Bagaimana politik luar negeri kita lima tahun ke depan? Persoalan internasional atau global seperti apa yang menantang dan memberi peluang kita?
Sebagai lulusan hubungan internasional, MenteriLuarNegeriDr Marty Natalegawa pasti mengetahui adagium foreign policy starts and ends at home. Tiga hal bisa dicatat dari adagium itu. Pertama, persoalan, harapan, dan hasil dari upaya-upaya politik luar negeri selalu berangkat, berakhir,dan diabdikan untuk kepentingan yang menguntungkan rakyat dan bangsa di dalam negeri.
Kedua, upaya mengabdi kepentingan nasional itu tidak bisa hanya dilakukan oleh para diplomat, tetapi tergantung juga upaya-upaya yang dilakukan oleh semua jajaran yang berada di dalam negeri. Sulit bagi para diplomat berjuang di luar negeri kalau kinerja di dalam negeri tidak memadai. Ketiga, masalahnya bukanlah persoalan internasional yang kita hadapi, tetapi bagaimana kita menghadapi persoalan internasional itu. Mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi kata-kata kunci dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sesaat setelah dilantik dan disumpah Selasa lalu (20/10).
Untuk mewujudkan itu, SBY mengajak seluruh bangsa untuk melangkah maju, bekerja keras, rukun, dan bersatu untuk menghadapi tantangan baru ke depan itu. Dinamika sosial-ekonomi-politik dalam negeri sering dipengaruhi faktor-faktor eksternal seperti perubahan politik negara-negara besar, krisis ekonomi, naik-turunnya kurs, dan fluktuasi harga minyak. Kita butuh kemampuan agar bisa memaksimalkan faktor-faktor eksternal itu untuk membantu kita mengejar kepentingan kita dan bisa meminimalkan pengaruh negatif dari faktor-faktor eksternal itu.
Kondisi internasional lima tahun ke depan beda dari lima tahun sebelumnya.Salah satu faktor penting adalah adanya perubahan mendasar kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Barack Obama (2009–2013). Sebagai negara adidaya saat ini,perubahan di AS pasti berpengaruh kepada dunia. Faktor lain adalah adanya krisis finansial dan fluktuasi harga minyak.Kondisi internasional ke depan akan ditandai beberapa hal berikut. Pertama, masih ada perang melawan terorisme.Perang melawan terorisme ini dikembangkan setelah AS diserang terorisme di New York dan Washington DC pada 11 September 2001.
Indonesia dimasukkan dalam rantai line of actions perang itu. Karena itu, dalam rangka perang melawan terorisme itu Indonesia mendapat bantuan dana dan teknis. Namun justru dengan bantuan dana dan teknis itu,Indonesia menjadi target dari terorisme tersebut. Berkali-kali wilayah Indonesia diserang terorisme. Serangan terhadap Australia diadakan di Kedutaan Besar Australia di Jakarta atau di Pulau Dewata (Bom Bali). Serangan terhadap AS diadakan di Hotel JW Marriott di Jakarta.
Dilihat dari sisi lain,dengan memberi bantuan dana dan bantuan teknis dalam rangka perang melawan terorisme itu,AS dan Australia bisa terhindar dari serangan langsung ke wilayah sendiri. Dipimpin Obama, diperkirakan intensitas dan jumlah serangan terorisme akan menurun. Namun, selama strategi itu hanya mengubah caranya saja, ancaman terorisme di wilayah kita belum hilang. Karenanya, Indonesia harus bisa menggeser posisi dirinya dalam strategi itu agar tidak dijadikan sasaran terorisme internasional dan dijadikan medan pertempuran.
Idealnya,upaya memerangi terorisme haruslah didanai sendiri, bukan menggantungkan diri terhadap dana dari luar negeri. Kedua, di bawah pengaruh Obama yang lebih mengutamakan soft-power, perang fisik tampaknya akan berkurang. Namun, belum tentu perang bentuk lain juga akan menyusut. Perang dagang dan ekonomi justru akan berlangsung lebih intens.
Dalam suasana itu, harga minyak dan komoditas strategis lain akan berfluktuasi.Harga minyak misalnya diprediksi mencapai USD80 per barel. Harga minyak yang tinggi terbukti telah menyengsarakan rakyat karena kenaikan harga minyak menaikkan harga-harga komoditas lain,terutama bahan pokok.Menghadapi hal ini, Indonesia mesti aktif berperan untuk menstabilkan ekonomi, kurs, dan harga minyak. Untuk itu, Indonesia mesti terus-menerus melibatkan diri dalam upaya-upaya multilateral maupun bilateral dengan negara-negara yang menentukan dinamika ekonomi dunia seperti AS, negaranegara Eropa Barat,China,Jepang. Ketiga, ada proses reformasi tatanan politik dan ekonomi global.
Dengan G-20 menggeser G-8,nuansa multilateral lebih kuat.Namun tetap ada anggapan diundangnya Indonesia pada G-20 merupakan pilihan negara-negara maju, bukan pilihan negara-negara sedang berkembang. Karenanya, negaranegara sedang berkembang juga mengadakan KTT tandingan. Ini menunjukkan adanya jurang pemisah antara negara-negara sedang berkembang dan Indonesia. Karenanya, politik luar negeri kita harus memaksimalkan posisinya dalam G-20 itu untuk kepentingan nasional kita.Namun harus beriringan dengan kepentingankepentingan nasional negaranegara sedang berkembang lain.
Komunikasi yang intens dengan simpul-simpul kepentingan negara sedang berkembang harus terusmenerus dilakukan.Dengan komunikasi yang intens itu kita bisa menghindarkan diri kita dari kemungkinan mengabaikan atau mengingkari jati diri sebagai negara sedang berkembang. Keempat, dalam sambutan pelantikan, SBY menekankan bahwa kita akan mewujudkan kawasan ASEAN yang damai,sejahtera,dan dinamis.Secara geografis kawasan Asia Tenggara memang strategis bagi keamanan dan perdamaian kita, tetapi tradisi memprioritaskan ASEAN sudah waktunya untuk ditinjau ulang.
Mengingat kerja sama antaranggota ASEAN selalu kalah dibandingkan kerja sama eksternal, ke depan Indonesia tidak harus terpaku pada ASEAN. Kelima, dinamika ekonomi dunia ke depan akan digerakkan oleh negara-negara maju baru seperti China dan India. Kedua negara adalah dua raksasa ekonomi baru dalam globalisasi ekonomi selama ini.Dua negara itu akan ikut menggerakkan dinamika perekonomian dunia bersama-sama pemainpemain lama seperti AS, negaranegara Eropa Barat, Jepang, dan Korea Selatan. Karenanya, Indonesia harus pandai-pandai menghadapi dinamika dan perkembangan di AS, Eropa Barat,Jepang,China,Korea Selatan, dan India.
Bukan untuk mengiyakan dan atau menuruti kemauan mereka, tetapi untuk menuruti kepentingan nasional kita dan perasaan negara-negara sedang berkembang lainnya. Kita beruntung karena kini kita punya modal yang cukup kuat untuk memainkan peran politik luar negeri kita. Kita menjadi bangsa yang stabil dan demokratis ketiga terbesar setelah India dan AS.Kita pun dianggap berhasil menjinakkan krisis finansial global.(*)
I Basis Susilo
Dosen dan Dekan FISIP Universitas Airlangga
Opini Seputari Indonesia 24 Oktober 2009
23 Oktober 2009
» Home »
Seputar Indonesia » Tantangan Luar Negeri dan Kabinet Baru
Tantangan Luar Negeri dan Kabinet Baru
Thank You!