04 Januari 2011

» Home » Lampung Post » Opini » Membaca Wajah Hukum 2010

Membaca Wajah Hukum 2010

Wendy Melfa
Pemerhati Hukum Pemerintahan Daerah, Kandidat Doktor KPK Undip-Unila
Rekan-rekan dari Pussbik dan Peradi Lampung menggelar diskusi akhir tahun yang secara khusus menyoroti bidang hukum di Lampung. Tapi, tampaknya substansi diskusi itu masih terbatas pada penegakkan pidana yang bernuansa publik, belum atau mungkin tidak menyentuh pembangunan hukum dalam arti lebih luas.
Bila memang demikian, dus berarti pembangunan hukum itu masih dipersepsikan penegakkan hukum pidana an sich. Akan lebih komprehensif jika melihat hukum tidak hanya dalam pengungkapan kasus-kasus hukum dalam koridor kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan penjara; tetapi juga yang tidak kalah pentingnya mendiskusikan bagaimana melalui hukum, dapat menata kehidupan yang lebih baik dan sejahtera (tujuan hukum menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera) sebagaimana fungsi hukum sebagai alat untuk merekayasa masyarakat (law as a tool of social engginerring).
Dalam konteks ini, paradigmanya kita juga dapat melihat berbagai kebijakan dan program pemerintah (pemerintah daerah) sebagai pihak yang bertanggung jawab dan mengelola atas jalannya fungsi-fungsi kenegaraan yang ada di Lampung.
Pemerintah daerah mempunyai andil yang sangat penting bagi terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang lebih baik, termasuk bagaimana dapat mendesain masyarakatnya untuk tidak terjebak kepada pelanggaran hukum dan justru menjadi subjek dalam pembangunan hukum dalam arti luas. Kita juga berhak, patut, dan perlu untuk ikut menyoroti berbagai kebijakan pemerintah daerah yang dipandang baik dan bukan justru menjadi pemicu tumbuhnya faktor kriminogen di dalam masyarakat.
Tentu sudah menjadi pengetahuan umum, terjadi pelanggaran hukum itu diawali oleh 2 faktor, yaitu adanya niat dan kesempatan. Kedua faktor itu dapat terjadi oleh dua keadaan yang berbeda, yaitu keadaan insidental dan keadaan yang tercipta (struktural). Perbedaan keadaan keduanya juga menyebabkan perlakuan dan cara mengantisipasi yang berbeda, bila yang insidental itu dengan cara yang tampak secara langsung. Contoh; untuk tidak menciptakan orang mencuri rumah kita, maka kita harus mengunci pintu dan jendela pada malam hari atau hendak bepergian, atau mengunci kendaraan kita pada saat diparkir, tapi untuk menangani dan mengantisipasi keadaan yang tercipta (terstruktural), harus diperhatikan sumber dari munculnya faktor kriminogen di dalam masyarakat yang bersangkutan. Contoh; bila pemda mengeluarkan perda yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, tanpa diikuti dengan akses ekonomi bagi masyarakatnya, hal ini dapat menyebabkan masyarakat yang berkaitan akan menggunakan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya (termasuk untuk mematuhi perda). Di antaranya dengan cara melanggar hukum, dalam hal ini dapat berbentuk pemalsuan data, penipuan, budaya sogok, meningkatnya pencurian dan kekerasan, bahkan dapat juga meningkatkan budaya korup.
Berbagai kebijakan dan program pemerintah daerah yang bernuasa dan dapat diakses publik yang terjadi selama tahun 2010, tentu sepatutnya juga layak untuk dijadikan bahan referensi bagi para pemerhati hukum, sehingga paradigma pembangunan hukum tidak hanya dipersepsikan sebagai upaya penegakkan hukumm dalam arti represif. Berbagai kebijakan dan program itu dapat diperhatikan mulai dari bagaimana penyusunan APBD, penyusunan peraturan dearah, pemanfataan berbagai potensi daerah, akses perizinan, pelibatan PNS dalam kegiatan bernuansa politis beserta dampaknya (fenomena rolling pejabat daearah), "pidato" pejabat tentang program pembangunan yang tidak diikuti sebuah kelayakan feseability study, praktek penerimaan PNS bermasalah, persoalan penggusuran lahan maupun para pedagang (PKL) dan ada banyak lainnya.
Berbagai hal tersebut dapat menjadi pemicu tumbuhnya faktor kriminogen secara struktural di dalam masyarakat. Fenomena ini juga layak untuk kita jadikan catatan untuk kita baca sebagai sebuah paradigma pembangunan hukum di lampung dalam arti bagaimana kita secara simultan dapat mencegah dan mengatisipasi adanya hal-hal yang dapat menciptakan kerugian bagi masyakat dan munculnya faktor kriminogen sehingga masyarakat terkondisi untuk melanggar hukum.
Saatnya sekarang kita bicara pembangunan hukum itu tidak hanya dalam konteks represif, tetapi juga hukum sebagai alat untuk merekayasa (desain) untuk terbentuknya masyarakat yang lebih baik. Selamat Tahun Baru 2011. Semoga kita lebih baik lagi ke depan.
Opini Lampung Post 5 Januari 2010