16 Desember 2009

» Home » Jawa Pos » Industri Lamborghini Madura

Industri Lamborghini Madura

GONJANG-GANJING kasus cicak melawan buaya, isu demo antikorupsi yang ditunggangi, serta perseteruan Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie dalam kasus penyelidikan Bank Century begitu menguras energi anak bangsa ini. ''Kesibukan'' itu telah melupakan tantangan bangsa ke depan di bidang lainnya, khususnya ekonomi. Penegakan hukum dan upaya clean government tetap penting, namun kita tak boleh melupakan upaya mengentas kemiskinan dan ikhtiar memperkuat daya ekonomi ke depan.

Penulis tertarik membahas salah satu aspek kehidupan ekonomi, yaitu pentingnya ekonomi dan industri kreatif, yang tampaknya semua orang pada lupa akibat persoalan-persoalan di atas. Padahal, sektor itu dapat dijadikan andalan dalam mengentas kemiskinan di negeri ini.

Istilah industri kreatif pertama digunakan Partai Buruh di Inggris pada 1997. Dalam beberapa tahun, industri tersebut memberikan dampak ekonomi kepada ekonomi Inggris. Pada 2000 telah menyumbang sekitar 7,9% penerimaan nasional dan menyerap banyak tenaga kerja.

John Howkins dari Inggris juga memperkenalkan ekonomi kreatif itu dalam bukunya Creative Economy, How People Make Money from Ideas. Dia menyebutkan bahwa ekonomi kreatif adalah suatu aktivitas penciptaan di mana input-nya adalah gagasan dan ouput-nya juga sebuah gagasan. Ekonomi kreatif adalah transaksi dan hasil kreasi produk-produk kreatif yang muncul dari sebuah gagasan.

Di Indonesia, masalah tersebut mulai santer dibicarakan pada awal 2006. Menteri Perdagangan Mari Pangestu pada tahun itu membuat blue print bagaimana mendayagunakan ekonomi kreatif tersebut di Indonesia yang bertujuan -salah satunya- meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Menurut Mari Pangestu, sektor indusri kreatif itu di Indonesia meliputi: jasa periklanan, arsitektur, seni rupa, kerajinan, desain, mode (fashion), film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, riset dan pengembangan, software, TV dan radio, serta video game.

Di negara-negara maju, sumbangan industri kreatif itu kepada PDB (Produk Domestik Bruto) cukup signifikan. Misalnya, pada tahun 2000, sektor itu menyumbang 3 persen di PDB Amerika dan Ingrris sekitar 5 persen hingga 8 persen. Di Amerika, sektor itu berhasil menyerap 30 persen penduduknya untuk bekerja.

Temuan Deperindag Indonesia pada 2006 menunjukkan bahwa industri kreatif tersebut menyumbang sekitar 5,7 persen PDB, menyerap tenaga kerja sekitar 4,9 juta orang yang bekerja di sekitar 2.000 perusahaan dan nilai ekspornya bisa mencapai Rp 81 miliar lebih.

Kaya Gagasan

Mungkin, Presiden SBY ketika menyatakan bahwa ekonomi kreatif merupakan ekonomi gelombang keempat terinspirasi oleh teori Alvin Tovler tentang gelombang peradaban manusia. Gelombang pertama ekonomi pertanian, kedua ekonomi industri, ketiga ekonomi informasi. Saat ini, ketika persaingan di era globalisasi ketat dan kompleks, negara-negara ditantang untuk masuk kepada ekonomi gelombang keempat yang oleh banyak pakar disebut sebagai knowledge based economy atau ekonomi yang berbasis kreativitas.

Negara-negara maju yang tidak memiliki sumber daya alam yang besar seperti Indonesia telah membuktikan bahwa gagasan atau ide cemerlang sanggup menguasai dunia. Jepang dan Swiss, misalnya, ide-ide kreatif dari manusia-manusianyalah yang mampu menciptakan produk-produk yang bersifat global. Jepang telah mengimplementasikan definisi kreatif secara nyata. Kreativitas atau creativity ada yang mendefinisikan sebagai developing something new that never existed before. Creativity atau kreativitas itu bisa dalam bentuk innovation (menemukan sesuatu yang baru), synthesizing (menggabungkan sesuatu), dan modification (mengubah sesuatu menjadi baru). Jepang berhasil melakukan itu semua walaupun tidak mempunyai sumber daya alam.

Tidak kalah seru dengan Jepang itu, seorang mahasiswa dari Munich University of Applied Science bernama Slavche Tanevsky baru-baru ini merancang konsep Lamborghini Madura. Dia memakai nama Madura pada mobil mewah dan ramping itu sebagai nama Lamborghini baru yang akan diluncurkan pada 2016 nanti. Dia menemukan kata Madura dari internet ketika ingin mencari kata banteng.

Kemudian, dia menemukan karapan sapi dan itu di Madura. Karakter Madura yang cepat dan straight forward itulah yang memunculkan ide kreatifnya membuat konsep mobil mewah tersebut. Inilah yang disebut gagasan dalam ekonomi kreatif itu.

Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan negara-negara lain karena negeri ini memiliki banyak anak bangsa yang mempunyai gagasan atau ide cemerlang. Arsitektur Borobudur dan batik adalah bukti bahwa bangsa ini sudah lama memiliki gagasan cemerlang yang masuk kategori industri kreatif itu. Anak-anak Indonesia juga berhasil menjadi pemenang dalam berbagai lomba kreativitas, dari seni sampai robot.

Sayang, Indonesia ini kaya policy atau kebijakan, tapi miskin implementasi. Sering kita menyaksikan ide-ide yang tampak bagus, misalnya ide pembangunan infrastruktur atau keinginan membuat pasar produk agro industri yang terbesar di Asia, ujug-ujug atau tiba-tiba tidak ada kabarnya. Sayang, semua gagasan yang tampak cemerlang semacam itu juga tidak terintegrasi. Misalnya, gagasan meningkatkan sektor agro industri tidak dibarengi dengan insentif pihak industri perbankan dan tidak adanya infrastruktur yang cukup.

Di provinsi-provinsi Indonesia timur, anak-anak bangsa yang memiliki gagasan kreatif akan sulit berkembang bila listriknya mati setiap hari dua kali. Integrasi policy juga miskin; kawasan wisata yang penuh dengan kekayaan budaya kreatif tidak dibarengi dengan dibangunnya terminal atau stasiun KA dan bus. Singapura dalam membangun stasiun MRT-nya selalu dekat dengan tempat-tempat wisata atau bisnis. Ada keterkaitan antara city planning dan economic planning- nya. Di negara-negara lain juga seperti itu.

Sayang, insentif bagi anak bangsa yang menciptakan produk kreatif masih sedikit. Di Singapura, pemerintah memberikan insentif S$ 20,000 kepada setiap pembuat proposal pembuatan film independen. Negara-negara lain juga sangat getol memberikan insentif kepada orang-orang pinter supaya tidak meninggalkan negara.

Sudah waktunya negeri ini memaksimalkan dan menghasilkan orang-orang termasuk orang muda yang memiliki gagasan kreatif yang cemerlang. Dan berilah insentif atau penghargaan yang memadai atas hasil cemerlangnya itu. Kalau tidak, mereka akan lari sehingga negara lain yang memanfaatkannya.

*) Drs A. Cholis Hamzah MSc adalah alumnus University of London, saat ini dosen pada STIE Perbanas Surabaya
Opini Jawa Pos 16 Desember 2009