04 Januari 2011

» Home » Opini » Suara Merdeka » Hari Juang Kartika dan Palagan

Hari Juang Kartika dan Palagan

TIAP tanggal 15 Desember, Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya Angkatan Darat (AD) memperingati Hari Juang Kartika. Penetapan sebagai Hari TNI AD dikukuhkan melalui Surat Keputusan KSAD Nomor Skep/662/XII/1999 tanggal 14 Desember 1999.

Pengukuhan hari yang mengabadikan peristiwa heroik Palagan Ambarawa itu didasarkan atas pertimbangan, bahwa ditinjau dari segi sosial, budaya,  politis peringatan itu mempunyai nilai strategis. Yakni, wujud penanaman semangat kebangsaan dan cinta Tanah Air.

Namun melihat realita kunjungan ke Museum Isdiman Palagan Ambarawa Kabupaten Semarang, hati ini merasa prihatin, sedih, gundah, dan berontak. Sepinya jumlah pengunjung dan stagnanisasi suasana lingkungan butuh perhatian dari berbagai pihak yang berkepentingan.

Hal itu mengindikasikan kegagalan visi, misi, tujuan dan sasaran dari pendirian museum dan monumen. Kepala Museum Jateng Puji Johartono mengatakan angka kunjungan pada Tahun Kunjungan Museum di wilayah kerjanya belum memuaskan. Dari 47 museum, peningkatan jumlah pengunjung baru berkisar 7-10 persen.
Meski di belakang Monumen Palagan disediakan area outbound untuk menggugah minat kunjungan, rasanya kurang menantang. Papan jembatan gantung mulai keropos, jaring putus-putus, dan tali flying fox berkarat bukti kurangnya perawatan.

Malahan di area monumen para penjaja mainan, serta makanan dan minuman seperti dibiarkan menempati area, yang menjadikan pengikisan nilai keagungan, kemegahan, keasrian, dan kenyamanan dari objek itu.

Masyarakat masih statis dalam memaknai pentingnya berwisata ke museum. Gerakan dukungan, dorongan, bahkan ’’pemaksaan’’ (siswa) dapat meningkatkan angka kunjungan wisata museum. Pencanangan Gerakan Nasional Cinta Museum oleh Menbudpar jangan hanya propaganda. Perlu program realistis untuk menggugah nasionalisme generasi muda (peserta didik) berkunjung ke museum, misalnya  bersinergi dengan Kemendiknas.

Rasa Kebangsaan

Menurut guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, museum mempunyai peran penting menumbuhkan wawasan dan semangat kebangsaan. Tempat itu lebih dari sekadar tempat penyelamatan, penyimpanan, dan pemajangan warisan sejarah bangsa pada masa silam, tetapi dapat memainkan peran ke arah perbaikan bangsa, mulai pendidikan hingga semangat kebangsaan.

Upaya pemerintah lima tahun ke depan hendak merevitalisasi 79 museum yang tersebar di 33 provinsi layak didukung. Program itu seyogianya dikerjasamakan dengan dinas terkait, pengelola hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata.
Demikian halnya keberadaan Museum Palagan Ambarawa yang tahun ini genap berusia 35 tahun.

Dari museum itu, nasionalisme bisa digali, disemai, ditumbuhkan, diinteraksikan, dan digalakkan dengan mengoptimalkan peranannya lewat pembelajaran luar ruang (outing class).
Museum ini merupakan saksi bisu dari sejarah pertempuran Palagan Ambarawa dengan perlawanan gerilya taktik supit urang dari pejuang.

Masih banyak jejak sejarah yang ada di museum ini, dari pesawat terbang tempur milik musuh yang ditembak di Rawa Pening, kereta api uap rel bergerigi, tank, truk, panser, granat, senapan, bambu runcing, dan diorama pertempuran.
Palagan Ambarawa juga melahirkan tokoh  gagah berani, yaitu Panglima Besar Jenderal Soedirman, yang diputuskan menjadi Bapak TNI. Kepemimpinan, keteladanan, semangat pantang menyerah, dan totalitas jiwa kejuangannya memberikan inspirasi kepada seluruh rakyat Indonesia demi masa depan bangsa.

Pertempuran Palagan Ambarawa pada 15 Desember 1945 berakhir dengan kemenangan gemilang Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berhasil merebut benteng pertahanan Sekutu. Keberhasilan ini diabadikan dalam bentuk monumen sekaligus memperingati Hari Infanteri.

Museum yang letaknya strategis di Jalan Mgr Soegijapranata SY, jalan utama Semarang-Yogyakarta, lebih mudah diakses bila dikaitkan dengan kemudahan untuk lebih memaksimalkan kunjungan pelajar dari wilayah Eks Karesidenan Semarang atau kota lain di Jateng di luar wilayah tersebut. (10)

— FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef  Surakarta, asal Ambarawa
Opini Suara Merdeka 5 Januari 2011