23 Desember 2009

» Home » Suara Merdeka » Keong dan Kasus Korupsi di Brebes

Keong dan Kasus Korupsi di Brebes

MENANTI tersangka baru kasus korupsi, setelah Bupati Brebes Indra Kusuma ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK (SM,16 Desember) seperti menunggu gerakan keong.

Artinya menunggu sebuah kepastian mengingat binatang itu merayap pelan tapi pasti. Pertanyaannya apakah kasus itu bisa terkuak tuntas? Jawaban ini ditunggu semua elemen masyarakat Kota Bawang yang ingin mengawal clean government di daerah yang dikenal sebagai sentra telur asin tersebut.


Laporan masyarakat kepada KPK sejak tahun 2003 sampai sekarang, walaupun sudah menetapkan tersangka, belum bisa menemukan dalang korupsinya.

Adapun penanganan korupsi di daerah lain, bahkan daerah tetangga, terkuak jelas dan cepat.

Sebagian masyarakat kota Brebes tahu bahwa tim KPK turun ke daerah itu untuk memeriksa sejumlah pejabat pada 23-26 Januari 2008, disusul 29 April 2009, 1 Mei 2009, dan terakhir 14-15 Desember lalu.

Pemeriksaan dilakukan di hotel, ruang kerja pejabat itu, bahkan ada yang dipanggil ke Jakarta. Bolak-baliknya beberapa orang dipanggil ke Jakarta seperti mengindikasikan sulitnya menguak kasus itu.

Sejumlah kasus yang dilaporkan masyarakat antara lain mark up dalam pembebasan tanah, pengadaan buku ajar Balai Pustaka (BP) dan alat-alat kesehatan (alkes), beberapa proyek DPU, asuransi fiktif anggota DPRD 1999-2004, APBD 2003-2005 dan sejumlah kasus lainnya yang menyangkut pertanggungjawaban dana senilai lebih dari Rp 50 miliar.

Selama ini hasil atas pemeriksaan beberapa pejabat tidak jelas juntrungnya. Ketidakjelasan ini melahirkan berbagai tanggapan, antara lain KPK kurang tegas.

Indra Kusuma, yang telah dua kali menjabat bupati di daerah  itu, dijerat KPK dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Pasal 2 UU itu menyebutkan:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20  tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Seperti diberitakan harian ini, modus yang disangkakan kepada Indra Kusuma adalah menggelembungkan dana pengadaan tanah 2.000 m2 untuk pembangunan pasar (APBD 2003), dalam dua tahap, yang  merugikan negara Rp 5 miliar.

KPK mengambilalih persoalan ini awal 2008 setelah kasus ini terkatung-katung di Kejaksaan Negeri dan Polres Brebes. Kini masyarakat menunggu kelanjutan pengusutannya karena mereka tahu karupsi tidak mungkin dilakukan seorang diri.

Pembiaran yang hanya menjerat Indra Kusuma seyogianya tidak berlarut-larut. Jangan sampai ada kesan KPK tebang pilih. Terlebih lagi di Brebes ada anggapan miring bahwa daerah itu lahan subur bagi para koruptor. Jadi, jika mau korupsi datang saja dan jadilah pejabat di Brebes.

Ini menyakitkan bagi masyarakat, apalagi penegakan hukum di daerah itu masih dirasakan tebang pilih oleh sebagian orang. Langkah yang diambil para hamba wet belum terbukti keampuhannya untuk menjerat pelaku koruptor, termasuk mereka yang melakukannya secara berjamaah di semua lini kehidupan.
Menuai Hasil Terlepas dari siapa yang menjadi tersangka, kita harus bersyukur kepada Allah SWT karena perjuangan memberantas korupsi mulai menuai hasil. Selama ini perjuangan aktivis antikorupsi menjadi cibiran mereka yang tidak mendukung gerakan pemberantasan korupsi.

Pergantian personel aparat penegak hukum, termasuk wakil rakyat, belum memberikan bukti nyata dan efek jera bagi koruptor. Janji perbaikan, perubahan, membela rakyat, hanya dilontarkan saat kampanye atau pengucapan sumpah jabatan.

Kita berharap masih ada hati nurani di hati para pejabat untuk menegakkan kejujuran sebagai modal dasar kehidupan anak cucu kita, pewaris Brebes.

Masyarakat harus lebih bersatu. Mahasiswa, petani, ulama, anggota LSM, anggota organisasi kemasyarakatan atau kepemudaan, media, kaum profesional, bahkan PNS, harus seia sekata melawan koruptor.

Dijadikannya bupati sebagai tersangka harus menjadi pelajaran penting bagi sejarah Brebes, agar di kemudian hari pemimpin tahu bahwa sesungguhnya kekuasan itu amanah rakyat.

PNS juga  harus mereformasi diri dalam pemberantasan  korupsi di tempat kerjanya. Gratifikasi, hadiah, cenderamata, yang merupakan bagian budaya korupsi harus dihilangkan.

Masyarakat Brebes masih ingat bahwa hasil audit BPK tanggal 13 Maret 2008 pada APBD 2008 menemukan 42 dugaan kasus korupsi, tercatat pada Disdik, DPU, Dinkes, RSUD, Dishub dan setda.(10)

— Karno Roso, mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Komunikasi Strategis Undip
Wacana Suara Merdeka 23 Desember 2009