29 Desember 2010

» Home » Suara Merdeka » Praktik Koruptif Masih Warnai Pilkada

Praktik Koruptif Masih Warnai Pilkada

PRAKTIK koruptif masih mewarnai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan ribuan modus praktik korupsi dalam pilkada selama tahun 2010.

Menurut Peneliti ICW Bidang Korupsi Politik Abdullah Dahlan, setidaknya ditemukan sembilan modus dalam korupsi pilkada. Yang paling banyak dilakukan dengan pembagian uang secara langsung, ditemukan 1.053 kasus. Kemudian dengan pembagian sembako sebanyak 326 kasus.

Sisanya dengan pemberian hand tracktor (1 kasus), melakukan perbaikan jalan (5 kasus), pembagian kerudung atau kain (39 kasus), pembagian tabung gas (47 kasus), pembagian tanah uruk (1 kasus), Pembagian pupuk (39 kasus), dan pembagian payung (6 kasus). ”Total kasus yang terjadi sebanyak 1.517,” kata Abdullah, kemarin.

Praktik tersebut dilakukan tim sukses sebanyak 203 kasus, pasangan calon (35 kasus), perangkat pemerintah sebanyak 91 kasus, dan broker suara 59. Selain itu, lanjut Abdullah, dalam pilkada juga masih terjadi penggunaan kendaraan dinas, berupa mobil sebanyak 46 kasus, penggunaan kendaraan dinas berupa helikopter 3 kasus, rumah dinas 39 kasus, tempat ibadah 17 kasus, mobilisasi PNS (97 kasus), pelibatan pejabat daerah (117 kasus), dan pelibatan anggota KPUD (37 kasus).

”Pelibatan KPPS sebanyak 33 kasus dan penggunaan program populis APBD-APBN sebanyak 115 kasus,” ungkapnya.
Gugatan Pilkada Sengketa pilkada mendominasi perkara yang disidangkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010.
Menurut Kepala Bagian Administrasi Perkara MK Muhidin, selama 2010 ada 230 perkara Pilkada yang masuk ke MK. Telah diputus sebanyak 215 perkara.

”Yang dikabulkan ada 23 perkara, yang ditolak ada 145 perkara, yang tidak dapat diterima ada 43 perkara, dan yang ditarik kembali permohonannya oleh pemohon perkara pilkada ada empat perkara,” jelasnya.

Dia menambahkan, selain ada 215 perkara yang telah diputus, MK juga masih menyisakan 15 perkara yang belum diputus. Perinciannya, ada enam perkara yang masih diperiksa dan sembilan perkara yang selesai diperiksa dan tinggal diputus.

Sebelumnya, banyak perkara Pilkada yang membludak ke MK. Hal tersebut dimulai ketika selama 2010 ada 227 Pilkada yang berlangsung di seluruh Indonesia. Dalam putusannya, MK mengabulkan beberapa sengketa pilkada antara lain Kotawaringin Barat, di mana pemenang versi KPUD dibatalkan MK.

Selain itu, ada Pilkada Kota Jayapura yang akhirnya Legal Standing pemohon sebagai bakal calon kepala daerah diperbolehkan untuk mengajukan perkara ke MK.

Sementara itu, Ketua MK Mahfud MD mengatakan, MK sudah menguji 365 UU. Sebanyak 58 UU di antaranya dibatalkan. ”Dibatalkan 58 UU, berarti memang ada kekeliruan,” ujarnya dalam diskusi refleksi akhir tahun bertajuk ”Memimpin Republik dengan Konstitusi” di Megawati Institut, Selasa (28/12).

Menurutnya, sebagian besar dari UU yang dibatalkan itu adalah UU politik, seperti UU tentang Pemilu dan UU tentang Pemerintahan Derah. Melihat dinamika ini, ada kecenderungan bahwa UU dibuat berdasarkan kehendak dan kompromi politik.
”Hampir semua politikus kita selalu mencari tafsir sendiri atas kehendak sepihak,” katanya.

Dia menilai, mereka secara sadar telah melakukan kesalahan dalam penafsiran. Akan tetapi kesalahan itu kemudian dikompromikan dengan peta kekuatan politik di parlemen, sehingga akhirnya meskipun telah salah tetapi karena mayoritas, akhirnya diputuskan.
Mahfud berpendapat nilai politik transaksional yang selama ini terjadi. ”Dalam proses pembuatan dan pelaksanaan UU, siapa yang berkuasa akan selalu menang dalam perdebatan tentang UU,” tegasnya.(Mahendra Bungalan, Budi Yuwono-35.

Wacana Suara Merdeka 30 Desember 2010