18 Januari 2011

» Home » Opini » Republika » Kisruh Kinerja Pemerintah

Kisruh Kinerja Pemerintah

Achmad Deni Daruri
President Director Center for Banking Crisis


Pasar menjadi bingung ketika pemerintah secara terus-menerus mengatakan bahwa mereka tidak membohongi rakyat akan hasil pembangunan. Sementara pihak oposisi beserta tokoh agama berargumen bahwa kinerja pemerintah tidak seperti yang telah mereka janjikan.

Kebingungan pasar terjadi ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami koreksi yang sangat dalam. Padahal, pemerintah tampaknya lebih memberikan perhatian yang sangat khusus bagi pasar modal, ketimbang sektor riil. Artinya, sektor 'anak emas' ini telah memberikan sinyal negatif bagi kemajuan pembangunan pemerintah. Masalah harga saham yang terjadi, merupakan koreksi yang paling berharga dalam beberapa bulan terakhir dan hanya menyerang Bursa Efek Indonesia (BEI).

Perlulah publik mengingat bahwa presiden secara khusus membuka perdagangan saham perdana awal tahun ini. Sewaktu di New York, presiden juga membuka pasar saham New York. Sinyal pasarnya sangat jelas bahwa presiden SBY lebih pro kepada pasar modal ketimbang sektor riil.

Dulu, Presiden Suharto tampil di hadapan publik lebih banyak saat meresmikan pabrik, infrastruktur, dan berkomunikasi dengan para petani. Dan, Pak Harto tidak pernah membuka perdagangan saham manapun. Artinya, Pak Harto lebih berorientasi kepada sektor riil. Ketika Pak harto berkuasa, pertumbuhan nilai tambah sektor industri jauh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, saat ini pertumbuhan sektor industri selalu berada lebih rendah ketimbang pertumbuhan ekonomi nasional.

Tak mengherankan jika tokoh agama pun menjadi geram dengan kondisi ini. Karena tanpa sektor manufaktur yang tangguh, perekonomian Indonesia akan menjadi "Republik Banana" seperti yang dikatakan oleh mantan perdana menteri Mahathir Mohammad.

Penjaga moral

Melihat konteks ini, kegelisahan para tokoh agama tentunya bukan hanya berbuat asal berbeda dengan pemerintah. Tetapi, justru menyampaikan nilai-nilai luhur dari agama itu sendiri. Agar masyarakat menjadi lebih sejahtera, makmur, dan mampu menjalankan kehidupannya sebagai umat beragama.

Para tokoh agama ini merupakan penjaga moral bangsa yang wajib untuk ada dan berani terus menyuarakan keadilan. Hukum Okunz saja mampu membuat argumentasi dan fakta yang berbeda, namun bukan berarti peningkatan produktivitas akan memberikan kesejahteraan dan pembangunan yang lebih berkelanjutan.

Pengangguran di Indonesia merupakan bentuk yang berbeda dengan kondisi negara maju, tempat para penganggur mendapatkan bantuan keuangan dari negara secara konsisten dan berkelanjutan. Sementara di Indonesia para penganggur merupakan pihak yang masih memiliki 'selang infus' dari sanak keluarga dan handai tolan lainnya. Tanpa 'selang infus' tersebut, pengangguran tidak akan terjadi, tetapi mentransformasikan diri menjadi pengangguran terselubung alias bekerja dengan tingkat produktivitas yang sangat rendah. Terbukti hukum Okunz tidak jalan hanya untuk negara sedang berkembang.

Dengan demikian, perbedaan persepsi pembangunan apalagi hasil-hasilnya merupakan hal yang wajar saja. Karena argumentasi tentang hal tersebutlah sesungguhnya yang menentukan, apakah pembangunan ekonomi akan berkelanjutan dalam jangka panjang.

Sementara itu, pemerintah juga harus memperbaiki struktur kementeriannya karena posisi menteri koordinator merupakan posisi yang tidak produktif serta membuang-buang uang rakyat. Tidak ada negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi memiliki portofolio menteri koordinator, misalnya, Cina dan India. Juga tidak ada negara yang ekonominya maju memiliki portofolio menteri koordinator, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman. Posisi menteri koordinator tampaknya menjadi sebab dari gagalnya Pemerintah Indonesia dalam memacu pertumbuhan sektor industri yang relatif tinggi.

Perjuangan Timnas Garuda seharusnya mampu memberikan inspirasi bahwa peran Riedl sangat bagus. Negara ini memerlukan menteri-menteri seperti Riedl yang tidak mau mendapatkan intervensi, sekalipun dari manajer tim, apalagi ketua PSSI.

Kesalahan pemerintah adalah memilih menteri yang tidak berkualitas sehingga muncul desakan untuk terus mempertahankan menteri koordinator. Jika Riedl menjadi menteri tentu ia tidak akan mau mendapatkan intervensi dari menteri koordinator.

Kasus Riedl merupakan pelajaran bahwa kabinet pemerintah berisi menteri-menteri yang tidak memiliki kualitas sebagai menteri. Namun, bukan berarti pemerintah juga tanpa prestasi! Langkah pemerintah untuk menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pajak bagi pegawai negeri sipil (PNS), merupakan langkah yang berani sekalipun tidak populis. Begitu juga, rencana untuk mengimpor produk komoditas yang berharga tinggi, patut mendapatkan acungan jempol.

Pemerintah percaya bahwa kebijakan moneter merupakan langkah yang efektif. Untuk itu, pemerintah harus lebih berani lagi melakukan apresiasi atas nilai rupiah selain membuka keran impor bagi komoditas kebutuhan pokok yang harganya tengah melangit.

Tanpa langkah tersebut maka sangat mungkin akan terjadi stagflasi dalam perekonomian domestik. Hal ini terjadi karena ekses permintaan seperti yang Krugman katakan. Shifting dalam kurva permintaan ke arah kanan dan kurva penawaran ke arah kiri, terjadi secara simultan. Pemerintah juga tak perlu sibuk-sibuk membangun lumbung karena perusahaan swasta dengan sendirinya sudah memilikinya.Yang diperlukan bagi pemerintah adalah membangun ekspektasi inflasi yang rendah.

Bijak

Kritik adalah hal yang wajar dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Ada baiknya pemerintah juga mengajak tokoh-tokoh beragama, untuk memberikan kekuatan moral bagi pemerintah dalam menjalankan misi sucinya itu. Tanpa dukungan tokoh-tokoh beragama, tekanan pekerjaan yang sangat berat akan semakin sulit tereduksi.

Dengan kekuatan moral, mundurnya Larry Summer sebagai penasihat ekonomi Obama, akan menular bagi arsitek ekonomi Pemerintah Indonesia yang telah gagal membawa perekonomian pada kondisi full employment. Begitu pula, dengan mundurnya Cristina Romer.

Dalam konteks Indonesia, menteri koordinator bidang perekonomian adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap gagal atau berhasilnya pembangunan ekonomi di Indonesia. Apakah menko perekonomian akan mengikuti langkah Larry Summer? Atau juga menteri lainnya? Mungkin saja, jika kekuatan moral pemerintah mendapatkan dukungan dari para tokoh agama.
Opini Republika 18 Januari 2011