Sungguh amat mengejutkan. Juga sangat menyedihkan. Propinsi Sumatera Utara menduduki urutan pertama dalam hal korupsi
Hal ini dikemukakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya menjelaskan, BPK telah menemukan 3.132 kasus yang diduga berat berupa penyelewengan uang negara bernilai Rp 47 triliun. Kasus penyelewengan ini dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahan Propinsi Sumutera Utara, Medan, Langkat, P. Siantar dan daerah lainnya.
Pejabat di Sumatera Utara mengakui, bahwa sebagian dari kasus-kasus yang diduga sebagai penyelewengan sudah ditangani KPK dan sebagian lagi oleh Pengadilan tinggi, sementara sebagian kecil sudah dikembalikan kepada negara. Namun pejabat itu menilai angka Rp 47 triliun sungguh luar biasa.
Warga Sumatera Utara, kesal, kecewa, dan marah serta berbagai sumpah serapah dilontarkan terhadap kinerja pemko/pemkab yang tidak lagi memiliki kejujuran dalam melaksanakan tugas. Kawasan Sumatera Utara telah dijangkiti wabah korupsi yang amat parah, berbahaya dan menular.
Pengawasan Lemah
Mencermati terjadinya dugaan penyalahgunaan uang negara di berbagai pemko dan pemkab, masyarakat berasumsi, bahwa pengawasan keuangan sangat lemah. Bahkan ada yang menganggap, bahwa para pengawas keuangan bisa saja bermain mata dengan pengelola keuangan di daerah-daerah. Bisa pula terjadi karena kurangnya kualitas dan kemampuan para pengawas internal di daerah.
Sejak adanya otonomi daerah, pemerintah telah memberikan kewenangan yang luas kepada daerah, namun harus diimbangi pelaksanaan pengawasan yang memadai agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat berakibat terjadinya korupsi, penyelewengan maupun KKN. Berbagai peraturan perundang-undangan telah dikeluarkan oleh pemerintah dan DPR guna mengawal pelaksanaan otonomi daerah. Keberadaan pengawas intern dan ekstern baik ditingkat pusat, propinsi maupun daerah diakui dalam perundang-undangan itu. Seharusnya pengawas internal dan eksternal merupakan alat pengawas yang paling ampuh dan mutlak diperlukan.
Adanya temuan BPK lebih dari tiga ribu kasus senilai Rp 47 triliyun, timbul pertanyaan, hingga dimana pengawas intern telah berbuat. Sampai dimana fungsi kontrol satuan pengawas intern itu, sampai dimana kebenaran pengawas intern itu melakukan tugasnya. Dengan munculnya predikat peringkat pertama dalam hal korupsi untuk Sumatera Utara, muncul berbagai dugaan tentang keberadaan pengawas intern di daerah ini. Ada yang menilai satuan pengawas itu mandul, impoten, ada yang menilai sebagai macan ompong, Bahkan muncul anggapan di masyarakat, bahwa mata para pemeriksa itu telah dijangkiti penyakit katarak yang menyebabkan rabun. Dan mungkin akan menyebabkan kebutaan. Apa yang dapat dilakukan oleh manusia-manusia yang memiliki mata rabun?. Apalagi bila ia buta!.
Apa yang terjadi di Sumatera Utara mengindikasikan otonomi daerah belum berjalan secara maksimal dan terdapat banyak sekali kelemahan. Di antaranya kelemahan sistem pembukuan dan pengelolaan keuangan daerah, SDM yang terbatas, baik secara kuantitas maupun kualitas serta pengawasan intern yang belum efektif. Masyarakat sangat berharap otonomi daerah didasari prinsip good corporate governance sehingga peran pemeriksa intern yang berkualitas sangat penting. SDM di bagian pengawas intern harus benar-benar yang ahli pada bidangnya, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki sikap istiqomah yang tetap teguh pendirian dan tidak mudah tergoda oleh uang.
Sudah saatnya SDM pengawas intern daerah dibenahi mulai dari perencanaan penugasan, pengarsipan dokumen pemeriksaan, pengelolaan pembiayaan pemeriksaan, pengelolaan database hasil pemeriksaan, pemberdayaan aparatur pengawasan, sarana pendukung yang memadai, hingga penerapan teknologi informasi dan koordinasi vertikal maupun horisontal. Pembenahan pengawas intern harus mampu menghasilkan standar pemeriksaan dan mampu melakukan deteksi awal (early warning) serta pencegahannya Bila di suatu daerah Pengawas intern telah mengindikasikan adanya deteksi awal (early warning), adanya penyalahgunaan keuangan yang lebih besar dapat dihindari.
Peran BPKP
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sangat penting perannya dalam mengawasi dan mengawal keuangan di pemprop, pemko/pemkab. Masyarakat menyadari apa dan bagaimana peran BPKP dalam mengawal keuangan negara. Tugas BPKP adalah melaksanakan pengawasan keuangan dan pembangunan serta penyelenggaraan akuntabilitas di daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sementara fungsi BPKP antara lain pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan pengurusan barang milik/kekayaan negara. Disamping itu BPKP juga berfungsi melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas pemerintah yang bersifat strategis atau lintas departemen/lembaga/wilayah. BPKP juga berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap BUMN, kontraktor bagi hasil dan kontraktor kerja sama, badan-badan lain yang didalamnya terdapat kepentingan pemerintah dan pinjaman/bantuan luar negeri.
Bila BPKP bekerja dengan benar, profesional, rutin setiap tahun anggaran dapat dipastikan penyalah gunaan keuangan negara seperti yang digambarkan diatas tidak akan terjadi atau dapat ditekan seminimal mungkin. Semua tim pemeriksa, jangan sampai menjadi impoten atau ikut-ikutan ditulari katarak sehingga tidak mampu melihat adanya penyimpangan keuangan maupun prosedur di daerah.
Pengawas Intern maupun BPKP merupakan badan-badan yang secara rutin memeriksa dan mengawasi keuangan maupun anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah. Di samping kedua badan itu ada lagi Badan Pemeriksa Keuangan yang juga berwenang melakukan audit dan pemeriksaan keuangan daerah. Memang harus diakui, bahwa manfaat yang diperoleh dari audit serta pemeriksaan tidak terletak pada temuan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tapi sasarannya adalah pada penyelesaian efektif yang ditempuh oleh entitas/instasi yang diperiksa. Manajeman pihak yang diaudit bertanggung jawab untuk menyelesaikan temuan audit beserta rekomendasinya.
Atas dasar itulah diharapkan pihak pemda/pemko/pemkab untuk menindak lanjuti hasil audit maupun rekomendasi dari temuan dugaan penyalah gunaan uang negara sebesar Rp 47 triliun. Pemda/pemko/pemkab maupun instansi yang disebut oleh BPK harus bertindak nyata agar uang negara sebanyak itu harus kembali kepada ibu pertiwi. Peran super aktif pemda/pemkab/pemko sangat diharapkan untuk meminimalkan kerugian negara
Pengawasan DPRD
Pemda dan DPRD dalam era otonomi daerah merupakan ujung tombak pelaksanaan otonomi daerah,yakni untuk mensejahterakan, menyerap dan menjalankan harapan dan keinginan masyarakat setempat serta membingkai perilaku dan aktivitas pejabat daerah dalam sebuah peraturan yang sesuai dengan koridor hukum. Kebijakan desentralisasi merupakan bagian dan kebijakan demokrasi pemerintahan. Karena itu penguatan fungsi pengawasan DPRD amat diperlukan. Undang-undang no. 22 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan undang-undang no. 32/2004 telah ditetapkan posisi DPRD sejajar dan menjadi mitra Pemda. Salah satu fungsi DPRD adalah pengawasan terhadap APBD. Jangan sampai terjadi main mata antara DPRD dengan pengelola APBD. Jangan sampai ada permainan sulap dan pat gulipat di sana.
Untuk menciptakan Pemda yang sehat dan bersih perlu keterpaduan tim pemeriksa seperti pengawas intern, BPKP, BPK, dan DPRD. Namun jangan sampai terjadi tim pemeriksa ini saling tumpang tindih.
Bantuan Akuntan Publik
Semua pihak menghendaki agar tim pemeriksa keuangan, mulai dari inspekstorat daerah, BPKP, BPK, dan DPRD bekerja secara optimal, jujur, tanggap dan yang lebih penting lagi adalah bekerja secara profesional. Mereka yang bertugas sebagai pemeriksa hendaknya benar-benar adalah figur yang berkualitas dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Demi untuk menyelamatkan uang negara di berbagai pemda/pemkab/pemko, yang jumlahnya sangat besar pihak instansi yang bersangkutan dapat meminta bantuan Akuntan Publik seperti yang dilakukan oleh BUMN, terutama yang sudah berstatus go publik
Akuntan Publik yang dapat diminta bantuannya antara lain Hendra Winata & Rekan, beralamat Jl.Palang Merah 40 atau Handersen Prasetyo Utomo & Co Jl. Haryono MT A-1 Medan. Masih banyak lagi Akuntan Publik yang reputasinya tidak pernah tercoreng. Hampir tidak pernah terdengar Akuntan Publik mau main mata dengan pengelola keuangan karena benar-benar profesional dan bersih. Apalagi mata mereka tak pernah dijangkiti katarak yang menyebabkan rabun untuk melihat angka-angka maupun penyelewengan.***
Penulis 32 tahun bertugas di Bagian Akuntansi PT PGN (Persero) Tbk.
Opini Analisa Daily 30 Desember 2010