24 Juni 2010

» Home » Okezone » Internasionalisasi Mahkamah Konstitusi

Internasionalisasi Mahkamah Konstitusi

Pada 12-15 Juli 2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Deklarasi Pembentukan Asosiasi Mahkamah Konstitusi (MK) se- Asia dan Konferensi VII Hakim Konstitusi Asia.

Kegiatan ini akan diikuti oleh para hakim MK dan institusi sejenis dari negara-negara kawasan Asia, perwakilan MK dari negara-negara kawasan Eropa Barat, Eropa Timur, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, dan beberapa lembaga internasional yang aktif mempromosikan demokrasi dan negara hukum.

Kegiatan berskala internasional tersebut merupakan momen penting, tidak saja bagi MK RI, tetapi juga bagi bangsa Indonesia serta merupakan bagian dari upaya menciptakan pergaulan dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Bagi MK RI, disepakatinya Indonesia sebagai tuan rumah pelaksanaan deklarasi pembentukan Asosiasi MK se-Asia dan Konferensi VII Hakim Konstitusi Asia ini merupakan wujud pengakuan dan sekaligus kepercayaan dari masyarakat internasional terhadap kelembagaan dan kinerja yang telah dilakukan.

Hal ini juga merupakan pengakuan dan kepercayaan terhadap bangsa Indonesia yang telah berhasil menjalankan proses demokratisasi secara damai dan menerapkan prinsip-prinsip negara hukum yang salah satunya membentuk MK. Pembentukan MK merupakan salah satu kecenderungan negara-negara demokrasi modern.

MK diperlukan untuk mengawal sekaligus melindungi demokrasi dengan menegakkan prinsip supremasi konstitusi. Indonesia merupakan negara ke-78 yang membentuk MK sebagai lembaga peradilan tersendiri yang memiliki wewenang khusus dalam rangka mengawal konstitusi. Keberadaan MK RI telah menempatkan negara Indonesia sejajar negara demokrasi modern yang lain.

Apalagi berkat kepercayaan dan dukungan semua komponen bangsa Indonesia, kinerja MK RI telah mendapatkan apresiasi dari MK negara lain dan lembaga internasional yang bergerak di bidang demokrasi dan negara hukum. Banyak putusan-putusan MK RI yang diakses dan menjadi bahan referensi pemikiran hukum dan demokrasi. Di sisi lain, kelembagaan MK RI juga telah menjadi salah satu bench mark bagi negara lain dalam membangun lembaga peradilan yang modern dan tepercaya.***

MK dibentuk dalam rangka mengawal supremasi konstitusi. Konstitusi sebagai hukum tertinggi suatu negara (supreme law of the land) memiliki aspek universal dan partikular. Penerimaan prinsip demokrasi dan negara hukum yang di dalamnya terdapat jaminan perlindungan hak asasi manusia membuat konstitusi suatu negara dengan negara lainnya memiliki persamaan.

Di sisi lain, perbedaan kondisi bangsa dari berbagai aspek juga pasti akan membuat perbedaan antara satu konstitusi dan konstitusi yang lain. Setiap negara juga mengalami perbedaan dalam perkembangan pelaksanaan demokrasi dan negara hukum yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal itu memengaruhi pelaksanaan wewenang MK di berbagai negara dalam mengadili dan memutus perkara konstitusional.

Karena itu, proses saling belajar antara MK di suatu negara dan MK negara lain diperlukan. Selain akan mendukung kinerja MK di setiap negara dengan belajar dari best practices MK negara lain, proses ini juga akan menumbuhkan wacana pemikiran demokrasi dan negara hukum pada tataran global guna mempererat hubungan internasional.

Di samping proses saling belajar, sebagai rangkaian Konferensi VII MK Asia, juga akan dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara MK RI dan beberapa MK negara lain. Nota kesepahaman ini menjadi dasar pelaksanaan kerja sama yang bertujuan untuk memperkuat capacity building dan institutional building MK negara masing-masing.Kerja sama yang akan dilakukan adalah dalam bentuk pertukaran informasi tentang putusan, kewenangan dan sistem kerja, pertukaran staf, serta program pendidikan.***

Konferensi ini juga sangat penting karena tema yang diangkat adalah hukum pemilu (general election law) yang di dalamnya meliputi subtema perbandingan sistem pemilu (concepts of electoral systems in comparison), permasalahan dan kelemahan dalam aturan dan praktik (typical problems and shortcomings in law and practice), dan penanganan sengketa pemilu (dealing with election complaints).

Tema ini sangat penting dan strategis karena pemilu merupakan bagian tak terpisahkan dari demokrasi. Pemilu adalah wujud pengakuan hak pilih dan hak ikut dalam pemerintahan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Keberhasilan pelaksanaan pemilu di banyak negara juga menjadi penentu keberlanjutan demokrasi dan negara hukum. Bagi MK RI, tema general election law sangat tepat karena salah satu wewenang yang dimiliki adalah memutus perselisihan hasil pemilu (PHPU). Wewenang tersebut telah dijalankan dalam Pemilu 2004 dan 2009, serta sejak akhir 2008 juga mencakup perselisihan hasil pemilukada.

Selain terkait wewenang memutus PHPU, hukum pemilu juga terkait wewenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar di mana MK RI banyak memutus perkara yang berkaitan dengan aturan hukum pemilu. Putusan-putusan MK RI tersebut telah ikut mengembangkan hukum pemilu di Indonesia.

MK RI telah berperan dalam pengembangan hukum pemilu yang konstitusional, serta memutus perselisihan hasil pemilu, baik pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pemilukada. Putusan MK RI dalam perkara PHPU telah ikut membangun demokrasi secara damai tanpa ada krisis politik ataupun krisis konstitusional.

Untuk mencapai hal tersebut tentu diperlukan strategi dan kesiapan khusus, baik dari sisi hukum materiil, hukum acara, serta kesiapan hakim, maupun dukungan administrasi umum dan justisial dari Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI. Hal ini tentu dapat menjadi pelajaran bagi negara-negara lain, terutama di kawasan Asia yang pada umumnya kadang masih menghadapi krisis politik dan konstitusional pada saat melaksanakan pemilu.

Sebaliknya, MK RI dan bangsa Indonesia pada umumnya tentu juga dapat belajar dari pengalaman negara lain, baik pengalaman dari negara yang telah mampu menjaga kualitas pemilu yang demokratis maupun pengalaman dari negara yang pernah mengalami krisis dalam pelaksanaan pemilu agar tidak terjadi dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia.(*)

Janedjri M Gaffar
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi 

Opini Okezone 24 Juni 2010