21 Desember 2009

» Home » Solo Pos » Meneladani semangat pengorbanan simbok

Meneladani semangat pengorbanan simbok

Beberapa hari terakhir, saya mendapati seorang simbok di suatu daerah di Solo yang tampak murung, gelisah dan kurang berselera makan. Simbok itu pun tak dapat menyembunyikan gundah di hatinya. Hampir tiap sepertiga malam terakhir, dia terbangun untuk mengadu kepada Sang Pencipta.

Dia kerap terdengar berbicara sendiri ketika orang lain sedang tertidur pulas. Perempuan yang berusia lebih dari 80 tahun itu seperti ngudarasa menumpahkan apa yang menjadi unek-uneknya.
Di usianya yang sudah renta itu, simbok merasa kurang mendapatkan perhatian dari kelima anaknya. Padahal, bisa dibilang, dia sangat menyayangi lima laki-lakinya. Tak hanya itu, simbok pun sering membangga-banggakan mereka.


Sayang sungguh sayang, apa yang simbok itu lakukan tidak mendapatkan balasan yang setimpal. Anaknya tidak mengurusinya dengan tanggung jawab itu. Anak yang satu dan lainnya terkesan lempar tanggung jawab. Padahal mereka bisa dikategorikan sebagai orang dengan kehidupan ekonomi mapan. Tapi itu semua tidak menjadi jaminan sang ibu yang berjasa banyak itu dapat hidup layak dan terjamin.
Sepenggal kisah di atas adalah sedikit cerita ibu yang tidak mendapatkan perhatian anak-anaknya. Jadi, pepatah yang menyebutkan bahwa seorang Ibu bisa mengurus 10 anak-anaknya tapi 10 anak belum tentu mampu mengurus seorang ibu ternyata benar adanya.
Penulis meyakini mungkin masih banyak kisah lain yang lebih parah, menyedihkan atau memilukan yang dialami seorang ibu. Ada pula kisah-kisah manis yang dialami seorang Ibu karena mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari anak-anaknya.
Semua orang pasti menyadari betapa luar biasanya seorang Ibu. Rasulullah Muhammad SAW menyampaikan perihal keutamaan seorang ibu serta supaya menghormati maupun merawatnya.
Selain itu, banyak syair-syair atau lagu yang menggambarkan atau menceritakan keberadaan seorang Ibu. Sebut saja, lagu Rhoma Irama dengan Keramat, Iwan Fals lewat lagu Ibu dan sebagainya. Di Indonesia, sebagai bentuk penghargaan terhadap sosok ibu, diperingati Hari Ibu setiap 22 Desember.
Setidaknya, peringatan itu merupakan suatu upaya untuk mengingatkan kembali kepada semua orang untuk merefleksi arti penting kehadiran ibu.
Dia telah mengandung, melahirkan, menyusui dan merawat anak. Ibu disebut sebagai madrasatul ‘ula atau tempat kali pertama bagi anak untuk mendapatkan nilai-nilai pendidikan.
Ada tiga kodrat ibu dari Allah yang tidak dimiliki oleh laki-laki yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui. Karena itu, ibu mendapat hak yang lebih utama untuk dihormati.
Penulis memang baru memiliki seorang anak namun bisa ikut merasakan bagaimana rasanya ketika hamil, melahirkan dan pada masa-masa menyusui.
Pada peringatan Hari Ibu tahun ini, mari sama-sama merenungkan kembali jasa-jasa besar ibu.
Ada beberapa nilai semangat yang bisa dipetik dari kehadirannya. Pertama, rasa cinta yang tulus. Sebagian besar Ibu, biasanya memiliki rasa cinta yang besar dan tulus kepada anak-anaknya walau sang anak telah berumah tangga. Perhatian dan kepedulian tetap diberikan ibu sampai ke cucu-cucunya. Kasih ibu sepanjang masa.
Namun, tidak begitu halnya dengan anak. Banyak terjadi seorang anak cepat melupakan jasa besar orangtua ketika sudah berhasil dan sukses. Tak sedikit pula anak-anak yang kaya enggan mengakui orangtuanya yang miskin karena malu. Ada pula anak yang tak mau repot mengurusi orangtua kemudian membawanya ke panti jompo.

Peran orangtua
Sebenarnya, jika dirunut, keberhasilan anak tidak terlepas dari peran orangtua khususnya Ibu. Untaian doa dan dukungan materiil maupun nonmateriil membuat anak bisa meraih sukses.
Kedua, semangat yang patut diteladani dari ibu adalah pengorbanannya yang besar. Seorang anak, karena kondisi, kadang juga akhirnya terpaksa memanfaatkan tenaga ibunya. Misalnya, berhubung belum mendapatkan pembantu rumah tangga, untuk sementara sang ibu rela membantu mengasuh cucu-cucunya. Tapi, kenapa anak tega melihat ibunya tidak dapat menikmati masa-masa tuanya dengan bebas dari tugas merawat anak-anak.
Kadang karena sulitnya mencari tukang cuci, ibu pun kemudian turun tangan membantu mencuci baju anak maupun cucunya.
Diakui atau tidak, pengorbanan ibu begitu besar dalam kehidupan seorang anak. Sehingga, sudah selayaknya sebagai anak tidak cepat melupakan atau mengabaikan kiprah Ibu.
Ketiga, rasa tanggung jawab yang tinggi. Ibu yang menjadi single parent pun selalu berupaya agar anaknya memiliki masa depan yang baik. Dengan semangat tinggi, sang ibu bekerja dan terus berusaha mewujudkan cita-citanya. Ibu jenis ini memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap amanah yang telah diberikannya.
Alangkah indahnya jika pejabat atau wakil rakyat juga ikut meneladani semangat pengorbanan Ibu yang tinggi. Sehingga, bukan semangat memperkaya diri sendiri yang dibesar-besarkan melainkan bagaimana bisa membuat rakyat semakin sejahtera.
Tak hanya itu, semua orang pun bisa mencontoh semangat ibu dalam memberikan kasih sayangnya. Begitu pula dengan semangat pengorbanan maupun rasa tanggung jawab yang tinggi yang dapat diikuti siapa pun sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Lewat tulisan ini, semoga dapat mengingatkan penulis dan pembaca kaitannya dengan penghargaan jasa terhadap orangtua khususnya ibu. Mungkin, ibu kita tak berharap materi tapi perhatian dan kasih sayanglah yang dibutuhkannya. -

Oleh : Nadhiroh, Wartawan SOLOPOS
Opini Solo Pos 22 Desember 2009