16 Desember 2009

» Home » Pikiran Rakyat » Mengatasi Pencemaran

Mengatasi Pencemaran

Oleh Deny Jasmara
Policy, planning, program, tiga kata yang merupakan alur pikir umum dalam tata kelola pemerintahan, yang juga banyak diadopsi oleh kelompok nonpemerintah. Karena kekakuan dan sinergitas antarinstansi yang kurang padu, pola ini banyak menimbulkan hambatan, seringkali aturan yang ketat dan kaku menyulitkan para pelaksana program, begitu juga perencanaan yang matang, tetapi disertai keterbatasan di dalam pelaksanaan program serta kewenangan yang dimiliki, akhirnya tetap menuai hasil kurang maksimal malah terkadang sangat menyulitkan. Di lain pihak, banyak yang semestinya dilakukan, akhirnya tidak berjalan karena terbentur aturan, sehingga pelaksanaannya terkadang diselimuti kekhawatiran akan menyalahi prosedur. Padahal, nyata-nyata program tersebut bisa memberikan kemaslahatan bagi masyarakat dan lingkungannya.

 

Industri selalu menjadi tersangka utama, dalam menyumbang terjadinya penurunan kualitas lingkungan khususnya air dan tanah. Padahal, jumlah penduduk yang tinggi juga menimbulkan masalah tidak kalah besar dengan industri. Kualitas air sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang berkaitan dengan aktivitas manusia terutama yang berasal dari limbah domestik, industri, dan pertanian. Menurut BPLHD, hasil penelitian terhadap tujuh sungai utama yaitu Cimanuk, Citarum, Cisadane, Kali Bekasi, Ciliwung, Citanduy, dan Cilamaya, menunjukkan status mutu D atau kondisi sangat buruk.
Pertumbuhan industri di Jabar menempatkan sumber air bawah tanah, sebagai pemasok utama kebutuhan sumber air industri. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, eksploitasi secara intensif dan tidak terkendali terutama di daerah-daerah industri, seperti Cekungan Bandung dan Bodebek mengakibatkan penurunan muka air tanah antara 0,11 meter s.d. 2,43 m. Kondisi itu diperparah dengan turunnya kualitas air permukaan, akibat tercemar limbah buangan domestik maupun nondomestik.
Contoh lain adalah pencemaran air dan lahan di wilayah Rancaekek, yang seringkali diumpamakan never ending story, tidak seorang pun yang mampu menghentikan pencemaran air dan tanah di kawasan Bandung Timur. Tidak juga gubernur yang notabene memiliki kewenangan untuk memberikan peringatan ataupun sangsi yang berat kepada perusahaan yang diindikasikan mencemari wilayah tersebut.
Seperti kasus-kasus yang lainnya, tarik-menarik kepentingan di dalam investigasi lingkungan begitu kentara, kelompok-kelompok masyarakat, oknum pemerintah, oknum militer, dan pengusahanya sendiri, seolah terpolarisasi, dan memiliki kepentingan yang berbeda. Akan tetapi, kalau kita telaah lebih jauh mereka memainkan kepentingan yang sama, yaitu kepentingan pemilik modal. Apa yang harus dilakukan?
Berbagai upaya yang dilakukan beberapa departemen dan instansi terkait, untuk melakukan rehabilitasi lingkungan dan peningkatan ekonomi rakyat lebih bersifat project oriented tanpa ada visi dan strategi yang jelas dan efektif. Akibatnya, banyak terjadi salah urus pengelolaan lingkungan, tidak transparannya koordinasi antarsektor mengakibatkan tumpang tindihnya pengelolaan program, yang membuat pembiayaan membengkak dengan hasil tidak optimal.
Banyak hal telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, seperti tertuang di dalam rencana strategis Pemprov Jawa Barat dalam upaya melakukan pengendalian lingkungan yang dituangkan dalam dokumen Renstra Propinsi Jawa Barat 2008-2013. Sebenarnya, ada banyak hal bisa dilakukan di dalam mengatasi persoalan pencemaran air dan tanah. Di antaranya melalui pengefektifan dan penerapan dari kebijakan yang memayungi semua hal terkait lingkungan hidup, disertai perencanaan kuat dan jelas serta implementasi program yang tepat sasaran.
Diharapkan, strategi seperti pelestarian sumber daya air demi mewujudkan keberlanjutan ketersediaan air, peningkatan pengawasan pengambilan air dan penggunaannya dengan tetap mempertimbangkan faktor daya dukung, penerapkan sistem intensif dan disintensif untuk mendorong upaya konservasi sumber daya air, penegakan hukum terhadap perusakan sumber daya air dan lahan, public awareness pemanfaatan tata ruang untuk keseimbangan lingkungan, monitoring kebijakan publik untuk peningkatan kualitas air dan tanah dapat diimplementasikan dengan aturan hukum serta pelaksanaan program yang tepat.
Saatnya kolaborasi
Jawa Barat sebagai provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia, dengan sebaran perguruan tinggi, perusahaan besar, mahasiswa, BUMN, dan para intelektual, ternyata potensi tersebut tidak mencerminkan besarnya kepedulian terhadap permasalahan lingkungan yang terus berkembang semakin kompleks di Jawa Barat. Berangkat dari kesadaran bahwa perbaikan kehidupan masyarakat hanya dapat dicapai melalui komitmen dan kerja sama yang kuat dari semua komponen, perlu adanya dialog untuk membangun kesepahaman dan komitmen, terutama berkaitan dengan upaya-upaya peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup secara bijaksana dan berkelanjutan.
Semoga dengan iktikad baik dari semua pihak, pencemaran air dan tanah dapat diatasi dengan cepat disertai kebijakan yang kuat, perencanaan yang matang, dan program yang tepat sasaran sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat dan semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung didalam pengelolaan lingkungan hidup.***

Penulis, anggota Walhi Jawa Barat.
Opini Pikiran Rakyat 17 Desember 2009