya melalui Dephan, untuk selanjutnya menunggu persetujuan DPR.
Padahal penanganan bencana alam memerlukan kecepatan dalam menggerakkan manusia, sarana prasarana, dan peralatan yang semuanya berkaitan dengan anggaran. Belajar dari pengalaman, sudah saatnya kita memikirkan langkah yang lebih terpadu dan terkoordinasi. Menetapkan institusi yang tepat  berada di garis depan dan pihak-pihak yang harus mendukung dari belakang.
Barangkali tanggung jawab yang selama ini seolah-olah monopoli Badan Koordinasi Nasional/ Daerah Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas/da PBA) beserta Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) PBA perlu dikaji ulang. Tujuan penataan ulang peran dan tanggung jawab tiap badan/ instansi dalam penanggulangan bencana alam adalah supaya ada optimalisasi upaya demi terbebasnya rakyat dari penderitaan.
Penanganan bencana alam biasanya dilakukan dalam dua tahap, yaitu masa tanggap darurat dan masa rehabilitasi/ rekonstruksi. Ke depan, mungkin lebih tepat bila masa tanggap darurat diganti menjadi tahap pencarian, pertolongan, dan penyelamatan agar usaha mencari, menolong, dan menyelamatkan manusia bisa lebih cepat. Batas waktunya ditetapkan berdasarkan perkiraan jumlah korban dan kondisi daerah bencana.
Koordinator kegiatan tahap pertama ini akan tepat berada pada Basarnas/ Basarda. Bila keberadaan Basarnas saat ini titik berat tanggung jawabnya hanya terhadap SAR kecelakaan lalu lintas perhubungan dipandang belum memadai dari segi organisasi, SDM, dan peralatan, hal itu perlu ditata agar mampu menjangkau seluruh wilayah Tanah Air.
Kesiapan TNI
Tahap kedua adalah masa rehabilitasi dan rekonstruksi untuk memulihkan kondisi fisik dan mental korban serta memperbaiki sarana prasarana kehidupan.
Kegiatan ini tidak terlalu mendesak dibandingkan dengan tahap pertama, tetapi tidak boleh ditunda-tunda. Tanggung jawab ini sebaiknya pada Bakornas/ Bakorda/ Satkorlak PBA dikoordinasikan oleh instansi yang dinilai tepat.
Apabila penataan Basarnas untuk maksud itu mengakibatkan biaya mahal sehingga menjadi tidak efektif dan efisien maka pemberdayaan instansi yang sudah ada perlu menjadi pertimbangan. Mungkin bisa menyerahkan tanggung jawab tahap pertama itu kepada TNI yang memiliki organisasi vertikal ke seluruh daerah dan sudah berperan langsung dalam tiap kegiatan SAR.
Pelimpahan tanggung jawab ini akan menambah beban bagi TNI. Tetapi bila sudah menjadi kesepakatan bangsa dan demi kepentingan nasional, jajaran TNI (termasuk TNI AD yang pada 15 Desember 2011 memperingati Hari Juang Kartika yang ke-12) siap dan ikhlas melaksanakannya.
Dilandasi jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara profesional, tugas kemanusiaan seperti ini bukan sesuatu yang memberatkan. Organisasi TNI sudah tertata baik, diawaki prajurit yang berdedikasi tinggi, dan dilengkapi peralatan memadai. Bila didukung oleh komponen lain bangsa ini, tragedi kemanusiaan bisa ditangani dengan cepat, baik, dan lancar. (10)

— Mayor Inf Ahmad Rifai, Kasi Pensat Pendam IV/Diponegoro
wacana Suara Merdeka 13 Desember 2011