04 Januari 2011

» Home » Lampung Post » Opini » Kaji Ulang Kebenaran Malam Tahun Baru

Kaji Ulang Kebenaran Malam Tahun Baru

Iwan Nurdaya-Djafar
Penerjemah buku The Ka'ba is the Center of the World karya Saad Muhammad Al Marsafy
Setiap tanggal 31 Desember, tepat pada pukul 12 malam atau pukul 24 atau juga pukul 00.00.00, umat Nasrani merayakan malam tahun baru. Dipercaya bahwa pada tengah-malam tanggal 31 Desember terjadi pergantian tahun dari tahun lama ke tahun baru, dan karena itu malam itu disebut Malam Tahun Baru (New Year's Eve). Demi merayakan malam tahun baru itu, umat Nasrani yang saleh akan melakukan misa di gereja dan/atau memanjatkan doa di rumah. Bukan itu saja, tradisi malam tahun baru juga diwarnai pesta pora, tiupan terompet, raungan sirene, pesta kembang api, pidato pejabat, dan entah apa lagi. Pendek kata, semua orang bersukaria demi mensyukuri datangnya tahun baru Masehi.
Penetapan awal hari pada tengah-malam pada sistem GMT (Greenwich Mean Time, Waktu Standar Greenwich) bertalian dengan Garis Tanggal Internasional (The International Date Line), yaitu suatu garis imajiner yang mengalir dari kutub utara ke kutub selatan yang jauhnya 180 derajat dari Garis Bujur Greenwich. Tetapi, ada banyak kebingungan mengenai mengapa setiap hari baru bukan dimulai di Greenwich tetapi di Garis Tanggal Internasional. Konferensi Internasional di Washington DC pada 1884 mempertimbangkan bahwa harus ada suatu Hari Universal Tunggal (Single Universal Day) dan bahwa ini akan dimulai tepat pada tengah-malam di Greenwich.
Selanjutnya, dua puluh empat zona waktu ditetapkan di timur dan barat Greenwich dengan Garis Tanggal Internasional yang terletak sepanjang 180 derajat garis bujur. Garis bujur adalah suatu garis imajiner yang mengalir dari kutub utara ke kutub selatan. Melalui konvensi internasional dia mengalir melalui instrumen “transit utama” (teleskop besar) di Royal Observatory di Greenwich. Itu dikenal sebagai garis bujur nol derajat dan itu adalah garis dari mana semua garis bujur yang lain diukur. Ini meliputi garis yang mengalir 180 derajat jauhnya dari Greenwich yang juga dikenal sebagai Garis Tanggal Internasional.
Siapakah yang menetapkan "awal hari" harus dimulai dari meridian 180 derajat Greenwich (Garis Tanggal Internasional) pada pukul 00.00.00 tengah malam? Jawabannya adalah Stanford Fleming berkebangsaan Kanada dan Charles F. Dowd berkebangsaan Amerika, yang memperkenalkan sistem tata waktu GMT pada 1884. Demikian pula penetapan Greenwich pada posisi meridian nol derajat dan karenanya menjadi pusat bumi sejatinya tidak memiliki dasar ilmiah.
Alasan utamanya adalah karena nenek moyang Charles F. Dowd, sebelum diangkut dengan kapal My Flower untuk dibuang ke daratan Amerika, ternyata berasal dari kota Greenwich, sebuah kota kecil dekat London, Inggris. Kebetulan sekali, di kota tersebut terdapat sebuah observatorium yang tergolong paling tua di dunia. Maka, kota Greenwich inilah yang ditetapkan sebagai titik meridian O derajat. Jadi, dasar “ilmiah”-nya ternyata adalah “tanah leluhur” dan “faktor kebetulan”! Maka, tanpa disadari, nepotisme dan paternalisme juga telah lama terjadi di ranah astronomi dan geografi. Tentu saja dua alasan tersebut secara epistemologis tidak bisa dijadikan dasar ilmiah.
Namun, riwayat tadi tidak menjelaskan kenapa awal hari dimulai pada tengah malam? Menurut sistem almanak Julian (yang menjadi dasar sistem almanak Gregorian yang diperkenalkan Paus Gregorius XIII pada 1582 M), hari yang lamanya 24 jam tersebut dimulai dari tengah malam (pukul 00.00.00) dan berakhir pada tengah malam berikutnya (pukul 00.00.00 hari berikutnya). Dasar ilmiah yang digunakan untuk menjustifikasi konvensi ini tidaklah jelas.
Anehnya lagi, awal hari yang disepakati jatuh pada tengah malam itu tidak dimulai dari Greenwich yang menduduki posisi meridian nol derajat, melainkan pada meridian 180 derajat Greenwich. Rupa-rupanya, para pemrakarsa sistem GMT, yaitu Charles F. Dowd, tidak mau dan tidak rela apabila “tanah leluhur” dikaitkan dengan “kegelapan tengah malam,” karena tidak sesuai dengan jargon yang mereka anut, “The sun never sets in the British Empire” (Matahari tak pernah terbenam di Kerajaan Britania Raya). Oleh karena itu, mereka lebih suka membiarkan “kegelapan” tersebut membayangi kawasan Pasifik (di sekitar 180 derajat Greenwich) karena di kawasan Pasifik inilah mereka—Inggris dan negara-negara Eropa lainnya—ketika itu sedang “membenamkan” negara-negara kepulauan besar dan kecil—termasuk Indonesia—sebagai koloni-koloninya yang diisap habis-habisan sumber daya alamnya dan sumber daya posisi strategisnya! Apakah ini dapat disebut sebagai “dasar ilmiah” untuk penetapan awal hari itu? Sungguh, sebuah alasan yang angkuh dan mengada-ada sekaligus tak ilmiah, bukan? Itu sekadar sikap politis Inggris selaku penguasa gelombang lautan (ruler of the wave) pada zaman kolonial itu.
Terhadap dua kesalahan di atas, yaitu penetapan Greenwich sebagai pusat bumi, dan penetapan awal hari pada pukul 00.00.00, telah dilakukan koreksi oleh ilmuwan muslim. Terkait Mekah sebagai pusat bumi, Dr. Zaglul Najjar mengatakan hal itu memang benar berdasarkan penelitian saintifik yang dilakukan oleh Dr. Husain Kamaluddin bahwa ternyata Makkah Al-Mukarramah memang menjadi titik pusat bumi. Hasil penelitian yang dipublikasikan pada 1984 oleh The Egyptian Scholars of The Sun and Space Research Center yang berpusat di Kairo itu, melukiskan peta dunia baru, yang dapat menunjukkan arah Mekah dari kota-kota lain di dunia.
Dengan menggunakan perkiraan matematik dan kaidah yang disebut spherical triangle Prof. Husein menyimpulkan kedudukan Mekah betul-betul berada di tengah-tengah daratan bumi. Sekaligus membuktikan bahwa bumi ini berkembang dari Mekah. Zaghloul al-Najjar juga mengatakan Barat tidak suka bukti-bukti sains bahwa “Mekah terletak pada pusat planet kita, tapi kami tetap akan melanjutkan riset kami untuk mencari kebenaran.”
Begitu pula awal hari, bukan terjadi pada tengah-malam, melainkan pada petang hari. Mengapa “awal hari” dimulai pada petang, bukan tengah-malam? Dalam sistem almanak qamariyah-syamsiyah, “awal hari” dimulai pada saat “petang”. Dasar ilmiahnya adalah “awal bulan” menurut sistem kamariah (yang merupakan “awal hari pertama” dalam bulan kamariah yang bersangkutan) ditetapkan berdasarkan hisab ataupun rukyat terhadap hilal (munculnya "bulan sabit" atau "bulan baru" yang dalam bahasa Inggris disebut visible crescent). Rukyat tersebut secara ideal hanya dapat dilakukan pada wilayah tropis di saat “petang” ketika bulan dan matahari tampak dari bumi di ufuk barat dalam posisi berkonjungsi (ijtimak). Bagi umat Islam, sistem almanak inilah yang digunakan sebagai dasar bagi perhitungan tahun Hijri (istilah yang lebih tepat dibanding Hijriah), yang ditetapkan mulai berlakunya oleh Kalifah Umar bin Khatab pada 637 M.
Pada konferensi "Mekah sebagai Pusat Bumi, Antara Teori dan Praktik" di Dhoha, Qatar, pada 19 April 2008, disimpulkan tentang acuan waktu Islam berdasarkan kajian ilmiah, yakni Mekah, dan menyerukan umat Islam agar mengganti acuan waktu dunia yang selama ini merujuk pada Greenwich. Pembicara pada konferensi di Dhoha itu menyatakan tentang pentingnya Mekah sebagai kota yang menentukan zona-zona waktu, dan bukan kota Greenwich di United Kingdom, yang menimbulkan kontroversi yang sudah dimulai empat dekade yang lalu.
Para partisipan merekomendasikan unifikasi waktu dalam dunia Arab yang disesuaikan dengan waktu di Mekah dan bukan dengan waktu di Greenwich. Mereka juga menyerukan pemerintah-pemerintah Arab agar membuang peta-peta dunia baru “karena mereka disusun untuk melayani kepentingan-kepentingan Barat.” Mereka menuntut agar semua gedung di dunia Arab diarahkan kepada kiblat. Mereka juga mendesak adanya konferensi-konperensi yang mempromosikan ide "Mekah sebagai pusat dunia".
Merespons hasil konperensi itu, Pemerintah Arab Saudi merencanakan untuk membangun Menara Jam Mekah Pusat Waktu Dunia, berdasarkan jam Mekah temuan Ir. Yasin Asy-Syouk. Penemu jam Mekah ini mengatakan jam Mekah bergerak berlawanan dengan arah jarum jam konvensional, yaitu dalam arah tawaf, rotasi keliling Kakbah, dari kanan ke kiri. Penemu asal Palestina yang berkewarganegaraan Prancis tetapi bermarkas di Swiss itu mengatakan bahwa penemuannya ditentang orang banyak dan memakan waktu empat tahun untuk mendapatkan hak paten. Asy-Syouk mengatakan jam temuannya ini menyatukan kiblat dari segala tempat di dunia. Jarum jam ini berputar dari kanan ke kiri, sebagaimana pergerakan ini juga selaras dengan pergerakan alami alam mayapada ini. Seperti pergerakan bintang-bintang dan segala yang mengorbit di sekitar matahari, sebagaimana pergerakan darah di tubuh kita.
Pada kesempatan itu dia mempresentasikan dengan detail penemuannya "Jam Mekah" yang menegaskan dengan nyata bahwa Mekah merupakan poros bumi, dan karena itu Mekah berhak dijadikan patokan waktu dunia yang benar, menggantikan pemakaian waktu Greenwich, London. Moderator konferensi itu, Rabaa Hamo, yang juga istri penemu jam itu mengatakan, "Barat memaksakan kepada kami garis Greenwich sebagai patokan waktu". Ia berharap sebuah negara Islam akan mengadopsi proyek itu untuk menguatkan kepercayaan bahwa Mekah adalah pusat dunia, bukan secara teoretis tetapi secara praktis. n
Opini Lampung Post 5 Januari 2010